Senin, 02 Mei 2016

Teori Emosi




MAKALAH
TEORI EMOSI




Editor:
Tim Makalah-makalah.com
2016




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
 Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Hormat kami,
Tim Makalah








BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan masalah diantaranya:
A. Apa definisi dan pengertian Emosi?
B. Bagaimana bentuk macam-macam Emosi?
B. Apa pengertian Regulator Emosi?

Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui definisi dan pengertian Emosi?
B. Mengetahui macam-macam Emosi?
B. Mengetahui pengertian Regulator Emosi?

15
 






BAB II

PEMBAHASAN

A.  EMOSI

1.   Pengertian Emosi

Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak  merupakan  hal  mutlak  dalam  emosi.  Daniel  Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi   gembir mendorong   perubaha suasana   hati   seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Chaplin (2002, dalam  Safaria, 2009) merumuskan emosi  sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan- perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Maramis (2009) dalam bukunya Ilmu Kedokteran Jiwa” mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung tidak lama  yang mempunyai komponen pada badan dan pada jiwa individu tersebut.
Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan organisme  yang disertai  oleh gejala-gejala kesadaran,  keperilakuan




15








dan proses fisiologis. Kesadaran apabila seseorang mengetahui makna situasi yang sedang terjadi. Jantung berdetak lebih cepat, kulit memberika respon   dengan   mengeluarka keringa da napas terengah-engah termasuk dalam proses fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut melakukan suatu tindakan sebagai suatu akibat yang terjadi.
Berdasarkan pengertian  di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur perasaan,  yanmengikuti  keadaan-keadaan  psikologis  dan  mental yang muncul serta penyesuaian batiniah dan mengekspresikan dirinya dalam tingkah laku yang nampak.
2.   Macam-macam Emosi

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Lazarus, Descrates, JB Watson dan Daniel Goleman.
Menurut Lazarus (1991, dalam Salamah) emosi-emosi yang terdapa pad seorang   individu,   yaitu:   ange (marah),   anxiety (cemas), fright (takut),  jealously (perasaan bersalah), shame (malu), disgust  (jijik)happiness  (gembira),  pride  (bangga)relief  (lega), hope (harapan),  love (kasih sayang), compassion (kasihan).
Sedangkan menurut Descrates (dalam Gunarsa 2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta) dan








joy (kegembiraan). sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan), Love (cinta).
Selain itu Daniel Goleman (2002, dalam Yuliani, 2013) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Goleman (2002) juga menyatakan bahwa perilaku individu yang muncul sangat banyak diawarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif yaitu perasaan-perasaan yang tidak di inginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman.
B.  REGULASI EMOSI

1.   Pengertian Regulasi Emosi

Thompson  (1994) mendefinisikan  regulasi  emosi  sebagai kemampuan individu   untuk   memonitor mengevaluasi   dan memodifikasi   reaksi   emosional untuk mencapai tujuan. Regulasi dipandang secara positif,  individu  yang melakukan  regulasi  emosi akan  lebih  mampu  melakukan  pengontrolan   emosi. Individu yang mampu mengekspresikan emosi dapat mengubah lingkungan sosial menjadi lebih baik. Reivich dan Shatte (2002), mendefinisikan regulasi emosi  sebagai  kemampuan  untuk  tenang  di  bawah  tekanan.  Lebih lanjut Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi yaitu     ketenangan     (calming)     dan fokus      (focusing),      individu      yang      mampu  mengelola  kedua








keterampilan   ini   dapa membantu   meredaka emosi   yan ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stres.
Gross dan Thompson (2007) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan  berbagaproses  tempaemosi  diaturProses  regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan bisa memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Emosi adalah proses yang melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu, regulasi    emosi   melibatkan perubahan      dalam      dinamika     emosi,    atau  waktu  munculnya, besarnya  lamanydan  mengimbangi  respon  perilaku,  pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa regulasi   emosi   adalah   kemampua untuk   teta tenang   dibawah tekanan, meliputi semua kesadaran dan ketidaksadaran strategi yang digunakan  untuk  menaikkan,  memelihara,  mengontrol  dan menurunkan emosi sehingga berpengaruh pada perasaan, perilaku, dan respon fisiologis.
2.   Aspek- aspek Regulasi Emosi

Thompson (1994), membagi aspek-aspek regulasi emosi yang terdiri dari tiga macam:
a. Kemampua memonitor   emosi   (emotions   monitoring yaitu kemampuan individu  untuk  menyadari  dan  memahami  keseluruhan








prose yang   terjadi didalam dirinya, perasaannya, pikirannya dan latar belakang dari tindakannya.
b. Kemampuan  mengevaluasi  emosi  (emotions  evaluating)  yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi- emosi yang dialaminya. Kemampuan     untuk     mengelola     emosi khususnya emosi   negatif   seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh  secara  mendalam  yang  dapat  mengakibatkan  individu tidak dapat berfikir secara rasional.
c. Kemampuan memodifikasi emosi (emotions modification) yaitu kemampuan individu untuk meruba emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam putus asa, cemas dan marah. Kemampuan ini membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang sedang dihadapinya.
3.   Strategi Regulasi Emosi

Menurut  Garnefski  (dalam  Salamah,  2008)  terdapat  beberapa macam strategi-strategi untuk meregulasi emosi, yaitu:
1)  Selfblame disini adalah mengacu kepada pola pikir menyalahkan mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri. Beberapa penelitian menemukan bahwa selfblame berhubungan dengan depresi dan pengukuran kesehatan lainnya.
2)  Blaming  others  adalah  mengacu  pada  pola  pikir  menyalahkan orang lain atas kejadian yang menimpa dirinya.








3)  Acceptance adalah mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas  kejadian   yang  menimpa  dirinya.  Acceptance  merupakan strategi coping yang memilki hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan self esteem dan memiliki hubungan yang negatif dengan pengukuran kecemasan.
4)  Refocus on planning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam mengahadapi peristiwa negatif yang dialami. Perlu diperhatikan kalau dimensi ini hanya pada tahap kognitif saja, tidak sampai kepelaksanaan.
5) Positive refocusing adalah kecenderungan individu untuk lebih memikirkan  hal-hal  yang  lebih  menyenangkan  dan menggembirakan daripada memikirkan situasi yang sedang terjadi. Berfokus pada hal-hal yan positif bisa dianggap membantu pada jangka pendek. Namun pada jangka    panjang bisa bersifat maladaptive.
6)  Rumination or focus on Thought adalah apabila individu cenderung selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang sedang  terjadi.  Nolen  menyatakan  rumination  cenderung berasosiasi dengan tingkat depresi yang tinggi.
7) Positive  reappraisal  adalah  kecenderungan  individu  untuk mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi. Menunjukkan   bahwa   positive   reappraisal   beraosiasi   dengan








optimism   da self   estee serta   berkorelasi   negati dengan kecemasan.
8)  Putting into perspective adalah individu cenderung untuk bertindak acuh (tidak peduli) atau meremehkan suatu keadaan. Konsep ini belum pernah dimasukkan dalam pengukuran coping apaun sehingga belum ada data-data mengenai korelasi putting into perspective dengan hal lain.
9) Catastrophobizing   adalah   kecenderunga individu   untuk menganggap bahwa dirinyalah yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi. Secara umum catastrophobizing berhubungan erat dengan maladaptasi, distress emosioanal, dan depresi.
Pada penjelasan strategi-strategi diatas, yang dapat dikatakan sebagai strategi regulasi emosi yang baik menurut Garnesfski adalah acceptance, refocus on planning, positive refocusing, positive reappraisal, putting into perspective, karena strategi regulasi emosi tersebut menunukkan tingkat optimis dan self esteem yang positive serta tingkat anxiety yang rendah.
Sedangkan strategi emosi yang buruk menurut Garnesfski adalah selfblame, blaming others, rumination or, focus on thought, catastrophobizing karena strategi-strategi regulasi emosi tersebut menunjukkan atau diasosiasikan dengan tingkat depresi dan stress yang tinggi.








4.   Fungsi dan proses regulasi emosi

Menurut Goleman (2002) tujuan dari regulasi emosi ini bukan untuk menekan emosi yang akan diekspresikan , tetapi mengendalikan luapan- luapan emosi yang dirasa akan hilang kendali agar kestabilan emosi  tetap terjaga. Emosi berlebihan yang meningkat dengan intensitas terlalu lama akan mengoyak kestabilan diri dari individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan individu dalam meregulasi emosi merupakan salah satu indikator dari kecerdasan emosionalnya.
Gross  dan  Thompson  (2007)  menjelaskan  bahwa  ada  lima  point dalam proses regulasi dengan fungsi yang berbeda-beda pada setiap penggunaannya, antara lain:
a.   Pemilihan  kondisi/  situasi,  merupakan  bentuk  dari  proses  regulasi dimana individu memilih situasi-situasi tertentu agar emosi yang di ekpresikan  sesuai  dengan  apa  yang  diharapkan.  Tujuannya  adalah untuk meminimalisir atau memaksimalkan ekspresi dari emosi yang dirasakan.
b.   Modifikasi situasi, disini regulasi emosi  terjadi dengan mengubah atau memodifikasi   situasi   yang   menjadi   stimulus   munculny emosi. Regulasi emosi yang dilakukan dengan memodifikasi situasi salah satunya dengan merubah suasana tegang yang dirasa akan menstimulus emosi negatif menjadi suasana yang lebih nyaman.
c. Memfokuskan/   menjag perhatian,   dilakuka dengn cara memfokuska perhatianny untuk   mempengaruhi   emosiny dan








dilakukan saat usaha regulasi emosi dengan mengubah situasi tidak mungkin dilakukan.
d.   Merubah  kognitif,  adalah  bentuk  regulasi  emosi  yang  dilakukan dengan merubah pemahaman individu terhadap stimulus yang memicu emosinya.
e.   Modulasi respon, merupakan regulasi emosi yang dilakukan karena emosi sudah muncul dan mempengaruhi kognitif serta fisik dari individu.
Kelima point dalam proses regulasi emosi tersebut digolongkan lagi berdasarkan focus yang dilakukan untuk meregulasi emosi menjadi antecent- focused dan response-focused. Pada antecedent-focused, individu akan meregulasi emosi sebelum emosi tersebut muncul sebagai perilaku atau dengan kata lain individu akan mengelola antiseden atau spectrum emosinya. Yang termasuk dalam antecent-focused adalah pemilihan situasi, modifikasi situasi, focus perhatian, dan perubahan kognitif.   Response-focused adalah proses regulasi emosi yang berfokus pada pengelolaan yang terjadi setelah respon digeneralisasi.
5.   Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi

Menurut Brener daSalovey (dalam Salovey & Skufter,  1997)

terdapat beberapa hal yang mempengaruhi strategi regulasi emosi, yaitu:








a)  Usia.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seiring berjalannya usia, semakin dewasa individu semakin adaptif strategi regulasi emosi yang digunakan (Gross, Richards, & John, 2004).
b)  Gender atau Jenis kelamin.

Penelitian dilakukan oleh Karista (2005) memperlihatkan bahwa perbedaa gender  juga   berhubungan   denga perbedaan   strategi regulasi emosi  yang digunakan. Karista menemukan bahwa laki-laki dewasa muda lebih banyak menyalahkan diri sendiri saat meregulasi emosinya, sedangkan perempuan dewasa muda lebih sering menyalahkan orang lain.
Seorang gadis yang berumur 7-17 tahun lebih dapat meluapkan tentang emosi yang menyakitkan dari pada anak laki-laki yang juga seumuran  dengannya  (Salovey  dan  Sluyter,  1997).  Salovey  dan Sluyter (1997) menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih banyak mencari dukungan dan perlindungan dari orang lain untuk meregulasi emosi  negative  mereka  sedangkan  anak  laki-laki  menggunakan latihan fisik untuk meregulasi emosi mereka.
c)  Pola asuh.

Pola asuh orangtua dalam mensosialisasikan perasaan dan pikiran mengenai emosi kepada anaknya (Gottman, Katz, & Hooven dalam Groos, Richards, & John, 2004) pada akhirnya akan mempengaruhi








adaptif atau tidaknya strategi  regulasi  emosi  yang digunakan  oleh anak mereka (Gross,& John, 2004).
Menurut Rice affect yang positif antara anggota keluarga bisa bersifat positif maupun negative. Affect yang positif antara anggota keluarga menunjuk pada hubungan yang digolongkan pada emosi seperti kehangatan, kasih sayang, cinta, dan sensitivitas (Felson dan Zelinski dalam Riece, 1999). Dalam hal ini anggota keluarga menunjukkan bahwa masing-masing dari mereka mau mendengarkan perasaan dan mengerti kebutuhan satu sama lain. Sedangkan affect yang negatif digolongkan pada emosi yang dingin”, penolakan, dan permusuhan.  Sikap  yang  terjadi  antara  anggota  keluarga  adalah mereka saling tidak menyukai bahkan tidak mencintai (Riece, 1999).
d)  Hubungan interpersonal

Salovey dan Sluyter (1997) juga mengemukakan bahwa hubungan interpersonal dan individual juga mempengaruhi regulasi emosi. Keduanya berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga emosi meningka bil individu   yang   ingin   mencapa suatu   tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan individu lainnya. Biasanya emosi positif  meningkat  bila  individu  mencapai  tujuannya  dan  emosi negative   meningka bil individu   kesulitan   dalam   mencapai tujuannya.



  
e)  Pengetahuan mengenai emosi.

Pengetahuan mengenai emosi berhubungan dengan bagaimana orang tua memperkenalkan emosi-emosi tertentu kepada anaknya. Orang tua yang mengajarkan anaknya mengenai emosi yang ia rasakan dan memberikan label terhadap emosi yang dirasakan oleh orang lain , akan dapat membantu mereka melakukan regulasi emosi  secara lebih adaptif (Brener & Salovey dalam Salovey & Skufter, 1997).
f)   Perbedaan individual. Adanya perbedaan individual dalam meregulasi emosi, menurut Gross dalam (Pervin, John, & Robbins, 1999) dipengaruhi oleh tujuan, frekuensi, dan kemampuan individu. Tujuan individu dalam meregulasi emosinya dipengaruhi oleh perbedaan individu dalam hal penggantian dari pengalaman emosi, ekspresi dan respon fisiologis dalam situasi tertentu. Frekuensi merujuk pada seberapa sering individu menggunakan strategi-strategi tertentu dalam meregulasi emosinya, sedangkan kemampuan individu berhubungan denagn sejauh mana tingkah laku meregulasi emosi dapat dilakukan individu dapat ditampilkan kepada lingkungan. Sejalan yang dinyatakan oleh Gross (dalam Pervin, John , & Robbins, 1999), Garnefski dan Kraaij (2006) juga menyatakan adanya perbedaan individual dalam penggunaan strategi regulasi emosi secara kognitif, walaupun kapasitas regulasi emosi secara kognitif adalah hal yang umum dimiliki oleh setiap individu.







BAB IV
PENUTUP

Demikian makalah ini kami tulis, semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam membantu menambah wawasan mengenai Teori EMOSI. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan. Terimakasih.


Sumber:
http://digilib.uinsby.ac.id



Tag #teori emosi.pdf, #teori emosi.doc

0 komentar:

Posting Komentar