Selasa, 03 Mei 2016

Takhrij Hadits




MAKALAH
TAKHRIJ HADITS


Editor:
Tim Makalah-makalah.com


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
 Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Hormat kami,
Tim Makalah
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan masalah diantaranya:
A. Apa Definisi dan Pengertian Takhrij Hadits?
B.Apa manfaat dan tujuan Takhrij Hadits?
C. Bagaimana Metoide dan langkah-langkah Tahkrij Hadits?

Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui Definisi dan Pengertian Takhrij Hadits?
B. Mengetahui manfaat dan tujuan Takhrij Hadits?
C. Mengetahui Metoide dan langkah-langkah Tahkrij Hadits?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Takhrij Al-Hadits
Ilmu Takhrij Al-Hadits ialah ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dari sisi hubungannya dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits. Maksudnya ialah ilmu yang membahas masalah sejarah perjalanan hidup para perawi, mulai dari kapan dan di mana ia di lahirkan, dari siapa ia menerima hadits, siapa saja orang yang pernah mengambil hadits darinya, sampai pada masalah di mana dan kapan ia meninggal dunia, bahkan sampai guru-guru dan aliran mazhab yang di anutnya, negara-negara mana yang pernah di kunjunginya, termasuk tempat studynya dan teman-teman yang segenerasi (se-thabaqat) denganya dan sebagainya[1].
Kata takhrij berasal dari kata kharaja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas,) Takhrij juga bisa berarti al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al- taujih (menerangkan), Takhrij juga bisa berarti Ijtima’ al-amra’aini al-muttadla diin fi syai’in wahid (berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan dalam suatu hal), al-istinbath (mengeluarkan dari sumbernya), at-tadrib (latihan), al-taujih (menjelaskan duduk persoalan, pengarahan).Sedang menurut Syeikh Manna’ Al- Qaththan, takhrij berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaan,terpisah dan kelihatan. Al-kharaja artinya menampakan dan memperlihatkannya, dan al-makhraja artinya tempat keluar, dan akhraja al-khadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.[2]
Adapun beberapa pengertian Takhrij menurut para ulama:[3]
1.      Syeikh Mahmud athtahhan mengatakan:” takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya,serta menjelaskan derajatnya jika diperlukan. Dr. Bakar Abu zaid menolak defenisi ini dan mengatakan: defenisi ini cocok untuk jalur pengeluaran hadits, dan tidak bisa diterima untuk mendefenisikan atau memperjelaskan makna takhrij secara hakikat karena defenisi yang seperti ini tidak sesuai dengan metode pembentukan ta`riif atau defenisi menurut para ahli ilmu manthiq.
2.      Imam albuqqa`i berkata: Takhrij adalah menampakkan tempat-tempat hadits tersebut dari sumber-sumbernya yang dilengkapi dengan sanad.kemudian beliau mengatakan defenisi yang beliau sebutkan ini tidak akan bertolak belakang dengan sebagian kitab-kitab takhrij al-hadits yang menyebutkan didalamnya hukum mengenai hadits-hadits baik dari segi keshahihan atau kedha`ifannya,karena beliau disini hanya memperhatikan inti dari kata takhrij tanpa memperhatikan tambahan-tambahan yang lainnya.akan tetapi defenisi yang kedua ini pun tidak terlepas dari apa yang kita katakan pada defenisi yang pertama tadinya.
3.         DR.Sa`ad bin Abdullah alu humaid menyebutkan untuk takhrij alhadits ada tiga defenisi secara istilah,yaitu:[4]
a.      Defenisi pertama:mengeluarkan hadits dan menampakkannya untuk orang ramai dengan menyebutkan sanad dan matan,maka dikatakan:hadits ini dikeluarkan oleh imam albukhari yaitu beliau menampakkannya untuk orang ramai dengan menyebutkan sanad dan matannya secara sempurna.
b.      Defenisi Kedua: Mengeluarkan hadits dari kitab-kitab tertentu dengan menyebut nama almukharrij (yang menyebutkan hadits ini dalam kitabnya) lengkap dengan sanad sebagaimana yang dilakukan oleh imam alhafidz ibnu hajar dalam kitabnya nataaij alafkaar fii takhriij ahaadits alazkaarimam,anawawi dalam kitab alazkar hanya menyebutkan hadits tanpa menyebutkan sanad dengan tetap menyebut penulisnya sebagaimana metode beliau dalam kitab riyadhushalihin kemudian alhafidz ibnu hajar mengeluarkan haditsnya satu persatu dengan menyebut sanadnya yang panjang hingga ke rasulullah saw dengan sedikit perubahan.
c.       Defenisi Ketiga: Barangkali defenisi yang terakhir inilah yang lebih tepat dibandingkan dengan defenisi-defenisi  yg sebelumnya yaitu defenisi DR.Bakar abu zaid,beliau mengatakan: takhrij adalah mengetahui perawi dan apa yang diriwayatkannya,tempat hadits itu dikeluarkan,serta hukumnya baik shahih atau dha`if dengan mengumpulkan keseluruhan jalur periwayatan dan lafadz2 nyakemudian beliau mengatakan:inilah defenisi attakhrij dengan makna yang lebih konkrit,dan inilah yang dimaksud ketika lafadz attakhrij itu diitlaqkan,dan defenisi ini lebih sesuai dengan praktek nyata para ahli hadits dalam mentakhrij alhadits.
B.     Tujuan dan Manfaat
Kegiatan Takhrijul Hadist mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:[5]
a.       Mengetahui sumber otentik suatu hadist dari buku hadist apa saja yang didapatkan.
b.      Mengetahui ada berapa tempat hadist tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadist atau dalam beberapa buku induk hadist.
c.       Mengetahui kualitas hadist makbul (diterima) atau mardud (ditolak).
d.      Mengetahui eksistensi suatu hadits apakah benar suatu hadist yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku hadist atau tidak
e.       Mengetahui asal-usul riwayat hadist yang akan diteliti.
f.       Mengetahui seluruh riwayat bagi hadist yang akan diteliti.
g.      Mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada hadist yang akan diteliti.
Tidak dapat dipungkiri bahwa manfaat Takhrij adalah sangat besar terutama bagi orang yang mempelajari hadist dan ilmunya. Adapun manfaat takhrijul hadist cukup banyak diantaranya adalah sebagai berikut:[6]
a.       Menghimpun sejumlah sanad hadist, dengan takhrij seseorang dapat menemukan sebuah hadist yang akan diteliti di sebuah atau beberapa tempat di dalam kitab Al-Bukhori saja, atau di dalam kitab-kitab lain. Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
b.      Mengetahui referensi beberapa buku hadist, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa perawi suatu hadist dan yang diteliti dan di dalam kitab hadist apa saja hadist tersebut didapatkan.
c.       Mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqathi’) dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadist serta kejujuran dalam periwayatan.
d.      Mengetahui status suatu hadist. Terkadang ditemukan sanad suatu hadist dhoif, tetapi melalui sanad lain hukumnya sahih.
e.       Meningkatkan suatu hadist yang dhoif menjadi hasan lighorihi karena adanya dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya, atau meningkatnya hadist hasan menjadi shohih ligoirihi dengan ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
f.       Mengetahui bagaimana para imam hadist menilai suatu kualitas hadist dan bagaimana kritikan yang disampaikan.
g.      Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan hadist.
h.      Dengan takhrij dapat diketahui banyak sedikitnya beberapa jalur periwayatan suatu hadist yang sedang menjadi topik kajian.
i.        Dengan takhrij akan diketahui kuat dan tidaknya periwayatan. Makin banyaknya jalur periwayatan akan menambah kekutan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan periwayatan lain maka berarti kekuatan periwayatan tidak bertambah.
j.        Dengan takhrij kekaburan suatu periwayatan, dapat diperjelas dari periwayatan jalur isnad yang lain. Baik dari segi rawi, isnad maupun matan hadist.
k.      Dengan takhrij akan dapat ditentukan status hadist shahih dzatihi atau shahih lighoirihi, hasan lidzatihi atau hasan lighoirihi. Demikian juga akan diketahui istilah hadist mutawatir, masyhur, aziz, dan ghorib.
l.        Dengan takhrij akan dapat diketahui persamaan dan perbedaan atau wawasan yang lebih luas tentang berbagai periwayatan dan beberapa hadist terkait.
m.    Memberika kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadist tersebut adlah maqbul (dapat diterima), sebaliknya orang yang tidak mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadist tersebut mardud (ditolak).
n.      Mengetahui keyakinan bahwa suatu hadist adalah benar-benar berasal dari Rasululloh SAW yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadist tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.


C.     Metode dan langkah-langkah Takhrij Al-Hadits
Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadits, terlebih dahulu dia harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij sehingga Akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Pertama yang perlu di maklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku hadits yang telah dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam- macamnya. Di antaranya ada yang secara tematik, pengelompokan hadits didasarkan pada tema-tema tertentu seperti kitab Al- Jami Ash-Shahih li Al-Bukhori dan sunan Abu Dawud. Diantaranya lagi ada yang didasarkan pada huruf permulaan matan hadits diurutkan sesuai dengan alphabet Arab seperti kitab Al-Jami Ash-Shaghir karya As- Suyuthi dan lain-lain. Semua itu dilakukan oleh para ulama dalam rangka memudahkan umat Islam untuk mengkajinya sesuai dengan kondisi yang ada[7].
Karena banyaknya teknik dalam pengkodifikasian buku hadits, maka sangat diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan teknik buku hadits yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti penulusuran hadits dari sumber buku hadits yaitu takhrij dengan kata (bi al-lafdzi), Takhrij dengan tema (bi al-maudhui) takhrij dengan permulaan Matan (bi Awwal al-matan) takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-a’la) dan takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau sanad hadits. Mari kita praktekkan satu – persatu:
1.      Takhrij dengan kata (bi al-lafzhi)
Metode takhrij pertama ini penulusuran hadits melalui kata/lafal matan hadits baik dari permulaan, pertengahan, dan atau akhiran. Kamus yang diperlukan metode takhrij ini salah satunya yang paling mudah adalah Kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Hadits An-Nabawi yang disusun A.j. Wensinck dan kawan-kawannya sebanyak 8 jilid.
Maksud takhrij dengan kata adalah takhrij dengan kata benda (kalimah isim) atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan kata sambung (kalimah huruf) dalam bahasa Arab yang mempunyai asal akar kata 3 huruf. Kata itu diambil dari salah satu bagian dari teks hadis yang mana saja selain kata sambung/ kalimah huruf kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa Arab yang hanya tiga huruf, kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa Arab yang hanya tiga huruf yang disebut dengan fiil tsulatsi. Jika kata dalam teks hadis yang dicari kata: مسلم misalnya, maka harus dicari asal akar katanya yaitu dari kata: سلم setelah itu baru membuka kamus Bab س bukan Bab م. Demikian juga jika kata yang dicari itu kata: يلتمس maka akar katanya adalah: لمس kamus yang dibuka adalah Bab ل bukan bab ي dan begitu seterusnya[8].
Kamus yang digunakan mencari hadis adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras li-Alfazh Al-Hadits Annawawi. Kamus ini terdiri dari 8 jilid, disusun oleh tim orientalis di antaranya adalah Arnold JohnWensinck atau disingkat A.J.Wensinck (w.1939M) seorang profesor bahasa-bahasa Semit termasuk bahasa Arab di lafal dan penggalan matan hadis, serta mensistimatisasikannya dengan baik berkat kerja sama dengan Muhammad Fuad Abdul Baqi. Untuk kegiatan takhrij dalam arti kegiatan penelusuran hadis dapat diketahui melalui periwatan dalam kitab-kitab yang ditunjukkannya[9]. Lafal-lafal hadis yang dimuat dalam kitab Al-Mu’jam ini bereferensi pada kitab induk hadis sebanyak 9 kitab yaitu sebagai berikut:
a.       Shahih Al-Bukhari dengan diberi lambang: خ
b.       Shahih Muslim dengan lambang: م
c.        Sunan Abu Dawud dengan lambang:د 
d.      Sunan At-Tirmidzi dengan lambang: ت
e.       Sunan An-Nasa’I dengan lambang:ن
f.       Sunan Ibnu Majah dengan lambang :جه
g.      Sunan Ad-darimi dengan lambing:دي
h.      Muwatha’ Malik dengan lambang :ط
i.        Musnad Ahmad dengan lambang :حم
Contoh hadis yang ingin ditakhrij:
لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا
Pada penggalan teks diatas dapat ditelusuri melalui kata-kata yang digaris bawahi. Andaikata dari kata تحابو dapat dilihat Bab ح dalam kitab Al-mu’jam karena kata itu berasal dari kata حبب. Setelah ditelusuri kata tersebut dapat ditemukan di Al-Mu’jam juz 1 hlm.408 dengan bunyi:
م إيمان 93, أدب, 131. ت صفة القيامة 54, إستئذن 1, جه مقدمة 9, أدب 11, حم 1, 165
Maksud ungkapan diatas adalah:
93 إيمان م = Shahih Muslim kitab iman nomor urut hadits 93
131 أدب د = Sunan Abu Dawud kitab Al-Adab nomor urut Bab 131.
صفة القيامة 54 ,إستئذان1 ت = Sunan At-Tirmidzi kitab sifah al- qiyamah nomor urut bab 54 dan kitab isti’dzan nomor urut bab1
جه مقدمة 9, ادب 11 = Sunan Ibnu Majah kitab Mukadimah nomor urut bab 9 dan kitab Al-Adab nomor urut bab 11.
حم 1, 165 = Musnad Imam Ahmad bin Hanbal juz 1 hlm. 165.
Pengertian nomor-nomor dalam Al-Mu’jam secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih Al-Bukhori Sunan Abu Dawud, sunan At-tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, sunan Ibnu Majah dan sunan ad-Darimi menunjukkan angka bab bukan angka hadis.
b.      Semua angka sesudah nama-nama kitab atau Bab pada shahih Muslimdan muwataha’ Malik menunjukkan angka urut hadis bukan angka Bab.
c.       Dua angka yang ada pada kitab Musnad Ahmad angka yang lebih besar menunjukkan angka juz kitab dan angka sesudahnya atau angka yang biasa menunjukkan halaman. Hadis Musnad Ahmad yang berada di dalam kotak bukan yang di pinggir atau diluar kotak.
Al-Mu’jam hanya menunjukkan tempat hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis sebagaimana diatas. Maka tugas peneliti berikutnya menelusuri Hadis tersebut ke dalam berbagai kitab hadis sesuai dengan petunjuk Al-Mu’jam untuk dihimpun dan dianalisis perbandingan[10].
Metode takhrij dengan laladz ini mepunyai kelebihan dan kekurangan. Dintara kelebihannya adalah hadis dapat dicari melalui kata mana saja yang diingat peneliti tidak harus dihapal seluruhnya dan dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan di antara kesulitannya adalah seorang peneliti harus menguasai Ilmu Sharaf tentang asal usul suatu kata.
2.      Takhrij dengan tema (bi al-mawdhui)
Arti takhrij kedua ini adalah penelusuran hadis yang didasarkan pada topic (mawdhui), misalnya Bab Al-Khatam, Al-Khadim, Al-Ghusl, Adh-Dhahiyah, dan lain-lain. Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topic suatu hadis kemudian ditelusuri melalui kamus hadis tematik. Salah satu kamus hadis tematik adalah Miftah min Kunuz Assunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari aslinya bebahasa Inggris A Handbook of Early Muhammadan karya A.J.Wensink pula. Dalam kamus Hadis ini dikemukakan berbagai topic baik berkenaan dengan petunjuk – petunjuk Rasulullah maupun berkaitan dengan Nama. Untuk setiap topic biasanya disertakan subtopic dan untuk setiap sub topik dikemukakan data hadis dan kitab yang menjelaskannya[11].
Kitab – kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih banyak dari pada Takhrij bi Al-Lafzi di atas yaitu 8 kitab sebagaimana di atas ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
a.       Shahih Al-Bukhori dengan diberi lambang : بخ
b.      Shahih Muslim dengan lambing :مس
c.       Sunan Abu dawud dengan lambing :بد
d.      Sunan At- Tirmidzi denagn lambing :تر
e.       Sunan An-Nasa’I dengan lambing :نس
f.       Sunan Ibnu majah dengan lambang :مج
g.      Sunan Ad-Darimi dengan lambang :مي
h.      Muwaththa’ Malik dengan lambang :ما
i.        Musnad Ahmad dengan lambang :حم
j.        Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi :ط
k.      Musnad Zaid bin Ali :ز
l.        Sirah Ibnu Hisyam :هش
m.    Maghazi Al- Waqidi :قد
n.      Thabaqat Ibnu Sadin : عد
Kemudian arti singkatan – singkatan lain yang dipakai dalam kamus ini adalah sebagai berikut:
a.       Kitab = ك
b.      Hadis = ح
c.       Juz = ج
d.      Bandingkan (qobil) = قا
e.       Bab = ب
f.       Shahifah= ص
g.      Bagian( qismun)= ق
Misalnya ketika ingin men-takhrij hadis:
صلاة اليل مثنى مثنى
Hadis tersebut temanya shalat malam (Shalat al-layl). Dalam kamus miftah dicari pada Bab Al-Layl tentang shalat malam yaitu dihalaman 430. Disana dicantumkan sebagai berikut:
بخ-ك 8 ب 84, ك145ب 1, ك 19ب 10
مس – ك 6 ح 145 – 148      
بد – ك 5 ب 24
تر – ك 2 ب 206
مج – ك 2 ب 155 , 21
ما – ك 7 ح 7, 13
ما – ك 7 ح 7, 13
حم –ثان ص 5, 9, 10
Maksudnya hadis tersebut adanya dalam:
Al-Bukhori, nomor urut kitab 8 dan nomor urut Bab 84, nomor urut kitab 145, nomor urut Bab 1, nomor urut kitab 19 dan nomor urut bab 10.
Muslim, nomor urut kitab 6 dan nomor urut hadis 145- 148.
Abu Dawud, nomor urut kitab 5dan nomor urut Bab 24.
At-Tirmidzi, nomor urut kitab 2 dan nomor urut Bab 206.
Ibnu Majah, nomor urut kitab 5dan nomor urut Bab 172.
Ad- darimi nomor urut kitab 2 dan nomor urut Bab 155 dan 21.
Muwaththa’ Malik, nomor urut kitab 7 dan nomor urut hadis 7 dan 13.
Ahmad, juz 2 halaman.5,9, dan 10.
Diantara kelebihan metode ini, peneliti mengetahui makna hadis saja tidak diperlukan harus mengingat permulaan matan teks hadis, tidak perlu harus menguasai asal usul akar kata dan tidak perlu juga mengetahui sahabat yang meriwayatkannya. Di samping itu peneliti terlatih berkemampuan menyingkap makna kandungan hadis. Sedang diantara kesulitannya adalah terkadang peneliti tidak memahami kandungan hadis atau kemungkinan hadis memiliki topik berganda[12].
3.      Takhrij dengan Permulaan Matan (bi awwal al-matan)
Takhrij menggunakan permulaan matan dari segi hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka dicari pada Bab mim, jika diawali dengan huruf ba maka dicari pada Bab ba dan seterusnya. Takhrij seperti ini di antaranya dengan menggunakan kitab Al-jami’ Ash-Shaghir Atau Al-Jami’ Al-kabir karangan As-Suyuthi dan Mu’jam Jami’ Al-Ushul fi Ahadits ar-Rasul, karya Ibnu Al-Atsir.
Kitab Al-jami’ Ash-Shaghir nama lengkapnya Al-Jami’ Ash-Shaghir fi Ahadits Al-Basyir An-Nadzir, salah satu kitab karangan As-Suyuthi (w.911 H). Dia seorang ulama hadis yang memiliki gelar Al-Musnid (gelar keahlian meriwayatkan hadis beserta sanadnya) dan Al-Muhaqqiq (peneliti) dan hapal 200.999 hadis[13]. Sebuah kitab yang menghimpun ribuan hadis yang terpilih dan yang singkat-singkat dipetik dari kitabnya yang besar jam’u al- jawami’[14], terdiri dua juz susunan hadis kitab ini sesuai dengan urutan alphabet Arab alif, ba, ta, tsa, ja, ha, kha dan seterusnya….jika seorang peneliti ingin mencari hadis melalui kitab ini harus ingat huruf apa permulaan hadisnya, kemudian membuka kitab tersebut pada bab yang sesuai dengan huruf permulaan tersebut.
Misalnya ketika ingin mencari hadis yang populer di tengah – tengah santri dan mahasiswa:
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Kita buka kitab Al-Jami’ Ash- Shaghir Bab ط kita temukan pada juz 2 hlm. 54 ada 4 tempat periwayatan disebutkan yaitu sebagai berikut:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ) عد هب ) عن انس (طص خط) عن الحسين بن علي (طس) عن ابن عباس, تمام عن ابن عمر (طب) عن إبن مسعود (خط) عن علي (طس هب) عن أبي سعيد (صح)
طلب العلم فريضة على كل مسلم ، وواضع العلم عند غير أهله
كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب (ه) عن أنس (ض)
طلب العلم فريضة على كل مسلم ، وإن طالب العلم يستغفر له كل شئ حتى الحيتان في البحر, إبن عبد البر في العلم عن أنس (صح)
طلب العلم فريضة على كل مسلم ، والله يحب إغاثة اللهفان (هب) إبن عبد البر في العلم عن أنس صح   
Keterangan lambang – lambang di atas:
a.       هب ) عد( = Ibnu Adi dalam kitab Al-Kamil
b.      (طص خط)= Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghir, خط = Al-Khathib
c.       (طس)= Ath-Thabarani dalam Al-Awsath
d.      (طب) = Ath-Thabarani dalam Al- kabir
e.       صح= Hadis Shahih
f.       (ه)=Ibnu Majah
g.      (ض)= Hadis Dhai
h.      (صح) =Hadis Shahih
i.        هب = Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman.
j.        (صح) = Hadis Shahih
Dari hasil takhrij di atas ditemukan bahwa seluruh hadis hanya menyebutkan sampai مسلم tidak ada yang menyebutkan ومسلمة Akan tetapi yang beredar selalu menyebutkan seperti itu, mungkin ada rujukannya asal dalam kitab hadis yang dapat dipedomani. Kualitasnya shahih 3 tempat dan yang satu dha’if.
Lambang –lambang singkatan sebagaimana di atas mempunyai makna dan telah dijelaskan oleh penyusunnya As-Suyuthi dalam Mukadimahnya, bagi yang ingin mengetahui secara menyeluruh dapat buka kitab Al-Jami’ Ash-Saghir Bab Mukaddimah.
Di antara kelebihan metode ini adalah dapat menemukan hadis yang dicari dengan cepat dan mendapatkan hadisnya secara utuh atau keseluruhan tidak penggalan saja sebagaimana metode-metode sebelunya. Akan tetapi, kesulitannya bagi seseorang yang tidak ingat permulaan hadis. Khawatir hadis yang diingat itu sebenarnya penggalan dari pertengahan atau akhiran hadis bukan permulaannya.
4.      Takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-ala).
Takhrij ini menelusuri hadis melalui sanad yang pertama atau yang paling atas yakni para sahabat (muttasil isnad) atau tabi’in (dalam hadis mursal). Berarti peneliti harus mengetahui terlebih dahulu siapa sanadnya di kalangan sahabat atau tabi’in, kemudian dicari dalam buku hadis Musnad, atau Al-Athraf. Diantara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Musnad atau Al-Athraf. Seperti Musnad Ahmad bin Hambal, Tuhfat As-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf karya Al-Mizzi dan lain-lain. Kitab Musnad adalah pengkodifikasian hadis yang sistematikanya didasarkan pada nama-nama sahabat atau nama-nama tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Sedangkan Al-Athraf adalah kitab hadis yang menghimpun beberapa hadisnya para sahabat atau tabi’in sesuai dengan urutan alphabet Arab dengan menyebutkan sebagian dari lafal hadis.
Adapun manfaat dari kitab Athraf, antara lain adalah:
1)      Memberi informasi tentang berbagai sanad hadits yang berbeda-beda secara keseluruhan dalam satu tempat. Dengan demikian dapat diketahui dengan mudah apakah Hadits itu gharib, aziz, atau masyhur;
2)      Memberikan informasi tentang siapa saja di antara para penyusun kitab- kitab hadits yang meriwayatkannya dan dalam bab apa mereka mencantumkan; dan
3)      Memberikan informasi tentang jumlah hadits setiap sahabat yang diriwayatkan Hadits dalam kitab-kitab yang dibuat athraf-nya.
Mengingat kitab athraf ini hanya menyebutkan sebagian matan hadits, maka untuk mengetahuinya secara lengkap masing- masing perlu merujuk kepada kitab sumber yang ditunjukkan oleh kitab athraf tersebut.
Cukup banyak kitab Musnad pada awal abad kedua Hijriyah, di antaranya yang sangat populer adalah Musnad Ahmad bin hanbal (w.241 H). Sesuai dengan masa perkembangannya latar belakang penulisannya agar mudah dihapal, beberapa hadis dikelompokkan berdasarkan pada sahabat yang meriwayatkannya. Kitab ini memuat sekitar 30.000 hadis sebagian pendapat 40.000 buah hadis secara terulang-ulang (mukarrar) sebanyak 6 jilid besar. Sistematikanya tidak di sesuaikan dengan urutan alphabet Arab, tetapi didasarkan pada sifat-sifat tertentu, yakni pertama sepuluh orang sahabat Nabi yang digembirakan surga, kemudian musnad sahabat empat, musnad sahabat ahli bait, musnad sahabat-sahabat yang populer, musnad sahabat dari Mekkah (Al-Makiyyin),dari syam (Ash-Syammiyyin), dari kufah, Bashrah, sahabat Anshar, sahabat wanita, dan dari Abu Ad-Darda.
Bagaimana Mentakhrij sebuah hadis berikut dalam musnad Ahmad:
عن أنس بن مالك قال أمر بلال أن يشفع الأذان ويوتر الإقامة
Sahabat perawi sudah diketahui yaitu Anas bin Malik, terlebih dahulu Nama Anas itu dilihat pada daftar isi (mufahras) sahabat pada awal kitab Musnad, maka didapati adanya sahabat Anas pada juz 3 h. 98. Bukalah persatu hadis yang ingin dicari sampai ditemukan, maka ditemukan pada halaman 103. Dari pentakhrijan ini dapat dikatakan: Hadis tersebut ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya juz 3 h. 103.
Diantara kelebihan metode takhrij ini adalah memberikan informasi kedekatan pembaca dengan dengan pen-takhrij hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode-metode lain hanya memberikan informasi kedekatan dengan pentakhrijnya saja tanpa kitabnya. Sedang kesulitan yang dihadapi adalah jika seorang peneliti tidak ingat atau tidak tahu Nama sahabat atau tabi’in yang meriwayatkannya, di samping campurnya berbagai masalah dalam satu Bab dan tidak terfokus pada satu masalah.
5.      Metode takhrij melalui pengetahuan tentang Sifat khusus atau sanad Hadits.
Yang dimaksud[27] dengan metode takhrij ini, ialah memerhatikan keadaan-keadaan dan Sifat Hadits, baik dalam matan maupun sanadnya, kemudian mencari asal hadits-hadits itu dalam kitab-kitab yang[28] khusus mengumpulkan hadits-hadits yang mempunyai keadaan atau sifat tersebut[29], baik dalam matan maupun sanadnya. Yang pertama diperhatikan adalah kedaan atau sifat yang ada pada matan, kemudian yang ada pada sanad, dan selanjut-nya yang ada pada matan, kemudian yang ada kedua-duanya.

a.       Matan
Apabila pada matan hadits itu tampak tanda-tanda ke-maudhu’an, baik karena rendahnya bahasa atau karena secara jelas bertentangan dengan Nash Al-Qur’an yang sahih, maka Cara yang paling mudah untuk mengetahui asal Hadits itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits maudhu’. Dalam kitab ini Akan diterangkan dengan jelas hal tersebut. Kitab semacam ini adalah yang disusun secara alfabetis, antara lain “kitab al-Mashnu’fi Ma’rifah al-Hadits al-Maudhu’ li al-Syaikh ‘ila al-Qari’ al-harawi. “Dan ada pula yang secara tematis, antara lain; kitab Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Syafiah al-Mawdhu’al-li Al-Kanani.
Apabila Hadits yang Akan di-takhrij itu termasuk Hadits Qudsi, maka sumber yang paling mudah untuk mencarinya adalah kitab yang mengumpulkan Hadits-hadits Qudsi secara tersendiri, antara lain:”kitab Misykah al-Anwar fina Ruwiya’an Allah SAT, min al Akbar li Ibn Arabi”. Kitab ini mengumpulkan 101 Hadits lengkap dengan sanadnya. Dan kitab al-Ittihafat al-Saniyyah bil-ahaadits al-Qudsiyyah karangan syekh Abdur-Rouf al-Manawi, beliau mengumpulkan 272 hadits tanpa sanad dan menyusun huruf secara Alfabethis.
b.      Sanad
Apabila di dalam sanad suatu Hadits ada ciri tertentu, misalnya isnad itu mursal, maka Hadits itu dapat dicari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan Hadits-hadits mursal, seperti:”al-Marasil li Abi Hatim Abd al-Rahman bin Muhammad al-Handhali al-Razi”, atau mungkin ada seseorang perawi yang lemah dalam sanadnya, maka dapat dicari dalam kitab”Mizan al-I’tidal li al-Dzahabi”.
c.       dan sanad
Ada beberapa sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat pada matan dan kadang-kadang pada sanadnya, misalnya: ada illah (cacat) atau ibham (samar-samar). Maka untuk mencari Hadits-hadits semacam itu, yaitu:
a.        I’lal al-hadits li Ibn Abi Hatim al-Razi.
Kitab ini tersusun dari beberapa Bab, menyebutkan hadits – hadits yang terkena ‘ilat didalam Bab tersebut dan sekaligus menjelaskannya.
b.       Al-Mustafad min Mubhamat al-Matan wa Al-Isnad Ali Abi Zar’ah Ahmad bin Abd al-Rahim al-‘Iraqi.

Contoh Penerapan Methode Takhrij Al Hadits tentang amar ma’ruf nahi mungkar
Ø  Shahih Muslim
         
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ كِلَاهُمَا عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ فِي قِصَّةِ مَرْوَانَ وَحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ شُعْبَةَ وَسُفْيَانَ
Sumber: Muslim
Kitab   : Iman
Bab      : Penjelasan bahwa mencegah kemungkaran adalah bagian dari iman, dan bahwa iman itu bertambah
No. Hadist : 70
Tahkrij informasi awal didapat dari kitab sembilan imam, hadis tersebut diriwayatkan oleh muslim. Dengan menggunakan kata kunci فَبِلِسَانِهِ ,hadis tersebut ditemukan dalam kitab Muslim (No. 70), kitab Abu Daud (No. 963, 3777), kitab Tirmidzi (No.2098), kitab Nasa’i (No. 4922),  kitab Ibn Majah (No. 1265,4003), dan kitab Ahmad (10652, 10723,11034, 11068,1090, 11442).
Ø  Hadis penguat
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ ح وَعَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ أَخْرَجَ مَرْوَانُ الْمِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا مَرْوَانُ خَالَفْتَ السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ الْمِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ وَلَمْ يَكُنْ يُخْرَجُ فِيهِ وَبَدَأْتَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ مَنْ هَذَا قَالُوا فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ فَقَالَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَف الْإِيمَانِ
Sumber : Abu Daud
Kitab : Shalat
Bab : Khutbah di hari Id
No. Hadist : 963

حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ قَدَّمَ الْخُطْبَةَ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ لِمَرْوَانَ خَالَفْتَ السُّنَّةَ فَقَالَ يَا فُلَانُ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُنْكِرْهُ بِيَدِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sumber: Tirmidzi
Kitab   : Fitnah
Bab      : Menyingkirkan kemungkaran dengan tangan, lisan dan hati
No. Hadist : 2098


حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مَخْلَدٌ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَلٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَغَيَّرَهُ بِيَدِهِ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَغَيَّرَهُ بِلِسَانِهِ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِلِسَانِهِ فَغَيَّرَهُ بِقَلْبِهِ فَقَدْ بَرِئَ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Sumber : Nasa'i
Kitab : Iman dan syareatnya
Bab : Pemeluk keimanan satu sama lain mempunyai kelebihan
No. Hadist : 4923

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ و عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ أَخْرَجَ مَرْوَانُ الْمِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَالَ رَجُلٌ يَا مَرْوَانُ خَالَفْتَ السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ الْمِنْبَرَ فِي هَذَا الْيَوْمِ وَلَمْ يَكُنْ يُخْرَجُ وَبَدَأْتَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَلَمْ يَكُنْ يُبْدَأُ بِهَا فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Sumber: Ibnu Majah
Kitab   : Fitnah
Bab      : Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar
No. Hadist : 4003
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنِي شُعْبَةُ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ خَطَبَ مَرْوَانُ قَبْلَ الصَّلَاةِ فِي يَوْمِ الْعِيدِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّمَا كَانَتْ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ تَرَى ذَلِكَ يَا أَبَا فُلَانٍ فَقَامَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ فَقَالَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Sumber: Ahmad
Kitab   : Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits
Bab      : Musnad Abu Sa'id Al Khudri Radliyallahu ta'ala 'anhu
No. Hadist : 10723




















Ø Rounded Rectangle: رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا...Skema sanad
 





















Dari kelima riwayat tersebut, yang memiliki redaksi paling mirip dengan yang digunakan Muslim dalam kitab Shahih Muslim adalah riwayat Abu Daud dan Ibnu Majjah. Dengan demikian langkah berikutnya bisa langsung melakukan kritik hadis (sanad/matan) pada hadis riwayat Abu Daud dan Ibnu Majjah. Berikut biogragi singkat para perawi dalam jalur sanad Abu Daud dan Ibnu Majjah:
1.      Sa’ad bin Malik:
  • Nama Lengkap : Sa'ad bin Malik bin Sinan bin 'Ubaid
  • Kalangan : Shahabat
  • Kuniyah : Abu Sa'id
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 74 H
2.      Raja’ bin Rabi’ah
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shahabat
  • Nama Lengkap : Raja' bin Rabi'ah
  • Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu Isma'il
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat :

3.      Isma’il bin Raja’ bin Rabi’ah
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq
Adz Dzahabi
Tsiqah
  • Nama Lengkap : Isma'il bin Raja' bin Rabi'ah
  • Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
  • Kuniyah : Abu Ishaq
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Hibban
Dia mentsiqahkannya
Adz Dzahabi
Tsiqah
Al Azdi
mungkarul hadits

4.      Sulaima bin Mihran
  • Nama Lengkap : Sulaiman bin Mihran
  • Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
  • Kuniyah : Abu Muhammad
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 147 H
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
tsiqah tsabat
An Nasa'i
tsiqah tsabat
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Yudallis
Abu Hatim Ar Rozy
Tsiqah haditsnya dijadikan hujjah

5.      Muhammad bin Khazim
  • Nama Lengkap : Muhammad bin Khazim
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Mu'awiyah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 195 H
ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Shaduuq
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Sa'd
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Al 'Ajli
Tertuduh Seorang Murjiah



6.      Muhammad bin Al ‘Alaa’ bin Kuraib
  • Nama Lengkap : Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Kuraib
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 248 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Shaduuq
An Nasa'i
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Maslamah bin Qasim
Kuufii TsiqaH
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh


Ø  Kesimpulan
Berdasarkan penilaian para ulama terhadap masing-masing perawi dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majjah, serta rentang masa hidup yang memungkinkan antar perawi untuk bertemu,  dapat disimpulkan bahwa terdapat ketersambungan dalam rangkaian sanad tersebut. Demikian, sanad tersebut adalah muttashil dan marfu’ karena rangkaian sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. Terkait dengan kualitasnya, semua perawi dalam sanad Abu Daud dan Ibnu Majjah tersebut dapat diterima periwayatannya karena mayoritas berkualitas tsiqah. Dan yang terkait dengan redaksinya, hadis tersebut lebih banyak diriwayatkan bi al-ma’na dan bil lafdzi. Hal ini didasarkan pada tidak adanya keseragaman redaksi pada kelima riwayat dengan jalur yang berbeda, terlebih jika merujuk pada hadis-hadis dari jalur lain yang merupakan syawahid-nya, akan ditemukan banyak keragaman redaksi yang berbeda namun memiliki esensi yang sama. Berikut daftar syawahid dari hadis yang dimaksud:


م
 طرف الحديث
الصحابي
اسم الكتاب
أفق
العزو
المصنف
سنة الوفاة
1
سعد بن مالك
أحكام القرآن للجصاص
270
272
الجصاص الحنفي
370
2
سعد بن مالك
صحيح مسلم
73
52
مسلم بن الحجاج
261
3
سعد بن مالك
سنن ابن ماجه
4011
4013
ابن ماجة القزويني
275
4
سعد بن مالك
مسند أحمد بن حنبل
10862
10689
أحمد بن حنبل
241
5
سعد بن مالك
مسند أحمد بن حنبل
11246
11068
أحمد بن حنبل
241
6
سعد بن مالك
مسند أحمد بن حنبل
11302
11122
أحمد بن حنبل
241
7
سعد بن مالك
مسند أحمد بن حنبل
11659
11466
أحمد بن حنبل
241
8
سعد بن مالك
صحيح ابن حبان
311
307
أبو حاتم بن حبان
354


BAB IV
PENUTUP

Demikian makalah ini kami tulis, semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam membantu menambah wawasan mengenai Takhrij Hadits ini. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan. Terimakasih.



Sumber:
http://digilib.uinsby.ac.id

Tag #Takhrij Hadits.pdf .doc



[1] Ridwan Nasir, Ulumul Hadits & Musthalah Hadits, (Jombang: Darul Hikmah), 2008
[2] Pengertian Takhrij (http://alhaditslover.blogspot.com/2013/10/makalah-takhrij-alhadits_801.html) diakses tanggal 7 november 2014
[3] Ibid
[4] Ibid                                                                                                                             
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Dr.H.Abdul majid khon, Ulumul hadis, Jakarta: Sinar Grafika Offset, Cetakan kedua, th.2009, hlm. 118-119.
[8] Ibid.
[9] Ibid. h 120.
[10] Ibid. h.121.
[11] Ibid. h. 121-122.
[12] Abdul Muhdi bin Abdul Qadir, Thuruq Takhrij Hadits Rosulullah SAW. (Cairo: Dar al-I’tisham, 1987), hlm. 151 – 152.
[13] Ibid, hlm. 31.
[14] Jalaluddin Abdurrahman Ibnu Abi Bakar As- Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, jilid 11, (Surabaya: Al-hidayah), hlm 3.

0 komentar:

Posting Komentar