Senin, 02 Mei 2016

Konsep Diri dan Penyesuaian Diri




MAKALAH
KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN DIRI



Penyusun:
Agus Rahmanto – UPI 2011


Editor:
Tim Makalah-makalah.com
2016




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
 Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Hormat kami,
Tim Makalah


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan masalah diantaranya:
A. Apa Definisi dan Pengertian Konsep Diri?
B. Bagaiamana perkembangan konsep diri?
C.  Apa jenis-jenis konsep diri?
D. Apa definisi dan pengertian penyesuaian diri?
E. Bagaiaman mengukur persepsi?

Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui Definisi dan Pengertian Persepsi?
B. Mengetahui Ciri dan karakteristik persepsi?
C. Mengetahui proses terjadinya persepsi?
D. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kesalahan persepsi?
E. Mengetahui ukuran persepsi?


BAB II
PEMBAHASAN




A. KONSEP DIRI

1. Definisi Konsep Diri

Konsep diri merupakan hal yang penting artinya bagi kehidupan individu karena pemahaman mengenai konsep diri akan menentukan dan mengarahkan perilaku dalam berbagai situasi (Shavelson dalam Purwanti dkk., 2000), serta dapat menentukan keberhasilan individu dalam hubungannya dengan masyarakat (Hurlock, 1998). Menurut Burns (1993) konsep diri merupakan gambaran campuran dari apa yang dipikirkan oleh individu, pendapat orang lain mengenai diri individu dan diri individu yang diinginkan.
Selanjutnya Calhoun dan Acocella (1990) menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran mental individu terhadap dirinya sendiri yang terdiri dari pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, pengharapan bagi diri sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri. Sementara Centi (1993) mengatakan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang dirinya sendiri, dan bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Penglihatan individu atas dirinya sendiri disebut gambaran diri (self image). Perasaan individu tentang dirinya sendiri  merupakan  penilaian  individu  atas  dirinya  sendiri  (self  evaluation). Harapan individu atas dirinya sendiri menjadi cita-cita diri  (self ideal).
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa



konsep diri merupakan gambaran mental individu yang berisikan tentang bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa tentang dirinya yang merupakan penilaian diri sendiri, serta bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri sebagaimana yang diharapkan.



2. Perkembangan Konsep Diri.

Sewaktu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang diri sendiri dan tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri serta tidak memiliki harapan sendiri (Caplan, dalam Calhoun & Acocella, 1995).
Konsep diri terbentuk melalui sejumlah pengalaman yang tersusun secara hirarki  yang  berkembang  sejalan  dengan  pertumbuhannya,  terutama  sebagai akibat dari hubungan individu dengan individu lainnya (Centi, 1993). Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu yang diperoleh melalui hubungannya dengan orang lain.
Menurut Cooley (dalam Calhoun & Acocella, 1990) interaksi individu dengan orang lain merupakan sumber informasi penting bagi perkembangan konsep diri. Individu biasanya menggunakan orang lain untuk menunjukkan siapa dirinya.  Individu  membayangkan  bagaimana  pandangan  orang  lain  terhadap dirinya dan bagaimana orang lain menilai penampilannya. “Orang lain” yang dianggap bisa mempengaruhi konsep diri seseorang adalah :
a.   Orang tua



Keluarga terutama orang tua merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui individu pada awal kehidupannya. Orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan konsep diri individu. Orang tua akan memberikan  informasi  yang  besar  terhadap  perkembangan  konsep  diri individu. Orang tua akan memberikan informasi yang menetap pengharapan bagi anaknya. Orang tua juga mengajar anak bagaimana cara menilai dirinya sendiri. Anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau yang disia-siakan oleh orang tuanya akan mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan membentuk konsep diri yang negatif pada anak (Calhoun & Acocella, 1990).
b.   Teman sebaya

Kelompok teman sebaya menduduki posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri anak. Dalam hal ini masalah penerimaan dan penolakan dari teman sebaya akan mempengaruhi konsep diri anak.
c.   Masyarakat

Masyarakat memiliki harapan tertentu seseorang dan harapan ini masuk ke dalam diri individu, kemudian akan berusaha melaksanakan harapan tersebut. Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang anak, seperti siapa orang tuanya, ras dan lain-lain sehingga hal ini akan mempengaruhi konsep diri seseorang.






Kemudian Brooks (dalam Sobur, 2005) mengatakan bahwa perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu :



1.   Penilaian diri–memandang diri sendiri sebagai objek (Self Aperaisal-viewing

Self as Object).

Istilah  ini  menunjukkan  suatu  pandangann  yang  menjadikan  diri  sendiri sebagai objek dalam komunikasi atau bagaimana kesan kita terhadap diri kita sendiri.   Pertama-tam kita   mengamati   perilaku   fisik   secara   langsung kemudian memberikan penilaian. Penilaian ini akan mempengaruhi kesan kita terhadap diri sendiri. Semakin besar pengalaman positif yang dimiliki individu semakin positif konsep dirinya. Sebaliknya semakin besar pengalaman negatif yang dimiliki individu semakin negatif konsep dirinya.
2.   Reaksi dan respon dari orang lain (Reaction and Response of Others)

Konsep diri tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendir namun  jufa  tidak  saja  berkembang  melalui  pandangan  kita  terhadap  diri sendiri namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan masyarakat.  Dalam  berinteraksi  dengan  masyarakat  individu  akan mendapatkan evaluasi. Oleh karena itu konsep diri dipengaruhi oleh reaksi serta respon orang lain terhadap diri kita.
3.   Peran yang kita mainkan–peran yang ditrerima (Roles you play–Role taking ) Setiap individu memainkan peran yang berbeda-beda dan pada setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan tindakan dengan cara tertentu pula. Harapan-harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. Semakin banyak peran yang  kita  mainkan  dan  dianggap  positif  oleh  orang  lain,  semakin  positif konsep diri kita.
4.   Kelompok rujukan (Reference Groups)



Kelompok   rujukan   adalah   kelompok   dimana   kita   menjadi   anggota   di dalamnya. Setiap kelompok rujukan memiliki norma tertentu yang mengatur tingkah laku seseorang. Jika kita menganggap penilaian dan reaksi dari kelompok rujukan itu penting maka hal ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Semakin banyak kelompok rujukan yang menganggap diri kita positif, semakin positif pula konsep diri kita.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diartikan kesimpulan bahwa individu dilahirkan dengan belum memiliki konsep diri. Konsep diri terbentuk melalui sejumlah pengalaman dan prsoes belajar. Adapun yang menjadi sumber informasi bagi perkembangan konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain yaitu orang tua, teman sebaya, serta masyarakat. Proses belajar yang dilakukan individu dalam pembentukan konsep dirinya diperoleh melalui penilaian yang dilakukan terhadap dirinya sendiri, bagaimana reaksi danrespon orang lain terhadap apa yang sudah dilakukan, tuntutan peran yang dimainkan serta penilaian dan reaksi yang diterima dari kelompok rujukan.



3. Jenis-Jenis Konsep Diri

Hasil penilaian seseorang terhadap diri dapat berupa konsep diri yang negatif maupun konsep diri yang positif. Menurut Calhoun & Acocella ( 1990) konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.






1.   Konsep Diri Positif



Dasar  dari  konsep  dari  yang  positif    bukanlah  kebanggan  yang  besar tentang  dirinya  tetapi  lebih  kepada  penerimaan  diri.  Individu  yang memiliki konsep diri yang positif adalah individu yang mengenai dirinya dengan baik dan menerima diri apa adanya, bersifat stabil dan bervariasi sehingga mampu menyimpan informasi yang positif atau negatif tentang dirinya, mampu memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya tanpa menganggapnya sebagai suatu ancaman, merancang tujuan yang realistik, menganggap hidup sebagai sesuatu yang meyenangkan dan penuh kejutan, menganggap hidup sebagai suatu proses penemuan sehingga mampu bertindak dengan berani dan memperlakukan orang lain dengan hangat dan hormat.
2.   Konsep Diri Negatif

Individu yang memiliki konsep diri yang negatif adalah individu yang memiliki pandangan yang tidak teratur tentang dirinya, tidak mengenal siapa dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya, berusaha untuk mengubah konsep dirinya secara terus menerus atau melindungi konsep dirinya yang kuat dengan cara mengubah atau menolak informasi baru, menganggap apa yang diperolehnya tidak sebanding dengan apa yang diperoleh orang lain, membuat tujuan yang sangat tinggi dan tidak realistik sehingga sering mengalami kegagalan dalam mencapainya, percaya bahwa dirinya tidak dapat mencapai sesuatu apapun yang berharga. Selain itu individu yang memiliki konsep diri negatif adalah individu yang memiliki pandangan yang terlalu stabil dan kaku terhadap dirinya sendiri akibat dari didikan yang terlalu keras sehingga mereka menciptakan citra diri yang



tidak menghendaki terjadinya penyimpangan dari seperangkat aturan yang ada.
Selanjutnya Hurlock (1996) juga membagi konsep diri menjadi dua tingkatan yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Individu dengan konsep diri positif mengembangkan sifat percaya diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya sendiri secara realistis. Individidu juga mampu menilai hubungannya dengan orang lain secara tepat dan menumbuhkan penyesuaian pribadi  dan  sosial  yang  baik.  Sebaliknya  individu  yang  memiliki  konsep  diri negatif mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, individu masih ragu dan kurang percaya diri sehingga menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang mengenal dirinya dengan baik sehingga mampu menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas serta mampu menyesuaikan diri dengan baik. Sedangkan individu yang memiliki konsep diri negatif adalah individu yang tidak memandang dirinya dengan sangat teratur atau terlalu stabil serta tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik.



4. Dimensi Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh individu. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), gambaran mental yang dimiliki individu memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.



a.   Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan berkaitan dengan apa yang kita ketahui tentang diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dan sebagainya. Pengetahuan ini diperoleh individu dengan cara membandingkan dirinya dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan ini bisa dirubah dengan cara merubah tingkat laku individu tersebut atau dengan cara mengubah kelompok pembandingnya.
b.   Pengharapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah pengharapan berkaitan dengan kemungkinan menjadi apa kita dimasa mendatang dan sering disebut sebagai diri idela (ideal self). Setiap individu memiliki harapan yang berbeda-beda   bagi   dirinya   sendiri.   Harapan   dapat   membangkitkan kekuatan yang akan   mendorong seseorang untuk mencapai harapan tersebut dimasa depan.
c.   Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian. Penilaian menyangkut unsure evalusia, seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara gambaran kita tentang diri kita yang ideal (ideal self) dan yang actual maka akan semakin terendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang memiliki harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya dan apa yang dikerjakannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan konsep  diri  yang  cukup  signifikan.  Deaux  (1993)  mengatakan  bahwa



kesenjangan antara diri kita yang aktual dan diri kita yang ideal akan menimbulkan depresi, sementara bila kesenjangan antara diri kita yang aktual dengan diri kita yang ideal semakin kecil maka kita akan memperoleh kepuasan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki setiap individu terdiri dari 3 dimensi, yaitu pengetahuan mengenai diri sendiri, penilaian mengenai diri sendiri, dan harapan mengenai diri sendiri. Pngetahuan adalah apa yang diketahui individu tentang dirinya sendiri yang diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan kelompok pembanding. Pengharapan adalah apa yang diinginkan individu dimasa yang akan datang Penilaian adalah pengukuran yang dilakukan individu terhadap dirinya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat terjadi dan bagaimana perasaaan individu terhadap dirinya sendiri.



5. Perubahan Konsep Diri

Fitts & Hurlock (dalam Eliana, 2003) mengatakan bahwa konsep diri individu secara kontinu akan berkembang dan mengalami perubahan sepanjang kehidupan hingga mencapai perkembangan tertentu yang relatif konsisten. Sulit bagi seseorang untuk menilai keadaan dirinya belum stabil. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja sebagai bukti keberhasilan remaja (dalam Eliana,
2003) ada beberapa faktor yang menyebabkan konsep diri menjadi tidak stabil yaitu faktor perubahan fisik, lingkungan, dan peran  (role).
Pada masa pubertas, remaja mengalami beberapa perubahan fisik yang mendadak disertai dengan perubahan mental. Pada masa pubertas, konsep diri



akan berubah dan hal ini merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan seseorang. Perubahan lingkungan juga bisa mempengaruhi perubahan konsep diri. Misalnya anak yang harus berpisah dengan keluarganya karena kuliah di tempat lain. Pengalaman ditempat yang baru, tentu berbeda dengan pengalaman ketika tinggal dengan keluarga.
Perubahan peran juga dapat merubah konsep diri. Hal ini terjadi apabila individu terpaksa menjalani peran itu atau karena individu tidak siap menjalani peran  baru  tersebut.  Perubahan  peran  akan  menyebabkan  individu mempertanyakan siapa dirinya, selain itu perubahan peran akan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan hubungan interpersonal sehingga pada akhirnya akan meningkatkan identitas diri yang negatif (Shereran & Abraham dalam Baron,
1997). Adanya perbedaan tuntutan peran antara laki-laki dengan perempuan oleh keluarga,   sekolah   dan   masyarakat   jug dapat   mempengaruhi   konsep   diri seseorang. Pria sering diharapkan untuk menjadi kuat, tidak cengeng dan tahan menghadapi kehidupan sedangkan wanita dibenarkan untuk bersikap lembut atau menangis. Dengan kata lain peran jenis kelamin turut mempengaruhi konsep diri individu.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki setiap individu akan terus berkembang dan mengalami perubahan hingga mencapai perkembangan tertentu yang relatif konsisten. Beberapa faktor yang dapat  menyebabkan  konsep  diri  menjadi  tidak  stabil  atau  berubah  yaitu  : perubahan fisik, perubahan lingkungan dan perubahan peran.



B. PENYESUAIAN DIRI II..
1. Defenisi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2004) penyesuai diri dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu :
1.   Penyesuaian diri sebagai adaptasi (Adaptation)

Dilihat  dari  sudut  pandang  ini,  penyesuaian  diri  cenderung  diartikan sebagai usaha untuk mempertahankan diri secara fisik, fisiologis, atau biologis.
2.   Penyesuaian diri sebagai konformitas (Conformity)

Dalam sudut pandang ini, setiap individu selalu diarahkan untuk menghindari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional agar mereka tidak ditolak oleh lingkungannya dengan cara mengikuti norma-norma yang berlaku.
3.    Penyesuaian diri sebagai penguasaan (Mastery)

Dalam sudut pandang ini, penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan individu menghadapi realitas   hidup   dengan   cara   yang   baik,   akurat   sehat   dan   mampu bekerjasama dengan orang lain secara efektif dan efisien, serta mampu memanipulasi faktor lingkungan sehingga dorongan emosi, dan kebiasaan menjadi lebih terkendali dan terarah.



Berdasarkan tiga sudut pandang diatas, penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku yang diperjuangkan individu agar dapat menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal,  ketegangan,  frustasi,  konflik,  serta  untuk  menghasilkan  keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari lingkungan tempat individu berada.
Menurut Mu’tadin (2005) penyesuai diri merupakan salah satu persyaratan bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu. Dalam proses penyesuaian diri, individu mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi ini dapat berupa    individu mengubah dirinya sesuai dengan keadaan lingkungan (penyesuaian pasif) atau mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya sendiri (penyesuaian aktif) (Gerungan dalam Sobur, 2005).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan  suatu  proses  dinamis  yang  bertujuan  untuk  mengubah  perilaku individu  agar  dapat  menghadapi  kebutuhan  dari  dalam  dirinya,  ketegangan, frustasi serta konflik sehingga hubungan individu dengan lingkungannya menjadi lebih harmonis.



2. Karakteristik Penyesuaian Diri

Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan tertentu yang menyebabkan individu tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan tersebut bisa berasal dari dalam diri individu atau bisa juga berasal dari luar diri individu. Menurut



Hartono dan Sunarto (2006), penyesuaian diri dapat dilakukan secara baik dan buruk.
a.   Penyesuaian Diri yang Baik

Menurut Hartono & Sunarto (2006) individu yang mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
1.   Tindak menunjukkan adanya ketegangan emosional

2.   Tidak menunjukkan mekanisme–mekanisme psikologis

3.   Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

4.   Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri

5.   Memiliki kemampuan untuk belajar

6.   Menghargai pengalaman

7.   Bersikap realistik dan obyektif

Hal   yang   sam juga   diungkapkan   oleh   Schneiders   (1964)   yang mengatakan bahwa penyesuaian diri yang baik memiliki 7 karakteristik. Adapun 7 karakteristik penyesuaian diri yang normal menurut scneiders (1964), antara lain:
1.   Tidak   menunjukkan   emosi   yang   berlebihan   (absence   of   ecessive emotionality)
Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya emosi yang berlebihan atau emosi yang merusak. Individu mampu menanggapi berbagai situasi atau masalah dengan emosi yang tenang dan terkontrol.
2.   Tidak  menunjukkan  mekanisme  psikologis  (absence  of  psychological mechanisms)
Dalam menghadapi masalah ataupun konflik, individu yang memiliki penyesuaian  diri  yang  normal  akan  menunjukkan  reaksi  berterus  terang



daripada reaksi yang disertai dengan mekanisme-mekanisme psikologis seperti rasionalisasi, proyeksi, sour-grape, atau kompensasi.
3.   Tidak  menunjukkan  perasaan  frustasi  pribadi  (absence  of  the  sense  of personal frustration)
Penyesuaian  diri  yang  normal  sebagian  besar  ditandai  dengan  perasaan bebas dari frustasi pribadi. Perasaan frustasi hanya akan membuat individu mengalami kesulitan dan kadangkala tidak memungkinkan individu untuk beraksi secara normal terhadap situasi atau masalah.
4.   Adanya pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self direction)
Individu yang melakukan penyesuaian diri yang normal biasanya mampu mempertimbangkan masalah, konflik dan frustasi secara rasional serta mampu mengarahkan dirinya untuk menyelesaikan masalah yang muncul.
5.   Kemampuan untuk belajar (ability to learn)

Proses penyesuaian diri yang normal ditandai dengan sejumlah pertumbuhan atau perkembangan yang berhubungan dengan cara menyelesaikan situasi- situasi yang penuh konflik, frustasi dan ketegangan.
6.   Memanfaatkan pengalaman (utilization of past experience)

Penyesuian diri yang normal ditandai dengan kemampuan individu untuk belajar  dan  memanfaatkan  pengalaman  masa  lalu  dalam  menghadapi tuntutan situasi yang ada.
7.   Sikap realistik dan objektif (realistic and objective atitude)

Karakteristik ini berhubungan dengan orientasi individu dalam menghadapi kenyataan.  Sikap ini didasarkan pada proses belajar, pengalaman masa lalu



dan pemikiran rasional yang memungkinkan individu untuk menilai dan menghargai situasi, masalah, maupun keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Menurut  Hartono &  Sunarto  (2006)  penyesuaian  diri  yang  baik  dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti :
1.   Menghadapi masalah secara langsung

Dalam  situasi  ini  individu  secara  langsung  menghadapi  masalahnya dengan segala akibatnya. Individu melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seseorang mahasiswa terlambat menyerahkan tugas karena sakit maka dia memberitahukan kepada dosennya apa yang menjadi penyebabnya.
2.   Melakukan penjelajahan ( eksplorasi)

Dalam situasi ini individu mencari berbagai pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalah. Misalnya seorang mahasiwa yang merasa  kurang  mampu  dalam  mengerjakan  tugas  akan  mencari  bahan untuk   menyelesaikan   tugas   tersebut   dengan   cara   membaca   buku, konsultasi dan diskusi.
3.   Coba-coba (trial and eror )

Dalam cara  ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba dalam arti kalau menguntungkan akan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan.
4.   Mencari pengganti ( substitusi)

Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film digedung bioskop, dia pindah nonton tv.
5.   Menggali kemampuan diri



Dalam  hal  ini  individu  mencoba  menggali  kemampuan-kemampuan khusus yang ada dalam dirinya, kemudian mengembangkannya sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misalnya seorang mahasiwa yang mengalami kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dengan cara memberikan les private. Dari usahanya tersebut ia dapat mengatasi kesulitan keuangannya.
6.   Belajar

Dengan belajar individu akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang  dapat  membantunya  dalam  menyesuaikan  diri.  Misalnya  seorang guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
7.   Inhibisi dan pengendalian diri

Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut dengan inhibisi. Disamping itu individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakan.
8.   Penyesuaian diri dengan perencanaan yang cermat

Dalam situasi ini individu melakukan tindakan-tindakan berdasarkan suatu perencanaan cermat. Keputusan akan diambil setelah mempertimbangkan terlebih dahulu untung ruginya.
Singkatnya individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik/normal adalah individu yang tidak menunjukkan emosi yang berlebihan, tidak menunjukkan   mekanisme   psikologis,   tidak   menunjukkan   frustasi   pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, memiliki kemampuan untuk



belajar dapat memanfaatkan pengalaman serta memiliki sikap yang realistik dan objektif. Penyesuaian diri yang baik dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan menghadapi masalah secara langsung, eksplorasi, coba-coba, mencari pengganti, menggali kemampuan diri, belajar, inhibisi dan pengendalian diri serta perencanaan yang cermat.
b. Penyesuaian Diri yang Buruk

Menurut Hartono & Sunarto (2006) individu yang gagal melakukan penyesuaian diri yang baik akan melakukan penyesuaian yang buruk. Penyesuaian diri yang buruk ditandai dengan reaksi-reaksi sebagai berikut :
1.   Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus dari reaksi ini antara lain :
-    Rasionalisasi, yaitu reaksi bertahan dengan cara mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
-    Represi,  yaitu  berusaha  untuk  menekankan  pengalaman  yang  tidak menyenangkan   kedalam   alam   tidak   sadar.   Individu   berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan.
-    Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima.
-    Teknik anggur asam atau sour grape, yaitu dengan memutar-balikkan kenyataan.
2.   Reaksi menyerang (Aggressive Reaction )



Orang yang memiliki penyesuaian diri yang buruk menunjukkan tingkah laku yang sifatnya menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksinya selalu tampak dalam tingkah laku :
-    Senang mengganggu orang lain

-    Selalu membenarkan diri sendiri

-    Ingin memiliki segalanya

-    Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.

-    Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka

-    Menunjukkan sikap menyerang dan merusak

-    Keras kepala dalam perbuatannya

-    Bersikap balas dendam

-    Merampas hak orang lain

-    Marah secara berlebihan

3.   Reaksi melarikan diri (Escape Reaction)

Dalam reaksi ini individu yang mempunyai penyesuaian diri yang salah atau buruk akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya terlihat dalam tingkah laku sebagai berikut :
-    Fantasi, yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai)
-    Regresi, yaitu individu kembali kepada tingkah laku yang menyerupai perilaku ditingkat perkembangan yang lebih awal.
-    Banyak tidur

-    Minuman minuman keras

-    Menjadi pecandu ganja dan narkotik



-    Bunuh diri

Singkatnya individu yang memiliki penyesuaian diri yang buruk menunjukkan ciri-ciri yang berlawanan dengan penyesuaian diri yang baik/normal dan selalu disertai dengan reaksi-reaksi bertahan, menyerang serta melarikan diri dalam menghadapi situasi, masalah, konflik maupun ketegangan yang ada.



3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri

Menurut  Hartono  &  Sunarto  (2006)  seorang  individu  tidak  dilahirkan dalam keadaan sudah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya (Mu’tadin, 2005).
Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2004), mengatakan setidaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri, yaitu :
1.   Kondisi Fisik

Aspek-aspek    yang    berkaitan    dengan    kondisi    fisik    yang    dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah :
a.  Hereditas dan konstitusi fisik

Semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau kecenderungan yang berkaitan dengan konstitusi fisik maka semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Bahkan dalam hal tertentu kecenderungan kearah malasuai diturunkan secara genetis melalui temperamen. Contohnya, sifat pemarah akan mempengaruhi kemampuan individu



dalam menyesuaikan diri. Faktor lain yang berkaitan dengan konstitusi fisik dan dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah inteligensi dan imaginasi.
b.   Sistem utama tubuh

Sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem saraf, kelenjar, dan otot. Sistem saraf yang sehat dan normal merupakan syarat mutlak bagi fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal dan memiliki pengaruh yang baik pula terhadap penyesuaian diri individu dan sebaliknya.
c.   Kesehatan fisik

Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri yang sangat penting bagi proses penyesuaian diri. Contohnya individu yang sangat lelah akan kurang percaya diri dan kurang mampu melaksanakan tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab.
2.   Kepribadian

Unsur-unsur     keperibadian     yang     penting     pengaruhnya     terhadap penyesuaian diri adalah :
a.  Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku dan sikap. Oleh sebab itu, semakin kaku dan tidak ada kemauan serta kemampuan seseorang untuk merespon lingkungan,



maka semakin besar kemungkinannya untuk mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.
b.  Pengaturan diri

Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri ini  dapat  mengarahkan  kepribadian  normal  mencapai  pengendalian diri dan realisasi diri.
c.   Realisasi diri

Proses penyesuaian diri sangat erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian.  Jika  perkembangan  kepribadian  berjalan  normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja maka didalamnya  tersirat potensi latent baik dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai,     penghargaan  diri  dan  lingkungan  serta  karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian yang dewasa.
d.  Inteligensi

Baik-buruknya penyesuaian diri individu ditentukan oleh kapasitas inteligensinya, sebab inteligensi dapat mempengaruhi perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan. Contohnya, kualitas pemikiran individu memungkinkan individu tersebut untuk memilih dan mengambil keputusan penyesuaian diri secara inteligen dan akurat.



3.   Pendidikan

Unsur-unsur  pendidikan  yang  dapat  mempengaruhi  penyesuaian  diri individu adalah :



a.   Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat kepribadian yang  diperlukan  bagi  penyesuaian  diri  diperoleh  dan  menyerap kedalam diri individu melalui proses belajar.
b.   Pengalaman

Pengalaman yang menyehatkan dan pengalaman traumatik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses penyesuian diri. Pengalaman yang menyehatkan dapat dijadikan dasar untuk ditransfer oleh individu ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Sementara pengalaman traumatik hanya akan membuat individu cenderung ragu- ragu, kurang percaya diri, rendah diri, atau bahkan merasa takut ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
c.   Latihan-Latihan

Latihan   merupakan   proses   belajar   yang   diorientasikan   kepada perolehan keterampilan atau kebiasaan. Tidak jarang seseorang yang sebelumnya memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, tetapi karena melakukan latihan sungguh-sungguh akhirnya lambat laun menjadi bagus dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru.



d.   Determinasi diri

Kemampuan   individu   dalam   menentukan   dirinya   sendiri   sangat penting  dalam  proses  penyesuaian  diri.  Contohnya,  individu  yang



mengalam penolakan   dari   orang   tuanya   menyebabkan   individu tersebut  merasa  ditolak  oleh  orang  lain  ataupun  lingkungannya. Dengan determinasi diri, individu tersebut secara bertahap dapat mengatasi penolakan maupun pengaruh buruk lainnya yang muncul karena penolakan orang tua tersebut.
4.   Lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri meliputi:

a.   Lingkungan keluarga

Lingkungan  keluarga  merupakan  lingkungan  utama  yang  sangat penting dalam proses penyesuaian diri individu. Unsur-unsur dalam keluarga, seperti interaksi orang tua dengan anak, interaksi anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga, karakteristik anggota keluarga, dan  gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu.
b.   Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah juga dapat menjadi kondisi yang memungkinkan berkembang atau terhambatnya proses perkembangan penyesuaian diri individu. Pada umumnya sekolah dipandang sebagai sarana yang berguna  untuk  mempengaruhi  kehidupan  dan  perkembangan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap dan moral siswa.






c.   Lingkungan Masyarakat



Lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi perkembangan penyesuaian diri individu. Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma  moral,  dan  perilaku  masyarakat  akan  di  identifikasi  oleh individu yang berada dalam masyaarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian dirinya.
d.   Agama dan Budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, yang memberi makna sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan individu. Budaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu,   hal   ini   dapat   dilihat   dari   karakteristik   budaya   yang diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dengan demikian baik agama maupun budaya memiliki pengaruh yang berarti bagi perkembangan penyesuaian diri individu.
Berdasarkan  penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik, kepribadian, pendidikan, lingkungan, agama dan budaya.



4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Menurut Mu’tadin (2005) penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu :

1.   Penyesuaian Pribadi

Penyesuian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak objek sesuai dengan   kondisi   dirinya   tersebut.   Keberhasilan   penyesuaian   pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaaannya ditandai dengan tidak adanya kecemasan yang menyertai  rasa  bersalah,  rasa  tidak  puas,  rasa  kurang  serta  keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian diri pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
2.   Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial dapat diartikan sebagai keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan   sosial   tempat   individu   berinteraksi   dengan   orang   lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat disekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat disekitar tempat tinggalnya, atau masyarakat luas secara umum. Dalam penyesuaian sosial, individu harus mematuhi norma-norma dan peraturan sosial   yang   berlaku   di   masyarakat.   Biasanya   orang   yang   berhasil



melakukan penyesuaian sosial dengan baik akan mengembangkan sikap sosial yang menyenangkan, seperti bersedia untuk membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan.
Berdasarkan  penjelasan  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  ada  2  aspek dalam penyesuaian diri. Pertama penyesuaian pribadi, yaitu kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara individu dengan lingkungan disekitarnya. Kedua adalah penyesuaian sosial, yaitu keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan orang lain secara umum dan dengan kelompoknya secara khusus.


BAB IV
PENUTUP

Demikian makalah ini kami tulis, semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam membantu menambah wawasan mengenai teori dan konsep diri dan penyesuaian diri. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan. Terimakasih.



Tag: #Teori konsep diri.pdf, #penyesuaian diri.pdf, #konsep diri.doc #penyesuaian diri.doc
Sumber:

http://repository.usu.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar