Minggu, 01 Mei 2016

Politik








MAKALAH POLITIK



Penyusun:
Muhammad Wahyu Fajar





KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
 Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Hormat kami,
Tim Makalah








BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan masalah diantaranya:
A. Apa pengertian definisi Politik?
B. Bagaimana Sejarah Munculnya Politik atau Partai Politik?
C. Bagaimana sistem Klasifikasi Kepartaian?
D. Bagaimana Sistem Kepartaian di Indonesia?



Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui pengertian definisi Politik?
B. Mengetahui  Bagaimana Sejarah Munculnya Politik atau Partai Politik?
C. Mengetahui Bagaimana sistem Klasifikasi Kepartaian?
D. Mengetahui Bagaimana Sistem Kepartaian di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis (bahasa Yunani),  yang artinya negara kota. Namun kemudian dikembangkan dan diturunkan  menjadi kata lain seperti polities (warga negara), politikos (kewarganegaraan  atau civic), dan politike tehne (kemahiran politik), dan politike epistem (ilmu  politik),  (Cholisin, 2003:1).
Sedangkan menurut Meriam Budiardjo dalam bukunya mengatakan  bahwa politik adalah berbagai macam-macam kegiatan dalam suatu sistem  politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari  sistem itu dan melaksanakan tujuan itu. (Meriam Budiardjo, 2001:8). Jadi  politik ialah suatu proses dalam melaksanakan maupun dalam mencapai  tujuan dari politik itu sendiri.
Lain lagi pandangan dari Ramlan Surbakti (1992:11), yang menyatakan bahwa politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat,  dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sedangkan Menurut Hasan Al Banna (Usman Abdul Mu’iz, 2000:72). Politik adalah upaya memikirkan persoalan internal (mengurus persoalan pemerintah, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan kepada terhadap penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan), dan persoalan eksternal umat/rakyat (memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukan ditengah-tengah bangsa lain, serta membebaskan dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusanya) memberikan perhatian kepadanya, dan bekerja demi kebaikan seluruhnya (kemaslahatan umat) 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan negara, warganegara, kekuasaan dan segala proses yang menyertainya adalah tak lepas daripada yang namanya politik. Jadi politik memiliki arti yang luas.



B. Sejarah Munculnya Partai Politik
Partai Politik sebagai sarana bagi warga negara dalam rangka untuk ikut serta dalam pengelolaan negara merupakan suatu organisasi yang baru di dalam kehidupan manusia di bandingkan dengan organisasi negara, akan tetapi sejarah kelahiran partai politik cukup panjang. Namun, dapat kita lihat bahwa sejak dahulu, Partai politik telah di gunakan untuk memeprtahankan pengelompokan yang sudah mapan (seperti untuk gereja) atau untuk menghancurkan statusquo seperti yang dilakukan di Bolsheviks pada tahun 1917 tatkala menumbangkan kekaisaran Tsar.26
Pada umumnya perkembangan partai politik sejalan dengan perkembangan demokrasi, yakni dalam hal perluasan hak pilih dari rakyat dan perluasan hak-hak parlemen. 27 Partai politik pada pertama kali lahir di negara – negara Eropa barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. 28
                                                            
26 Ichsanul Amal,Teori – Teori Mutakhir Partai Politik,Tiara Wacana,Yogyakarta,2012 Halaman 19
27 Ibid.Halaman 2
28 Miriam Budiardjo,Op.Cit Halaman. 397

Kegiatan politik di akhir dekade 18-an di negara – negara barat pada umumnya di pusatkan dalam kelompok – kelompok politik yang ada di dalam parlemen. Baru pada akhir abad ke sembilan belas lah Partai Politik lahir yang kemudian menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah. Partai politik ini sendiri lahir oleh karena meluasnya hak pilih, sehingga pada masa itu kegiatan politik yang semula hanya berasa dalam lingkaran parlemen, juga akhirnya berkembang di luar parlemen dan kelompok – kelompok politik diluar parlemen melakukan pengumpulan pendukungnya menjelang pemilihan umum. Oleh karenanya kelompok politik yang berada di dalam parlemen merasa perlu untuk mengembangkan suatu organisasi massa sehingga lahirlah partai politik. Secara Umum, terdapat tiga pendekatan untuk memahami asal usul partai politik, pendekatan itu adalah pendekatan institusional, pendekatan historis dan pendekatan modernisasi.29
Teori Institusional memandang bahwa lahirnya partai politik dari dua arah yaitu partai politik yang tumbuh dari dalam parlemen dan partai politik yang tumbuh dari luar parlemen. Partai yang tumbuh di dalam parlemen mekanisme pertumbuhannya sangatlah sederhana yaitu dengan pembentukan kelompok – kelompok parlemen kemudian diikuti munculnya komite – komite pemilihan, dan akhirnya berkembang menjadi suatu hubungan permanen antara kedua elemen tersebut.30
Sementara itu, Partai Politik yang berasal dari luar parlemen sesungguhnya lahir sebagai simbol perlawanan ataupun sebuah gerakan perlawanan ideologis terhadap golongan – golongan yang berkuasa. Partai politik ini ingin berusaha untuk ikut serta dalam kekuasaan untuk memperjuangkan kepentingan – kepentingan dari kelompok – kelompok yang tidak terakomodir ataupun yang tersingkirkan. Sementara itu, Teori Historis dalam pandangannya memberi tekanan pada krisis – krisis sistemis yang berkaitan dengan proses pembangunan bangsa diantaranya krisis yang berkaitan dengan integrasi nasional, legitimasi bangsa dan tuntutan partisipasi yang lebih besar.31
Dalam teori ini, krisis – krisis ini lah yang kemudian melatar belakangi lahirnya partai politik dan krisis – krisis itu akan menentukan karakter partai. Salah satu krisis yanga ada dalam teori ini yaitu krisis legitimasi adalah salah satu faktor yang memunculkan perkembangan partai politik di benua eropa pada generasi pertama. Di eropa pada saat itu sedang terjadi krisis legitimasi terhadap parlemen yang ada pada saat itu. Pada saat itu, pandangan terhadap institusi – institusi perwakilan yang ada sangat negatif, partai politik yang lahir dari dalam parlemen terbentuk ketika legitimasi institusi perwakilan yang ada tersebut sedang diragukan. Teori selanjutnya adalah teori modernisasasi pembangunan politik. Menurut teori ini, partai politik merupakan sebagai produk dari adanya modernisasi di bidang sosial dan ekonomi karena ada sebuah formulasi yang mebgatakan bahwa partai – partai massa adalah produk dari modernisasi sosial. 32
Dalam masyarakat modern, Partai politik muncul hanya dengan maksud memobilisasi massa saja tetapi tidak memiliki maksud untuk mengadakan suatu revolusi. Beberapa ahli mengelompokan munculnya partai politik dengan– dampak industrialisasi.33
Industrialisasi menimbulkan adanya biaya – biaya yang substansial terhadap kelompok sosial tradisonal sehingga mendorong kelompok sosial tradisional ini untuk membentuk partai politik seperti partai – partai yang berbasis agraria, sehingga dapat mempertahankan diri terhadap munculnya ancaman – ancaman dari kelompok industrialisasi. Sementara itu, Maurice Duverger dalam buku Teori – teori Mutakhir partai politik yang ditulis oleh Ichsanul Amal mengklasifikasikan asal mula partai politi tersebut ke dalam dua bagian yaitu Partai Politik yang tumbuh dalam lingkar parlemen dan partai politik yang tumbuh di luar parlemen. Partai yang tumbuh di lingkungan parlemen diawali dengan pembentukan kelompok – kelompok parlemen , kemudian diikuti munculnya komite – komite pemilihan, dan akhirnya kedua elemen tersebut berkembang menjadi memiliki suatu hubungan yang permanen.
29 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 10
30 Ichlasul Amal, Op.Cit Halaman 2
31 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman. 11
32 Ibid. Halaman 12
33 Ibid

Di negara – negara tertentu, asal mula kelompok – kelompok parlemen itu berasal dari kelompok-kelompok kedaerahan yang kemudian berkembang membentuk suatu kelompok ideologis. Sebagai contoh di Perancis pada tahun 1789, Partai – partai yang berdiri di dalam majelis konstituante  
merupakan perkembangan dari kelompok-kelompok kedaerahan. Diawali dengan maksud untuk mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan dari daerahnya masing – masing hingga akhirnya kelompk daerah melakukan suatu perkumpulan yang tidak hanya membahas mengenai daerahnya saja namun hingga membicarakan persoalan kebijakan nasional hingga akhirnya kelompok lokal ini menjadi suatu kelompok ideologis.
Selain daripada itu, ada pula kelompok – kelompok ideologis yang lahir bukan dari kelompok-kelompok lokal namun lahir dari pertemuan para wakil- wakil yang memiliki suatu ide yang sama dan tidak lagi sekedar mengumpulkan ide oleh karena kesamaan daerah asalnya.
Sementara itu, kemunculan komite-komite pemilihan lokal sangat erat kaitannya dengan meluasnya hak pilih rakyat. Hak pilih rakyat yang meluas itulah yang kemudian menyebabkan perlunya membawa pemilih-pemilih baru ke dalam partai. Faktor lain yang menyebabkan munculnya komite – komite pemilihan adalah perkembangan egalitarianisme dan keinginan untuk menyingkirkan kaum elite tradisional.34
Oleh karena, apabila tidak ada komite pemilihan yang mampu menyelamatkan kepentingan dari pemilih baru ketika terjadi perluasan hak pilih secara tiba – tiba maka yang menang adalah kaum elite tradisional yang mana kaum elite tradisional merupakan satu-satunya calon yang dikenal.  Jika sel – sel induk, kelompok – kelompok parlementer dan komite –komite pemilihan sudah terbentuk, maka yang diperlukan supaya berubah menjadi partai politik sebenarnya tinggallah koordinasi permanen dan hubungan-hubungan reguler yang mempersatukan mereka. 35
Sementara itu, Partai yang muncul di luar parlemen umumnya muncul dari kelompok – kelompok ataupun asosiasi – asosiasi yang berada di luar parlemen seperti kelompok serikat buruh, masyarakat-masyarakat filsafat dan yang lainnya.                                                            

34 Ibid. Halaman 6
35 Ibid. Halaman 8

Sebagai contoh ialah kelahiran Partai Buruh Inggris pada tahun 1899 sebagai hasil
dari kongres serikat buruh di Inggris pada saat itu. Selain itu ada pula partai –
partai yang muncul dengan latar belakang agraris yang muncul akibat pengaruh
daripada koperasi-koperasi pertanian dan asosiasi-asosiasi pertanian adapula
partai yang muncul yang berasal dari pengaruh gereja dan sekte – sekte
keagamaan seperti munculnya Partai Katolik Konservatif,Partai Kristen
Historis,dan Partai Kristen Demokrat.

C. Klasifikasi Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian pada awalnya ditemukan dalam karya Duverger, yaitu
untuk menggambarkan bentuk dan corak dari kehidupan bersama partai politik di
beberapa negara. 36
Duverger membayangkan sistem kepartaian adalah relasi
diantara karakteristik tertentu partai politik diantaranya jumlah, ukuran respektif,
sekutu, lokasi geografis, distribusi politik, dan sebagainya.37
Sistem kepartaian sangat berkaitan erat dengan stabilitas dan instabilitas
suatu pemerintahan. Pada umumnya, sistem dwi partai dipandang sebagai sistem
kepartaian yang paling ideal bagi seluruh sistem pemerintahan. Rokkan
berpendapat seperti yang dikutib Lane bahwa apakah sebuah negara berada dalam
situasi politik yang stabil atau senantiasa bergejolak dapat diketahui dengan
melihat sistem kepartaiannya, konfigurasi dan warisan sejarahnya.38
                                                            
36 Sigit Pamungkas,Op.Cit Halaman. 42
37 Ibid. Halaman 43
38 Ibid.

Sementara itu, Sigit Pamungkas dalam bukunya partai politik teori dan
praktik di Indonesia, setidaknya ada empat pendekatan dalam memahami sistem
kepartaian di sebuah negara. Empat pendekatan itu adalah :
1. Pendekatan berbasis numerik Partai
2. Pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai
3. Pendekatan berbasis pola formasi pemerintahan
4. Pendekatan berbasis jumlah dan jarak ideologi partai
Sebagai penjabarannya, pendekatan pertama yang dikenal adalah
pendekatan berbasis numerik partai maksudnya adalah metode pendekatan ini
menggolongkan sistem kepartaian sesuai dengan jumlah keberadaan partai politik
di dalam suatu negara. Pendekatan ini membagi sistem kepartaian menjadi tiga
yaitu sistem partai tunggal yang mana hanya ada satu kekuatan partai dalam suatu
parlemen, kemudian sistem dwi partai yang mana ada dua kekuatan partai dalam
suatu parlemen dan sistem multi partai yang mana terdapat lebih dari dua
kekuatan partai dalam suatu parlemen.
Pendekatan yang kedua ialah pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan
relatif partai dimana pendekatan ini pertama kali di lakukan oleh Jean Blondel
pada tahun 1968 yang mana pada intinya pendekatan ini dilakukan dengan
menghitung ukuran dan kekuatan relatif yang bersumber dari perolehan suara
suatu partai politik. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan bagian rata-
rata suara yang dimenangkan oleh dua partai terbesar dan kemudian mepertimbangkan perbandingan bagian partai pertama pada partai kedua dan
ketiga. 39
Pendekatan yang berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai ini kemudian
menggolongkan sistem kepartaian menjadi empat sistem, yaitu :
1. Sistem Dua Partai, yang mana dalam sistem ini adalah ketika hasil
dari pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai politik
dalam suatu negara lebih besar 89% jumlah suara sah. Sebagai
contoh : Amerika Serikat
2. Sistem Dua setengah Partai, yang mana di dalam sistem ini adalah
ketika hasil dari pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai
politik dalam suatu negara berkisar dari 75% hingga 80 % namun
terjadi perbedaan sekitar 10,5 % jumlah suara antara suara partai
pertama dengan suara partai kedua. Sebagai contoh : Kanada
3. Sistem Multipartai-predominan, yang mana di dalam sistem ini
terdapat satu partai politik besar didalam suatu negara yang memiliki
suara diatas 40 % atau bahkan lebih sebagai hasil dari pemilihan
umum. Sebagai Contoh : Swedia
4. Sistem Multi Partai tanpa partai predominan, yang mana dalam sistem
ini tidak ada satupun partai politik dalam negara tersebut yang mampu
memperoleh suara hingga angka 40% pada pemilihan umum. Sebagai
Contoh : Belanda
                                                            
39 Ibid.Halaman 46

Sementara itu, Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan yang berbasis
pola formasi pemerintahan yang mana termasuk pendekatan ini yaitu pola
klasifikasi yang dikembangkan oleh Dahl dan Rokkan. Dahl, pada tahun 1966
mengklasifikasikan sistem kepartaian berdasarkan tingkat kompetisi antar partai
politik sehingga muncullah metode dengan pola oposisi partai di arena elektoral
dan legislatif yang mana dengan pola seperti itu maka ditemukan empat tipe
kepartaian yakni sistem kepartaian yang kompetitif ketat, sistem kepartaian yang
kooperatif dalam sistem kompetitif, sistem kepartaian yang bergabung dalam
sistem kompetitif dan sistem kepartaian bergabung sepenuhnya.
Sementara itu, cara klasifikasi sarjana lain yang masuk dalam pendekatan
berbasis pola formasi pemerintahan adalah klasifikasi yang dilakukan oleh
Rokkan. Rokkan pada tahun 1970 menggunakan pola pemerintah dan oposisi
untuk mengklasifikasikan sistem kepartaian.40
Dengan cara yang dikemukakan
Rokkan ini, maka akan tercipta setidaknya tiga tipe kepartaian yakni dengan pola
1 vs 1+1 , pola 1 vs 3-4, dan sistem multi partai dengan pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3.
Untuk menjelaskan tipe kepartaian yang dikemukakan oleh Rokkan, maka
dilakukan penjelasan oleh Peter Mair, yang mana menurut penjelasan Peter Mair
menyatakan bahwa pola 1 vs 1+1 adalah suatu pola dengan sistem yang di
dominasi dengan kompetisi diantara dua partai politik utama dengan partai ketiga
yang juga ikut terlibat di dalamnya.41
                                                            
40 Ibid. Halaman 47
41 Ibid.

Kemudian, masih menurut Peter Mair, pola 1 vs 3-4 adalah suatu pola
dimana terdapat satu partai politik besar yang beroposisi dengan gabungan
beberapa partai-partai politik kecil. Untuk pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3 PETER MAIR,
menjelaskan bahwa pola ini merupakan suatu sistem dimana dalam sistem ini
kompetisi antar partai politi di dominasi oleh tiga atau bahkan lebih partai politik
besar yang maan perolehan suaranya relatif sama.
Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan yang berbasis jumlah dan
jarak ideologi partai yang mana pendekatan ini di konsepkan oleh Sartori pada
tahun 1976 sehingga dengan pendekatan ini akan ditemukan tujuh sistem
kepartaian sebagaimana yang tercantum dalam buku partai politik teori dan
praktik di Indonesia yaitu sistem partai tunggal, sistem partai hegemonik, sistem
partai predominan, sistem dua partai, sistem pluralisme terbatas, sistem pluralisme
ekstrim, dan sistem atomik.
Sementara itu pendapat lain dari Maurice Duverger pada tahun 1954
mengemukakan ada tiga klasifikasi sistem kepartaian yakni sistem partai tungal,
sistem dua partai , dan sistem multi partai.
1. Sistem Partai Tunggal
Sistem Partai Tunggal merupakan sistem kepartaian yang ada di dalam suatu
negara yang mana dalam negara tersebut hanya terdapat satu partai politik yang
dominan. Sebagian pengamat berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal
merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri sebab suatu sistem selalu
mengandung lebih dari satu bagian.42
Pada umumnya sistem kepartaian yang seperti ini dianut oleh negara – negara
yang baru saja merdeka,oleh karena sebagai sebuah negara baru, negara tersebut
belum mampu untuk mencipatakan sebuah demokrasi dengan memunculkan
beberapa partai politik. beberapa negara-negara yang menganut sistem kepartaian
seperti ini yaitu Afrika,China,Kuba,dan Uni Soviet pada masa jayanya.
Pola sistem kepartaian ini disebutkan adalah suatu sistem kepartaian yang
tidak kompetitif oleh karena dalam sistem ini setiap golongan maupun setiap
orang mau ataupun tidak mau harus menerima setiap pimpinan partai politik
sehingga apabila tidak dapat menerima pimpinan partai politik tersebut dianggap
sebagai suatu tindakan penghianatan.
Negara yang paling berhasil menganut sistem ini adalah Uni soviet pada masa
kejayaannya. Partai Komunis Uni soviet berhasil menyingkirkan partai-partai
politik lain dan bekerja secara tidak kompetitif. Di negara Uni Soviet ini tidak
diperkenankan adanya partai politik lain untuk tumbuh dan berkembang selain
dari pada Partai Komunis Uni Soviet dan setiap munculnya oposisi maka akan
diaggap sebagai suatu penghianatan. Partai tunggal dan organisasi yang bernaung
di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan
menekankan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara
menyeuluruh.43
                                                            
42 Miriam Budiarjo, Op.Cit Halaman 415
43 Ibid.Halaman 416

2. Sistem Dua Partai
Sistem Dua Partai dapat diartikan yakni ada dua kekuatan partai politik yang
dominan di dalam suatu negara. Miriam Budiarjo, dalam buku dasar-dasar ilmu
politik memberikan pengertian bahwa sistem dua partai adalah adanya dua partai
diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam
suatu pemilihan umum secara bergiliran, sehingga dengan demikian mempunyai
suatu kedudukan yang dominan.
Dalam sistem ini, partai terbagi menjadi dua yakni partai berkuasa dan partai
posisi. pembagian partai ini didasarkan pada hasil pemilihan umum yang mana
partai yang menang akan menjadi partai penguasa dan partai yang kalah dalam
pemilihan umum akan menjadi partai oposisi. Dalam sistem ini partai yang kalah
berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia (loyal opposition) terhadap
kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa
peranan ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan.44
Sistem Dua Partai sendiri dikatakan sebagai suatu sistem kepartaian yang ideal
dan dapat menjaga kekondusifan stabilitas politik dalam suatu negara oleh karena
hanya ada dua partai yang dominan dalam suatu pemerintahan sehingga dengan
demikian jelas terbagi mana partai ya pro terhadap pemerintahan dan yang
menjadi oposisi terhadap pemerintahan. Namun, terdapat kritik dari sarjana Ilmu
Politik, Robert Dahl. Dahl berpendapat bahwa dalam masyarakat sistem dua
partai apabila terjadi perbadaan pandangan maka akan yang akan terjadi adalah
mempertajam perbedaan oleh karena tidak ada kelompok ditengah-tengah yang
dapat merdekannya.
Negara-negara yang menganut sistem dua partai umumnya merupakan negara-
negara anglo saxon seperti Inggris dan Amerika. Inggris merupakan salah satu
negara yang disebut ideal dalam melaksanakan sistem dua partai. Sistem dua
partai ini dapat berjalan dengan baik apabila memenuhi tiga syarat yaitu,
komposisi masyarakat bersifat homogen, adanya konsesus kuat dalam masyarakat
mengenai asas dan tujuan sosial dan politik, dan adanya kontinuitas sejarah.45
Sistem dua partai ini pada umumnya disertai dengan sistem pemiliihan yang
bersistem distrik yang mana dalam pemilihan yang bersifat distrik tersebut satu
wakil untuk mewakili satu daerah sehingga dengan demikian pertumbuhan partai
politik kecil akan terhambat, sehingga yang kemudian muncul hanyalah partai-
partai dominan.
3. Sistem Multi Partai
Sistem multi partai adalah suatu sistem kepartaian yang mana di dalam suatu
negara ada terdapat banyak partai politik. Miriam Budiarjo, mengemukakan
bahwa keanekaragaman budaya politik yang ada di dalam suatu masyarakat akan
mendorong pilihan ke arah sistem multi partai.
Apabila didalam suatu negara terdapat beragam suku,agama, maupun ras akan
mendorong masyarakat untuk membentuk suatu kelompok sendiri yang kemudian
kelompok-kelompok yang plural ini mendorong pilihan kepada sistem Multi
                                                            
45 Ibid. Halaman 417

Partai oleh karena adanya pluralitas budaya dan pluralitas politik tersebut. Negara-
negara yang menganut sistem multi partai ini diantaranya adalah
Indonesia,Malaysia , dan Belanda.
Sistem Multi partai ini apabila dihubungkan dengan sistem pemerintahan
maka sistem pemerintahan yang cocok dengan sistem multi partai ini adalah
sistem pemerintahan parlementer karena sistem pemerintahan ini memusatkan
kekuasaannya pada legislatif. Sistem multi partai ini yang kemudian dapat
memunculkan koalisi antar partai politik karena, hasil dari pemilihan umum
dengan sistem multi partai ini cenderung jarang menempatkan satu partai politik
yang akan menjadi partai politik yang dominan sehingga memerlukan koalisi
untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat di parlemen.
Sistem multi partai ini juga dinilai tidak cocok di terapkan di nagara yang
menganut sistem pemerintahan presidensial. Hal ini karena stabilitas yang
dikehendaki dalam sistem presidensial hanya dapat terwujud jika tidak terlalu
banyak partai yang merebutkan kekuasaan.46
Apabila dikaitkan dengan sistem pemilihan maka sistem multi partai ini
diperkuat dengan sistem pemilihan perwakilan berimbang yang mana dengan
sistem pemilihan ini maka partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari
ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah pemilihan
dapat di tarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang
diperlukan guna memenangkan satu kursi.47
                                                            
46 
Janedjri
M
Gaffar
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11963&coid=3&caid=21&gid=3 diakses pada
tanggal 16 April 2013 Pukul 19.57
47 Miriam Budiarjo,Op.Cit Hlm.420

D. Sistem Kepartaian di Indonesia
Berbicara mengenai sistem kepartaian di Indonesia maka kita tidak
menemukan peraturan perundang-undanganpun yang mengatur mengenai sistem
kepartaian di Indonesia. Undang-undang dasar 1945 sendiri tidak menentukan
sistem kepartaian apa yang dianut, karena sistem kepartaian memang bukanlah hal
yang prinsipil dalam bernegara dan dapat berubah-ubah sesuai dengan dinamika
masyarakat.48
Sekalipun tidak tercantum secara tegas di dalam peraturan perundang-
undangan manapun di Indonesia, namun UUD 1945 secara tersirat menunjukkan
adanya suatu sistem kepartaian yang multi partai yaitu di dalam pasal 6A ayat 2
yang menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Frasa
“gabungan partai politik” menunjukkan adanya lebih dari satu partai yang
mengikuti suatu pemilihan umum tersebut.
Dalam sejarah Indonesia, sistem kepartaian yang ada di indonesia sendiri
sejak pelaksanaan pemilihan umum yang pertama hingga pemilihan umum 2009
adalah sistem kepartaian yang multi partai. Namun, pada masa kepemimpinan
soeharto sistem multi partai yang berlaku ialah sistem multi partai terbatas yang
mana pendirian partai politik dibatasi hanya 3 saja yaitu Golkar,PPP, dam PDI.
Pada awalnya, kemunculan partai – partai politik di Indonesia bermula
dari Maklumat Pemerintah yang ditandatangani oleh wakil presiden pada tanggal
                                                            
48
Janedjri
M.Gaffar
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11963&coid=3&caid=21&gid=3 diakses pada
tanggal 16 April 2013 Pukul 21.28 

3 november 1945 yang mana maklumat itu memberikan kebebasan kepada rakyat
untuk mendirikan partai politik untuk menyongsong pemilihan umum. Isi dari
maklumat itu adalah :
49
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena
dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin kejadian
yang teratur segala aliran paham ada dalam masyarakat
2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun,
sebelumnya dilangsungkan pemilihan anggota Badan
Perwakilan Rakyat pada bulan januari 1964.
Sekalipun maklumat keluar pada 3 november 1945, namun Pemilihan
umum itu sendiri baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua
tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan
pemilihan umum pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama
yang dilakukan di Indonesia.
Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak
partai sehingga hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah
menganut sistem kepartaian yang multi partai yakni Polarisme terpolarisasi yaitu
masing-masing partai politik memiliki yang berbeda tajam antara satu sama lain
dan hal tersebut tercermin dari perolehan empat besar suara hasil pemilihan umum
tahun 1955. Sehingga, Herbet feith menyimpulkan bahwa ada lima aliran ideologi
yang berpengaruh di Indonesia yakni komunisme, nasionalisme, radikal,
tradisionalisme jawa, islam, dan sosialisme demokrasi.50
                                                            
49 Maklumat Pemerintah 3 November 1945 
50  http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/sistem-kepartaian-di-indonesia.html diakses pada
tanggal 16 April 2013 Pukul 23.56 WIB

Perkembangan partai politik itu sendiri pada awal kemerdekaan di era
pemerintahan demokrasi liberal diwarnai dengan perdebatan antara soekarno dan
hatta mengenai format sistem kepartaian yang ideal. Soekarno berpendapat bahwa
demokrasi tidak perlu diterjemahkan sebagai kesempatan rakyat untuk
membentuk partai sehingga soekarno mengajukan PNI sebagai satu-satunya partai
politik.51
Sementara Hatta menginginkan rakyat diberikan kebebasan untuk
membentuk partai politik karena keterlibatan rakyat adalah suatu yang tak
terelakkan dalam pendirian partai politik. Namun pada akhirnya, dengan
keluarnya maklumat wakil presiden pada tanggal 3 November 1945 akhirnya
maka Indonesia masuk ke era multi-partai yang mana dalam kurun waktu 1945
hingga 1950 lahirlah partai-partai politik dengan garis ideologi yang bermacam-
macam.
Multi Partai pada masa demokrasi liberal di era pemerintahan soekarno
pada awal kemerdekaan terbukti mampu menjatuhkan pemerintah, sehingga
tercatat bahwa sampai pada tahun 1947 telah terjadi tiga kali perubahan kabinet
yakni kabinet syahrir I, kabinet syahrir II, dan kabinet syahrir III.
Era perkembangan partai politik selanjutnya yang juga masih dalam
pemerintahan soekarno yakni pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Pada
masa ini, peta politik Indonesia pada demokrasi terpimpin berubah secara drastis,
                                                            
51 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 149

yaitu dengan semakin berkurangnya peranan partai-partai politik, kecuali yang
dekat dengan Soekarno.52
Pada masa demokrasi terpimpin ini juga presiden Sokarno mengubur
partai-partai politik dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959
yang berisi :53
1. Pembubaran Konstituante
2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.
Dekrit presiden ini sendiri menandai berakhirnya pemerintahan oleh parti-
partai, berakhirnya sistem parlementarian berayun ke presidensialisme dan
berakhirnya liberalisme politik otoritarianisme.54
Pasca dikeluarkannya dekrit
presiden ini, Soekarno kemudian membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun
1955. Soekarno juga kemudian mengeluarkan peraturan mengenai
penyederhanaan partai yakni Penpres Nomor 7 tahun 1959, dan peraturan
mengenai pengakuan,pengawasan, dan pembubaran partai politik yakni Penpres
Nomor 13 tahun 1960. Soekarno kemudian hanya mengakui adanya sepuluh
partai politik yakni PNI,NU,PKI,Partai Katolik,Partai Indonesia,Partai
Murba,PSII,IPKI,Parkindo,dan Perti.
Disamping itu,pada tahun 1960 pemerintah juga membentuk suatu wadah
untuk memobilisasi semua kekuatan politik di bawah pengawasan pemerintah,
                                                            
52 Ibid.Halaman 151
53 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 
54 Sigit Pamungkas, Op.Cit Hlm. 151


yang di dasarkan pada ideologi Nasionalis,Agama,Komunis yang disebut Front
Nasional. Front Nasional diisi oleh semua partai, dan juga oleh kelompok-
kelompok yang sebelumnya belum mendapat kesempatan untuk berpartisipasi
dalam proses pembuatan keputusan seperti golongan fungsional dan abri.55
Yang diharapkan dari pembentukan Front Nasional ini sebenarnya adalah
untuk melemahkan kedudukan partai-partai politik.56
Namun pada masa ini PKI
berhasil berkembang sangat pesat hingga akhirnya meletusnya perisstiwa Gerakan
30 September PKI yang menjadi akhir dari sistem pemerintahan demokrasi
terpimpin oleh soekarno dan kemudian memberikan mandat kepada soeharto
untuk melakukan pembenahan terhadap situasi politik yang carut marut dan
kemudian akhirnya Soeharto diangkat menjadi presiden sehingga masuklah sistem
kepartaian ke era orde baru atau era kepemimpinan soeharto.
Sementara itu, perkembangan partai politik pada rezim soeharto sangat
dibatasi sehingga terbentuklah suatu sistem multi partai yang terbatas. Era Partai
politik di masa orde baru ini diawali dengan pembubaran PKI dan Partindo
sehingga hanya tinggal delapan partai politik era soekarno yang hidup. Perlahan –
perlahan peran partai politik mulai dibatasi di dalam kehidupan politik dan
kemudain dikendalikan oleh negara.
57
Sejarah juga mencatat bahwa pada awal
pemerintahan soeharto selain membubarkan PKI dan Partindo selain itu
pemerintah orde baru juga melakukan larangan terhadap bangkitnya kembali
                                                            
55 Miriam Budiarjo,Op.Cit .Halaman 441
56 Ibid
57 Sigit Pamungkas,Op.Cit Halaman 153

masyumi serta penolakan terhadap berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia
pada tahun 1967.
Pemilihan Umum tahun 1971 dimenangi oleh Golkar. Kemenangan
Golkar membuat golkar menjadi partai yang berkuasa dalam parlemen sehingga
memudahkan Golkar dalam memuluskan kepentingan politik orde baru termasuk
dalam hal kepartaian. Upaya yang dilakukan pemerintah orde baru dalam menata
sistem kepartaian di Indonesia dimulai dengan mengeluarkan kebijakan
penggabungan partai-partai atau fusi dalam rangka penyederhanaan partai politik.
Di hadapan partai politik, Presiden Soeharto mengemukakan sarannya
agar partai mengelompokkan diri menjadi tiga kelompok yakni Golongan
Nasional,Golongan Spiritual,dan Golongan karya.58
Upaya penyederhanaan
partai politik itu sendiri dimulai dari pembentukan koalisi di dalam parlemen
yakni kelompok Golongan Spiritual yang disebut kelompok persatuan
pembangunan yang berisi partai-partai politik islam yakni NU,Parmusi,PSII,serta
perti dan kelompok Golongan Nasional yang disebut kelompok demokrasi
pembangunan yang berisi, PNI,IPKI,Murba,Parkindo,dan Partai Katolik.
Setelah terbentuknya penggolongan-penggolongan di dalam parlemen
kemudian Orde Baru memaksakan untuk melakukan fusi partai politik demi
terciptanya suatu sistem kepartaian yang sederhana yakni partai-partai dalam
kelompok persatuan pembangunan bergabung menjadi satu Partai persatuan
pembangunan, dan partai-partai dalam kelompok demokrasi pembangunan
                                                            
58 Miriam Budiarjo,Op.Cit Halaman 445

menjadi satu partai yakni Partai Demokrasi Indonesia. Sehingga terciptalah suatu
sistem kepartaian yang sederhana yakni dua partai satu golkar. Golkar pada saat
itu tidak ingin disebutkan sebagai partai politik namun organisasi kekaryaan,
meskipun hakekat Golkar adalah partai politik.59
Selain itu, Orde Baru juga
menetapkan bahwa pancasila merupakan satu-satunya asas partai politik.
Upaya yang dilakukan orde baru pada masa itu tergolong sukses
menciptakan suatu sistem multi partai sederhana dengan pemilihan umum yang
diikuti oleh tiga peserta saja. Namun, penyeleggaraan pemerintahan oleh orde
baru dan kekuasaan golkar selama bertahun-tahun ternyata semakin mengekang
kebebasan setiap orang sehingga tidak diperkenankan munculnya partai-partai
baru sebagai peserta pemilu, karena soeharto berpandangan bahwa partai politik
sebagai sumber kekacauan dari sistem politik yang dibangun.60
Namun, oleh karena pengekangan-pengekangan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru
sehingga muncullah gelombang-gelombang protes hingga berujung pada jatuhnya
pemerintahan soeharto pada 21 mei 1998 yang disebut sebagai era reformasi.
Perkembangan kepartaian pasca jatuhnya Soeharto yang dsiebut dengan
era reformasi cukup besar. Hal ini diakibatkan karena pada masa orde baru partai-
partai politik tidak diperkenankan berdiri, sehingga dapat dikatakan bahwa
pendirian partai-partai politik ini sebagai suatu ekspresi kebebasan.
Desakan- desakan juga muncul dimasa pemerintahan awal reformasi yang
menginginkan agar kehidupan politik Indonesia lebih demokratis sehingga oleh
                                                            
59 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 154
60 Miriam Budiarjo,Op.Cit Halaman 448

karena itu BJ Habibie mengeluarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1999,
sehingga oleh karenanya partai-partai politik baru mulai muncul dan tercatat
pemilihan umum tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai dari 141 Partai Politik yang
mendaftarkan diri di Departemen Kehakiman.
Sistem kepartaian yang multi partai dalam era reformasi kali ini
memunculkan banyak sekali partai politik dengan beragam ideologi yang
mencapai ratusan partai politik. Pada masa ini BOUCHIER mengatakan bahwa
ada kemiripan antara masa awal reformasi ini dengan november 1945, masa
ketika partai politik tumbuh subur.61
Kemiripan itu adalah sehubungan dengan
hal-hal yaitu, euphoria berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik,
banyaknya kepentingan politik yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak
adanya otoritas politik yang punya kemauan mencegah hal itu.62
Pada masa era reformasi ini terbentuk suatu sistem kepartaian yang
pluarlisme terbatas. Ciri utamanya adalah terdapat partai politik dengan perolehan
suara yang cukup seimbang lebih dari lima partai, arus interaksi partai
multilateral, dan di dalam kekuasaan terjadi fregmentasi.63
Sistem kepartaian yang seperti ini membuat situasi politik menjadi rumit karena terjadi koalisi-koalisi
partai politik yang bergantung kepada kepentingan partai-partai politik saja.
Dengan munculnya banyak sekali partai politik, upaya untuk kembali
menyederhanakan partai politik pun muncul. Hal ini disebabkan oleh munculnya
                                                            
61 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 156
62 Ibid. Halaman 157
63 Ibid. Halaman 162

keanehan dalam sistem presidensial yakni mengenal istilah koalisi dan komposisi
kabinet yang berbentuk kabinet warna warni yang berisi unsur-unsur partai yang
ada DPR. Penyederhanaan sendiri dimulai dengan menerapkan electoral threshold
(ET) pada pemilihan umum 2004 dan Parliemantary Threshold (PT) pada
pemilihan umum 2009Pemberlakuan electoral threshold dan Parliemantary
Threshold diharapkan akan menjadi cara alamiah untuk mengurangi partai politik.
Ketentuan ET pada tahun 2004 menetapkan ada tujuh partai politik yang
lolos dan sepuluh partai politik yang tidak lolos. Kesepuluh partai politik yang
tidak lolos ET ini tidak diperkenankan ikut pemilihan umum berikutnya kecuali
harus memenuhi ketentuan di dalam undang-undang, namun demikian kesepuluh
partai politik ini tetap boleh menempatkan wakilnya duduk di legislatif.
Sementara itu ketentuan PT pada tahun 2009 menetapkan sembilan partai politik
lolos dan sekitar tiga puluh sembilan partai politik yang tidak lolos. Partai politik
yang tidak lolos ambang batas PT tidak diperkenankan untuk mendudukkan
wakilnya di legislatif sekalipun wakilnya tersebut memenuhi jumlah suara.
Namun usaha menyederhanakan jumlah partai dengan cara ini ternyata
tidak berjalan maksimal, kerena ternyata hasrat untuk mendirikan partai politik
tetaplah besar. Untuk menyiasati ini, akhirnya dikeluarkanlah suatu peraturan
perundang-undangan yang pada intinya untuk mempersulit berdirinya partai
politik dengan mengharuskan partai politik yang ingin mengikuti pemilu selain
mengikuti verifikasi di Departemen Hukum dan Ham juga melakukan verifikasi di
KPU dengan standard yang telah di tetapkan.

Menyongsong pemilihan umum 2014 hasrat untuk meminimalkan jumlah
partai juga besar. Melalui Undang-undang nomor 8 tahun 2012 persyaratan
semakin diperketat salah satunya dengan mensyaratkan partai politik harus lulus
verifikasi di seratus persen provinsi yang ada di Indonesia yang mencakup
kepengurusan, keanggotaan,dan keterwakilan perempuan. Disisi lain, untuk
mensiasati kesulitan verifikasi itu, partai-partai di DPR juga mencantumkan suatu
peraturan dalam pasal 8, yang mana dikatakan bahwa partai yang sudah lolos
ambang batas pada pemilu yang lalu diperbolehkan untuk ikut menjadi peserta
pemilu berikutnya, walaupun kemudian pasal ini dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi melalui Putusan Nomor 52/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa
semua partai politik wajib mengikuti verifikasi.
Dengan peraturan demikian, keberadaan partai politikpun semakin
sederhana atau sedikit. Berdasarkan hasil verifikasi KPU akhirnya hanya sepuluh
partai politik ditetapkan oleh KPU menjadi peserta pemilu melalui rapat pleno
terbuka yakni sembilan partai yang memiliki kursi di DPR dan satu partai baru
yaitu NasDem. Namun hasil ini kemudian berubah karena adanya putusan
Bawaslu dan PTTUN yang kemudian meloloskan PKPI dan PBB sehingga jumlah
partai politik yang akan mengikuti pemilu 2014 bertambah menjadi dua belas.


BAB VI
PENUTUP
Demikian makalah ini kami tulis, semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam mengembangkan kesadaran mengenai politik. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan. Terimakasih.

0 komentar:

Posting Komentar