MAKALAH
IDENTITAS NASIONAL
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penulis) panjatkan kepada Allah SWT, karena
atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami (penulis) dapat menyusun makalah ini
dengan baik sesuai dengan kemampuan kami (penulis). Tidak lupa pula kami
(penulis) ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan kepada kami (penulis) untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk
selanjutnya kami (penulis) mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah
wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami (penulis) mengharapkan
saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami (penulis) sadar
bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang
kami (penulis) susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Hormat kami,
Tim Makalah-makalah.com
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan
masalah diantaranya:
1) Apa Pengertian Identitas Nasional?
2) Apa Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional?
3) Apa Bentuk Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional ?
2) Apa Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional?
3) Apa Bentuk Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional ?
1.3. Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
1) Apa Pengertian Identitas Nasional?
2) Apa Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional?
3) Apa Bentuk Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional ?
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
1) Apa Pengertian Identitas Nasional?
2) Apa Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional?
3) Apa Bentuk Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional ?
BAB III IDENTITAS NASIONAL
(Pendidikan Pancasila)
IDENTITAS NASIONAL
A.
Pengertian Identitas Nasional
Eksistensi suatu bangsa pada era
globalisasi dewasa ini mendapat tantangan yang sangat luar kuat, terutama
karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalis
Revolution, era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan
menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi
sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa
di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, sosial, politik dan kebudayaan
(Berger, 1988). Perubahan global ini menurut Fukuyama (1989: 48), membawa
perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular ke arah ideologi
universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya.
Dalam kondisi seperti ini negara
nasional akan dikuasai oleh Negara transnasional, yang lazimnya didasari oleh
negara-negara dengan prinsip kapitalisme (Rosenau). Konsekuensinya
Negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun demikian
dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan
bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, ciri khas suatu bangsa yang merupakan
local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi challance dan response.
Jikalau challance cukup besar sementara response kecil, maka bangsa tersebut
akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborogin di Australia
dan bangsa Indian di Amerika. Namunn demikian jikalau challance kecil sementara
response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang
kreatif. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi
globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreativitas
budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai Negara di dunia, justru
dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan
nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.
Istilah “identitas nasional” secara
terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara
filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian
yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas
sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari
bangsa tersebut. Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses
bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat
pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas
nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau
lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian sebagai
suatu identitas, sebenarnya pertama kali muncul dari para pakar psikologi.
Manusia sebagai individu sulit dipahami manakala ia terlepas dari manusia
lainnya. Oleh karena itu, manusia dalam melakukan interaksi dengan individu
lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku serta karakter
yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun
demikian, pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu
identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis,
psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku
tersebut terdiri atas kebiasaan, sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada
pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya.
Oleh karena itu, kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku
seseorang dalam hubungan dengan manusia lain (Ismaun, 1981: 6).
Jikalau kepribadian sebagai suatu
identitas dari suatu bangsa, maka persoalannya adalah bagaimana pengertian
suatu bangsa itu. Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang
mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan
watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami
suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”. Para tokoh besar ilmu
pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat kepribadian bangsa tersebut adalah
dari beberapa disiplin ilmu, antara lain antropologi, psikologi dan sosiologi.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain Margareth Mead, Ruth Benedict, Ralph Linton,
Abraham Kardiner, David Riesman. Menurut Mead dalam “Anthropology to Day”
(1954) misalnya, bahwa studi tentang “National Character” mencoba untuk
menyusun suatu kerangka pikiran yang merupakan suatu konstruksi tentang
bagaimana sifat-sifat yang dibawa oleh kelahiran dan unsur-unsur ideotyncrotie
pada tiap-tiap manusia dan patroon umum serta patron individu dari proses
pendewasaannya diintegrasikan dalam tradisi sosial yang didukung oleh bangsa
itu sedemikian rupa, sehingga nampak sifat-sifat kebudayaan yang sama, yang
menonjol yang menjadi ciri khas suatu bangsa tersebut (Kroeber, 1954; Ismaun,
1981:7).
Demikian pula tokoh antropologi
Ralph Linton bersama dengan pakar psikologi Abraham Kardiner, mengadakan suatu
proyek penelitian tentang watak umum suatu bangsa dan sebagai objek
penelitiannya adalah bangsa Maequesesas dan Tanala, yang kemudian hasil
penelitiannya ditulis dalam suatu buku yang berjudul “The Individual and His
Society” (1938). Dari hasil penelitian tersebut dirumuskan bahwa sebuah
konsepsi tentang basic personality structure. Dengan konsepsi itu dimaksudkan
bahwa semua unsur watak sama dimiliki oleh sebagian besar warga suatu
masyarakat. Unsur watak yang sama ini disebabkan oleh pengalaman-pengalaman
yang sama yang telah dialami oleh warga masyarakat tersebut, karena mereka
hidup di bawah pengaruh suatu lingkungan kebudayaan selama masa tumbuh dan
berkembangnya bangsa tersebut.
Linton juga mengemukakan pengertian
tentang status personality, yaitu watak individu yang ditentukan oleh statusnya
yang didapatkan dari kelahiran maupun dari segala daya upayanya. Status
personality seseorang mengalami perubahan dalam suatu saat, jika seseorang
tersebut bertindak dalam kedudukannya yang berbeda-beda, misalnya sebagai ayah,
sebagai pegawai, sebagai anak laki-laki, sebagai pedagang, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam hal basic personality structure
dari suatu masyarakat, seorang peneliti harus memperhatikan unsur-unsur status
personality yang kemungkinan mempengaruhinya (Ismaun, 1981: 9).
Berdasarkan uraian di atas, maka
pengertian kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa, adalah
keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur
yang membentuk bangsa tersebut. Oleh karena itu, pengertian identitas nasional
suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “Peoples Character”,
“National Character”, atau “National Identity”. Dalam hubungannya dengan
identitas nasional Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia kiranya sangat sulit
jikalau hanya dideskripsikan berdasarkan ciri khas fisik. Hal ini mengingat
bangsa Indonesia itu terdiri atas berbagai macam unsur etnis, ras, suku,
kebudayaan, agama, serta karakter yang sejak asalnya memang memiliki suatu
perbedaan. Oleh karena itu, kepribadian bangsa Indonesia sebagai suatu
identitas nasional secara historis berkembang dan menemukan jati dirinya
setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun demikian, identitas
nasional suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara statis mengingat bangsa
adalah merupakan kumpulan dari manusia-manusia yang senantiasa berinteraksi
dengan bangsa lain di dunia dengan segala hasil budayanya. Oleh karena itu,
identitas nasional suatu bangsa termasuk identitas nasional Indonesia juga harus
dipahami dalam konteks dinamis. Menurut Robert de Ventos sebagaimana dikutip
oleh Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity (dalam Suryo, 2002),
mengemukakan bahwa selain faktor etnisitas, teritorial, bahasa, agama, serta
budaya, juga faktor dinamika suatu bangsa tersebut dalam proses pembangunan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, identitas nasional bangsa
Indonesia juga harus dipahami dalam arti dinamis, yaitu bagaimana bangsa itu
melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk proses interaksinya secara
global dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
Sebagaimana kita ketahui di dunia
internasional bahwa bangsa-bangsa besar yang telah mengembangkan identitasnya
secara dinamis membawa nama bangsa tersebut baik dalam khazanah dunia ilmu
pengetahuan maupun dalam khazanah dunia pergaulan antara bangsa di dunia.
Kebesaran bangsa Inggris tidak terlepas dari jerih payah serta kreativitas
bangsa tersebut dalam melakukan akselerasi pembangunannya. Dalam sejarah dunia
kita ketahui bahwa banyak anak-anak bangsa Inggris menentukan ilmu pengetahuan,
yang kemudian dikembangkan melalui teknologi. Atas karya besar tersebut bangsa
Inggris mengalami suatu revolusi kehidupan yaitu “Revolusi Industri”. Dengan
revolusi industri tersebut bangsa Inggris mulai menjelajahi benua lain,
sehingga diberbagai benua bangsa Inggris menanamkan karya besarnya yang
dikembangkan karena kreativitas dari bangsa tersebut. Hal ini dengan sendirinya
tanpa mengesampingkan aspek negatifnya, yaitu bangsa Inggris melakukan
penjajahan di berbagai benua di dunia. Atas kebesaran penemuan bangsa Inggris
tersebut, maka bangsa di seluruh dunia berniat untuk menimba ilmu pengetahuan
dan teknologinya, sehingga tidak mengherankan jikalau bahasa Inggris yang merupakan
salah satu identitas nasional bahasa Inggris dipelajari oleh bangsa di seluruh
dunia.
Bagi bangsa Indonesia dimensi
dinamis identitas nasional Indonesia belum menunjukkan perkembangan kearah
sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia mengalami kemerdekaan 17
Agustus 1945, berbagai perkembangan kearah kehidupan kebangsaan dan kenegaraan
mengalami kemerosotan dari segi identitas nasional. Pada masa mempertahankan
kemerdekaan bangsa Indonesia dihadapkan pada kemelut kenegaraan sehingga tidak
membawa kemajuan bangsa dan negara.
Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959
bangsa Indonesia kembali ke UUD 1945. Pada saat itu dikenal periode Orde Lama
dengan penekanan kepada kepemimpinan yang sifatnya sentralistik. Pada periode
tersebut partai komunis semakin berkembang dengan subur, bahkan tatkala
mencapai kejayaannya berupaya untuk menumbangkan pemerintahan Indonesia, yang
ditandai dengan timbulnya gerakan G 30 S. PKI. Rakyat Indonesia menjadi semakin
tidak menentu. Identitas dinamis bangsa Indonesia saat itu ditandai dengan
perang saudara yang memakan banyak korban rakyat kecil. Maka muncullah gerakan
aksi dari para pemuda, pelajar dan mahasiswa untuk menyelamatkan bangsa dan
negara dari bahaya Negara atheistik.
Kejatuhan kekuasaan Orde lama
diganti dengan kekuasaan Orde Baru dengan munculnya pemimpin kuat yaitu Jendral
Soeharto. Pada periode Orde Baru Soeharto banyak mengembangkan program
pembangunan nasional yang sangat populer dengan program Repelita. Memang sudah
banyak yang dilakukan Soeharto melalui pembangunan yang banyak dinikmati
rakyat, namun dalam kenyataannya pemerintah saat itu banyak melakukan hutang ke
dana moneter internasional, sehingga rakyat kembali dihadapkan pada beban yang
sangat berat yaitu menanggung hutang negara. Selama kurang lebih tiga puluh dua
tahun Soeharto berkuasa seakan-akan bangsa Indonesia menunjukkan kepada
masyarakat dunia internasional bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
demokratis. Namun dalam kenyataannya hanya semu belaka, pemerintah melakukan
pemilu memilih wakil-wakil rakyat namun secara langsung atau tidak langsung
juga mengarah kepada model kepemimpinan yang sentralistik bahkan juga ditandai
dengan kekuasaan militer. Pada saat itu bangsa Indonesia berupaya secara
dinamis akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui menristek,
bahkan juga dikembangkannya teknologi modern dengan mengembangkan perusahaan
pesawat terbang “Nurtanio” yang dipelopori oleh B.J. Habibie. Meskipun
seakan-akan pemerintah saat itu mengembangkan teklologi modern, namun dalam
kenyataannya industri pesawat tersebut belum memberikan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Yang paling memprihatinkan saat ini adalah perkembangan
budaya korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), yang mengakar pada pejabat pemerintahan Negara, sehingga konsekuensinya
identitas nasional Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang “korupsi”.
Selain itu penguasa Orde Baru saat itu menempatkan filsafat Negara pancasila
yang sekaligus juga sebagai identitas bangsa dan Negara Indonesia, sebagai alat
legitimasi politis untuk mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu akibatnya
saat ini sebagian rakyat bahkan banyak kalangan elit politik memiliki pemahaman
epistemologis yang sesat yaitu pancasila sebagai dasar filsafat Negara dan kepribadian
bangsa Indonesia, seakan-akan identik dengan kekuasaan Orde Baru.
Pasca kekuasaan Orde Baru bangsa
Indonesia melakukan suatu gerakan nasional yang populer dewasa ini disebut
sebagai gerakan “repormasi”. Rakyat dengan ditokohi oleh kalangan elit politik,
para intelektual termasuk mahasiswa melakukan repormasi dengan tujuan seharusya
adalah meningkatkan kesejahteraan atas kehidupan rakyat. Di harapkan pada era
repormasi dewasa ini kehidupan rakyat menjadi semakin bebas, demokratis, dan yang
terlebih penting lagi adalah meningkat kesejahteraannya baik lahir maupaun
batin. Sudah banyak memang yang dilakukan pemerintahan Negara Indonesia dalam
melakukan repormasi, baik dibidang politik, hukum, ekonomi, militer, pendidikan
serta bidang-bidang lainnya. Satu hal yang sangat memprihatinkan dewasa ini
adalah seharusnya kita bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa, kita dikaruniai
kesempatan untuk melakukan suatu repormasi dalam kehidupan kenegaraan dan
kebangsaan, namun saat ini kita lupa akan tujuan hidup berbangsa dan bernegara,
arah kehidupan kita tidak jelas, ideologi dan filsafat bangsa dan Negara hanya
sebagai simbol kosong belaka. Konsekuensinyang dewasa ini ideologi kebangsaan
dan kenegaraan bangsa Indonesia adalah repormasi itu sendiri, sementara arah
dan makna repormasi juga dimaknai secara baragam. Unsur-unsur filosofi bangsa
Indonesia yang menekankan kebangsaan dalam hidup berbangsa dan bernegara di
samping berbagai perbedaan, dewasa ini di anggap kosong belaka. Akibatnya dalam
era repormasi dewasa ini muncullah berbagai konflik perbedaan yang bahkan
ditandai dengan konflik fisik diantara elemen-elemen masyarakat berbagai
pembentuk bangsa Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita konflik,
Ambon,Sampit antara suku Madura dengan Dayak, Sambas, Kalimantan Barat, Poso,
konflik antar daerah di berbagai wilayah, konflik antar pemeluk agama, misalnya
kasus Achmadiyah, kasus Salafiyah, serta kasus konflik antar pemeluk agama
lainnya. Selain itu juga konflik politik baik dalam tubuh partai politik, proses
pilkada, bahkan ironisnya juga terjadi di dunia kehidupan kampus.
Nampaknya makna dalam kebebasan
dalam era repormasi dewasa ini dimaknai lain oleh sebagian besar masyarakat,
bahkan kadangkala aparat penegak hukum serta peraturan perundang-undangan
dibuat tidak berdaya. Berbagai konflik tersebut di atas memakan banyak korban
nyawa anak-anak bangsa yang tidak berdosa, dan anehnya tidak ada seorangpun
yang mau bertanggungjawab atas musibah tersebut. Bahkan tatkala terjadi konflik
etnis di Kalimantan dimana antar suku saling membantai, bangsa Indonesia di
dunia internasional mendapat identitas yang negative sebagai bangsa yang
berbudaya dan beradab.
Dalam hubungan dengan konteks
identitas nasional secara dinamis dewasa ini nampaknya bangsa Indonesia tidak
merasa bangga dengan bangsa dan negaranya di dunia internasional. Akibatnya
dewasa ini semangat patriotisme, semangat kebangsaan, semangat untuk
mempersembahkan karya terbaik bagi bangsa dan Negara di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi dewasa ini, bangsa Indonesia belum menunjukkan ekselerasi yang
berarti, pada hal jikalau kita lihat sumber daya manusia Indonesia ini juga
seharusnya dapat dibanggakan sebagai contoh fakta kongkrit, anak-anak kita
sering berprestasi internasional dalam Olympiade ilmu pengetahuan. Terlebih
lagi dewasa ini muncul budaya “mudah menyalahkan orang lain” tanpa diimbangi
dengan ide serta solusi yang realistik.
Oleh karena itu dalam hubungannya
dengan identitas nasional secara dinamis, dewasa ini bangsa Indonesia harus
memiliki visi yang jelas dalam melakukan repormasi, melalui dasar filosofi
bangsa dan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi
pancasila. Masyarakat harus semakin terbuka, dan dinamis namun harus
berkeadaban serta kesadaran akan tujuan hidup bersama dalam berbangsa dan
bernegara. Dengan kesadaran akan kebersamaan dan persatuan tersebut maka Insya
Allah bangsa Indonesia akan mampu mengukir identitas nasionalnya secara dinamis
di dunia internasional.
B.
Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
Kelahiran identitas nasional suatu
bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat
ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional
tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional
bangsa Indonesia meliputi (1) faktor objektif, yang meliputi faktor
geografis-ekologis dan demografis, (2) faktor subjektif, yaitu faktor historis,
sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002)
Kondisi geografis-ekologis yang
membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak
di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut
mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural
bangsa Indonesia. Selain itu faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut
memengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta
identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang ada didalamnya. Hasil dari
interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan peroses pembentukan masyarakat, bangsa, dan negara bangsa beserta identitas bangsa Indonesia,
yang muncul tatkala nasionalisme berkembang di Indonesia pada awal abad XX.
Robert de Ventos, sebagaimana
dikutip Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity (Surya,2002),
mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai
hasil interaksi historis antara empat factor penting, yaitu faktor primer,
faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Faktor pertama, mencakup
etnisitas, teritoral, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Bagi bangsa Indonesia
yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama wilayah serta bahasa
daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan
masing-masing. Unsur-unsur yang beraneka ragam yang masing-masing memiliki ciri
khasnya sendiri-sendiri menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama
yaitu bangsa Indonesia. Kesatuan tersebut tidak menghilangkan
keberanekaragaman, dan hal inilah yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Faktor kedua, meliputi pembangunan komonikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan negara. Dalam
hubungan ini bagi suatu bangsa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan negara dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang
bersifat dinamis. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses pembentukan
identitas nasional yang dinamis ini sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan
dan prestasi bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan negaranya. Dalam
hubungan ini sangat diperlukan persatuan dan kesatuan bangsa, serta langkah
yang sama dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia. Faktor ketiga, mencakup
kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan
pemantapan sistem pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa telah
merupakan bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa Indonesia
telah merupakan bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia. Bahasa Melayu telah
dipilih sebagai bahasa antar etnis yang ada di Indonesia, meskipun
masing-masing etnis atau daerah di Indonesia telah memiliki bahasa daerah
masing-masing. Demikian pula menyangkut birokrasi serta pendidikan nasional
telah dikembangkan sedemikian rupa meskipun sampaai saat ini masih senantiasa
dikembangkan. Faktor keempat, meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian
identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat. Bangsa Indonesia yang
hampir tiga setengah abad dikuasai oleh bangsa lain sangat dominan dalam
mewujudkan faktor keempat melalui memori kolektif rakyat Indonesia. Penderitaan, dan kesengsaraan
hidup serta semangat bersama dalam memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor
yang sangat strategis dalam membentuk memori kolektif rakyat. Semangat
perjuangan, pengorbanan, menegakkan kebenaran dapat merupakan identitas untuk
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia.
Keempat faktor tersebut pada
dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia,
yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan
dari penjajahan bangsa lain. Pencarian identitas nasional bangsa Indonesia pada
dasarnya melekat erat dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk membangun bangsa
dan negara dengan konsep nama Indonesia. Bangsa dan negara Indonesia ini
dibangun dari unsur-unsur masyarakat lama dan dibangun menjadi suatu kesatuan
bangsa dan negara dengan prinsip nasionalisme modern. Oleh karena itu
pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-unsur
lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama serta geografis, yang saling
berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang.
C.
Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu
bangsa dari masyarakat internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya
yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia
berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah prinsip-prinsip dasar
filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Para pendiri
negara menyadari akan pentingnya dasar filsafat ini, kemudian melakukan suatu
penyelidikan yang dilakukan oleh badan yang akan meletakkan dasar filsafat
bangsa dan negara yaitu BPUPKI. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para
pendiri bangsa tersebut yang di angkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup
bangsa Indonesia, yang kemudian
diabsraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Jadi
dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang
bersumber kepada kepribadiannya sendiri. Hal inilah menurut Titus dikemukakan
bahwa salah satu fungsi filsafat adalah kedudukannya sebagai suatu pandangan
hidup masyarakan (Titus, 1984).
Dapat pula dikatakan bahwa
pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan
negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan
keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi
filsafat pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksa oleh suatu
rezim atau penguasa melainkan melalui suatu fase historis yang cukup panjang.
Pancasila sebelum dirumuskan secara formal yuridis dalam penggunakan UUD 1945
sebagai dasar filsafat negera Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada bangsa
Indonesia, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu pandangan hidup, sehingga
materi pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa
Indonesia sendiri. Dalam pengertian seperti ini menurut Notonegoro bangsa
Indonesia adalah sebagai kaus materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut
kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk
dijadikan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Proses perumusan materi
pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “ panitia 9”, sidang
BPUPKI kedua, akhirnya di syahkan secara
formal yuridis sebagai dasar filsafat
Negara Republik Indonesia.
Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar
Identitas Nasional
Bangsa Indonesia terbentuk melalui
suatu proses sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan kenyataan objektif
tersebut maka untuk memahami jati diri bangsa Indonesia serta identitas
nasional Indonesia maka tidak dapat dilepaskan dengan akar-akar budaya yang
mendasari identitas nasional Indonesia. Kepribadian, jati diri, serta identitas
nasional Indonesia yang terumuskan dalam filsafat Pancasila harus dilacak dan
dipahami melalui sejarah terbentuknya bangsa Indonesia sejak zaman, Kutai, Sriwijaya, Majapahit serta kerajaan
lainnya sebelum penjajahan bangsa asing di Indonesia.
Nilai-nilai esensial yang
terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan
serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Proses
terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses sejarah yang
cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan-kerajan pada abad ke IV, ke V kemudian
dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VIII, yaitu
ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah Wangsa Syailendra di Palembang,
kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan
lainnya. Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut
Yamin diistilahkan sebagai fase terbentukny nasionalisme lama, dan oleh karena
itu secara objektif sebagai dasar identitas nasionalisme Indonesia.
Dasar-dasar pembentukan
nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang kemerdekaan
bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan
nasional pada tahun 1908, kemudian
dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri,
membentuk suatu bangsa dan Negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus
1945 yang kemudian di proklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu akar-akar
nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah sekaligus juga
merupakan unsur-unsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
Demikian
makalah ini kami tulis, semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita
dalam mengembangkan rasa nasionalisme kita. Mohon maah jika banyak kesalahan
dalam penulisan. Terimakasih.
Daftar Pustaka:
M.S, Kaelan. Pendidikan
Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradigma, 2010.
Sumber: http://hastikadea.blogspot.co.id/
Di Edit oleh:
Tim Makalah-makalah.com
0 komentar:
Posting Komentar