MAKALAH
TEORI EMOSI
Editor:
Tim Makalah-makalah.com
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun)
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat
menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan
juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah
ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita
semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Hormat kami,
Tim Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan
masalah diantaranya:
A. Apa definisi dan pengertian Emosi?
B. Bagaimana bentuk macam-macam Emosi?
B. Apa pengertian Regulator Emosi?
Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui definisi dan pengertian Emosi?
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui definisi dan pengertian Emosi?
B. Mengetahui macam-macam Emosi?
B. Mengetahui pengertian Regulator Emosi?
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A. EMOSI
1. Pengertian
Emosi
Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal
mutlak dalam emosi.
Daniel
Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh
emosi gembira mendorong perubahan suasana
hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat
tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku
menangis.
Chaplin (2002, dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi
sebagai
suatu keadaan yang terangsang
dari organisme mencakup perubahan-
perubahan yang
disadari, yang
mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Maramis (2009)
dalam bukunya “Ilmu Kedokteran Jiwa”
mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung
tidak lama yang
mempunyai komponen
pada badan dan pada jiwa individu
tersebut.
Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan organisme
yang disertai oleh
gejala-gejala kesadaran,
keperilakuan
15
dan proses fisiologis. Kesadaran apabila seseorang
mengetahui makna
situasi yang
sedang
terjadi. Jantung
berdetak lebih cepat, kulit memberikan respon
dengan mengeluarkan keringat dan napas terengah-engah termasuk dalam proses
fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut melakukan suatu tindakan sebagai suatu akibat yang terjadi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah pengalaman
sadar,
kompleks dan meliputi unsur perasaan, yang mengikuti
keadaan-keadaan
psikologis
dan mental yang
muncul serta penyesuaian batiniah dan mengekspresikan dirinya dalam
tingkah laku yang nampak.
2. Macam-macam Emosi
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Lazarus, Descrates, JB Watson dan
Daniel Goleman.
Menurut Lazarus (1991, dalam
Salamah) emosi-emosi yang
terdapat pada seorang individu,
yaitu: anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut),
jealously (perasaan bersalah), shame (malu),
disgust
(jijik), happiness (gembira), pride (bangga), relief
(lega), hope (harapan),
love (kasih sayang), compassion (kasihan).
Sedangkan menurut Descrates (dalam Gunarsa
2003), ada 6 emosi
dasar
pada
setiap individu, terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci),
sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta) dan
joy (kegembiraan). sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam
emosi, yaitu : fear (ketakutan),
rage
(kemarahan), Love (cinta).
Selain itu Daniel Goleman (2002, dalam Yuliani, 2013) mengemukakan beberapa
macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan,
cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Goleman (2002)
juga menyatakan bahwa perilaku individu yang muncul
sangat banyak
diawarnai emosi. Emosi dasar
individu mencakup emosi positif dan
emosi negatif. Emosi positif yaitu perasaan-perasaan yang tidak di
inginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman.
B.
REGULASI EMOSI
1. Pengertian
Regulasi Emosi
Thompson (1994) mendefinisikan regulasi
emosi sebagai kemampuan individu untuk
memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk
mencapai tujuan. Regulasi dipandang secara positif,
individu yang melakukan regulasi
emosi
akan
lebih
mampu
melakukan pengontrolan emosi. Individu
yang mampu mengekspresikan emosi dapat mengubah
lingkungan
sosial
menjadi lebih baik. Reivich dan Shatte
(2002), mendefinisikan regulasi
emosi sebagai
kemampuan
untuk tenang di
bawah tekanan. Lebih lanjut Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan dua
hal
penting yang
terkait dengan regulasi emosi yaitu ketenangan
(calming) dan fokus (focusing), individu
yang mampu mengelola kedua
keterampilan ini
dapat membantu
meredakan emosi
yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stres.
Gross dan Thompson
(2007) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan
berbagai proses tempat emosi
diatur. Proses
regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak
disadari
dan
bisa memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Emosi adalah proses yang
melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu, regulasi emosi melibatkan perubahan dalam
dinamika emosi,
atau waktu
munculnya, besarnya lamanya dan
mengimbangi respon perilaku,
pengalaman
atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau
memelihara emosi tergantung pada
tujuan individu.
Berdasarkan pengertian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
regulasi emosi adalah
kemampuan untuk
tetap tenang dibawah
tekanan, meliputi semua
kesadaran dan ketidaksadaran strategi yang digunakan untuk menaikkan, memelihara, mengontrol dan
menurunkan emosi sehingga
berpengaruh pada
perasaan, perilaku, dan respon
fisiologis.
2. Aspek- aspek Regulasi Emosi
Thompson (1994), membagi aspek-aspek regulasi emosi yang terdiri dari
tiga macam:
a. Kemampuan memonitor emosi (emotions monitoring)
yaitu
kemampuan individu untuk menyadari
dan memahami
keseluruhan
proses yang terjadi didalam dirinya, perasaannya, pikirannya dan
latar belakang dari
tindakannya.
b. Kemampuan mengevaluasi
emosi (emotions evaluating)
yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-
emosi yang dialaminya. Kemampuan
untuk
mengelola
emosi khususnyan emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam dan benci akan
membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh
secara mendalam
yang dapat mengakibatkan individu
tidak dapat berfikir secara rasional.
c. Kemampuan memodifikasi emosi (emotions modification) yaitu
kemampuan individu untuk meruba emosi sedemikian rupa
sehingga
mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam putus
asa, cemas dan marah. Kemampuan
ini membuat individu
mampu bertahan
dalam masalah yang sedang dihadapinya.
3. Strategi
Regulasi Emosi
Menurut Garnefski
(dalam
Salamah, 2008)
terdapat
beberapa macam
strategi-strategi
untuk meregulasi emosi, yaitu:
1) Selfblame disini adalah mengacu kepada
pola pikir menyalahkan
mengacu kepada
pola pikir menyalahkan diri sendiri. Beberapa penelitian
menemukan bahwa selfblame
berhubungan dengan depresi dan pengukuran kesehatan
lainnya.
2) Blaming
others
adalah
mengacu pada
pola pikir menyalahkan orang lain
atas kejadian yang menimpa dirinya.
3) Acceptance adalah mengacu pada pola
pikir menerima dan pasrah atas
kejadian yang
menimpa dirinya.
Acceptance merupakan
strategi coping yang
memilki hubungan positif dengan pengukuran
keoptimisan dan self esteem dan
memiliki hubungan yang
negatif
dengan pengukuran
kecemasan.
4) Refocus on planning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang
harus diambil dalam mengahadapi peristiwa negatif yang
dialami. Perlu diperhatikan kalau dimensi ini hanya
pada
tahap kognitif saja, tidak sampai kepelaksanaan.
5) Positive refocusing
adalah kecenderungan individu untuk lebih
memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan
menggembirakan daripada memikirkan situasi yang sedang
terjadi. Berfokus
pada hal-hal yan positif
bisa dianggap membantu pada
jangka pendek. Namun pada jangka panjang bisa bersifat maladaptive.
6) Rumination or focus on Thought adalah apabila individu cenderung
selalu memikirkan perasaan yang
berhubungan dengan situasi yang sedang terjadi.
Nolen menyatakan rumination cenderung
berasosiasi
dengan
tingkat
depresi yang tinggi.
7) Positive reappraisal
adalah kecenderungan individu
untuk
mengambil makna positif dari situasi yang sedang
terjadi.
Menunjukkan bahwa positive
reappraisal beraosiasi
dengan
optimism dan self
esteem serta
berkorelasi
negatif dengan kecemasan.
8) Putting into perspective adalah individu cenderung untuk
bertindak acuh (tidak peduli)
atau meremehkan suatu keadaan. Konsep ini belum pernah dimasukkan dalam
pengukuran coping apaun
sehingga belum ada data-data mengenai korelasi putting into
perspective dengan hal lain.
9) Catastrophobizing adalah kecenderungan individu untuk
menganggap bahwa dirinyalah yang
lebih tidak beruntung
dari situasi yang sudah terjadi. Secara
umum catastrophobizing berhubungan erat dengan
maladaptasi, distress emosioanal,
dan depresi.
Pada penjelasan strategi-strategi diatas, yang dapat dikatakan sebagai
strategi regulasi emosi yang baik menurut Garnesfski
adalah acceptance,
refocus on planning, positive
refocusing, positive reappraisal, putting into perspective, karena
strategi regulasi emosi tersebut menunukkan tingkat
optimis dan self esteem yang positive serta tingkat anxiety yang rendah.
Sedangkan strategi emosi yang
buruk menurut Garnesfski adalah
selfblame, blaming
others, rumination or, focus
on thought, catastrophobizing karena strategi-strategi regulasi emosi tersebut
menunjukkan atau diasosiasikan dengan tingkat depresi dan
stress yang
tinggi.
4. Fungsi dan proses
regulasi emosi
Menurut Goleman (2002)
tujuan
dari regulasi emosi ini bukan untuk
menekan emosi yang akan
diekspresikan , tetapi mengendalikan
luapan- luapan emosi yang
dirasa akan hilang
kendali agar kestabilan emosi tetap
terjaga. Emosi berlebihan yang
meningkat dengan intensitas terlalu lama akan mengoyak kestabilan diri dari individu. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan individu dalam meregulasi emosi merupakan salah satu
indikator dari kecerdasan emosionalnya.
Gross dan Thompson (2007) menjelaskan bahwa ada lima
point dalam proses regulasi dengan fungsi yang
berbeda-beda pada setiap
penggunaannya,
antara lain:
a. Pemilihan kondisi/ situasi,
merupakan bentuk dari
proses regulasi
dimana individu memilih situasi-situasi tertentu agar emosi yang di ekpresikan sesuai
dengan apa
yang
diharapkan. Tujuannya adalah
untuk meminimalisir atau memaksimalkan ekspresi dari
emosi yang
dirasakan.
b. Modifikasi situasi, disini regulasi emosi terjadi dengan mengubah atau memodifikasi situasi yang
menjadi stimulus
munculnya emosi.
Regulasi emosi yang
dilakukan dengan memodifikasi situasi salah satunya dengan
merubah suasana tegang yang dirasa akan menstimulus
emosi negatif
menjadi suasana yang lebih
nyaman.
c. Memfokuskan/
menjaga perhatian,
dilakukan dengna cara memfokuskan perhatiannya untuk mempengaruhi
emosinya dan
dilakukan saat usaha regulasi emosi dengan mengubah situasi tidak
mungkin dilakukan.
d. Merubah kognitif, adalah bentuk regulasi emosi yang
dilakukan dengan merubah pemahaman individu terhadap stimulus yang
memicu emosinya.
e. Modulasi respon, merupakan regulasi emosi yang dilakukan karena
emosi sudah muncul dan mempengaruhi kognitif serta fisik dari individu.
Kelima point dalam
proses
regulasi emosi tersebut digolongkan lagi berdasarkan focus yang dilakukan
untuk meregulasi emosi menjadi antecent-
focused dan response-focused. Pada antecedent-focused,
individu akan meregulasi emosi sebelum emosi tersebut muncul
sebagai perilaku atau dengan kata lain individu akan mengelola antiseden atau spectrum emosinya. Yang termasuk dalam antecent-focused adalah pemilihan situasi, modifikasi situasi, focus perhatian, dan perubahan kognitif.
Response-focused adalah
proses regulasi emosi yang
berfokus pada pengelolaan yang
terjadi setelah respon
digeneralisasi.
5. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
strategi regulasi emosi
Menurut Brener dan Salovey (dalam Salovey & Skufter, 1997)
terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi strategi regulasi emosi, yaitu:
a) Usia.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa seiring berjalannya usia, semakin dewasa individu semakin adaptif
strategi regulasi emosi yang digunakan (Gross,
Richards,
& John, 2004).
b) Gender atau Jenis kelamin.
Penelitian dilakukan oleh Karista (2005)
memperlihatkan bahwa
perbedaan gender juga
berhubungan dengan perbedaan
strategi regulasi emosi yang
digunakan. Karista menemukan bahwa laki-laki dewasa muda lebih banyak menyalahkan diri sendiri saat meregulasi
emosinya, sedangkan perempuan dewasa muda lebih
sering menyalahkan
orang lain.
Seorang gadis yang
berumur 7-17 tahun lebih dapat meluapkan tentang emosi yang
menyakitkan dari pada anak laki-laki yang
juga
seumuran dengannya (Salovey dan
Sluyter,
1997). Salovey dan
Sluyter (1997)
menyimpulkan
bahwa anak perempuan
lebih banyak
mencari dukungan dan perlindungan dari orang lain untuk meregulasi
emosi negative
mereka sedangkan
anak laki-laki menggunakan latihan fisik untuk meregulasi
emosi mereka.
c)
Pola asuh.
Pola asuh orangtua dalam mensosialisasikan perasaan dan pikiran mengenai emosi kepada anaknya (Gottman, Katz, &
Hooven dalam
Groos, Richards, & John, 2004) pada akhirnya akan mempengaruhi
adaptif atau tidaknya strategi regulasi emosi
yang digunakan oleh anak mereka (Gross,& John,
2004).
Menurut Rice affect yang
positif antara anggota keluarga bisa bersifat positif maupun negative. Affect yang
positif antara anggota keluarga menunjuk
pada hubungan yang
digolongkan pada emosi seperti kehangatan, kasih
sayang, cinta, dan sensitivitas (Felson dan Zelinski dalam Riece, 1999). Dalam hal ini anggota
keluarga menunjukkan bahwa masing-masing
dari
mereka mau mendengarkan perasaan dan
mengerti kebutuhan
satu sama lain. Sedangkan affect yang
negatif digolongkan pada emosi yang
“dingin”, penolakan, dan permusuhan. Sikap
yang terjadi
antara anggota keluarga adalah
mereka saling tidak menyukai bahkan
tidak
mencintai
(Riece,
1999).
d) Hubungan
interpersonal
Salovey dan Sluyter (1997) juga mengemukakan bahwa hubungan interpersonal dan individual juga
mempengaruhi regulasi emosi.
Keduanya berhubungan dan saling
mempengaruhi, sehingga emosi
meningkat bila individu
yang ingin mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan individu lainnya. Biasanya emosi
positif meningkat bila
individu mencapai
tujuannya dan
emosi negative meningkat bila individu
kesulitan
dalam mencapai
tujuannya.
e) Pengetahuan
mengenai emosi.
Pengetahuan mengenai emosi berhubungan dengan bagaimana orang tua memperkenalkan emosi-emosi tertentu kepada anaknya. Orang tua yang
mengajarkan anaknya mengenai emosi yang
ia
rasakan dan memberikan label terhadap emosi yang dirasakan oleh orang
lain , akan dapat
membantu mereka melakukan regulasi emosi
secara lebih adaptif (Brener & Salovey dalam Salovey & Skufter, 1997).
f) Perbedaan individual. Adanya perbedaan individual dalam meregulasi
emosi, menurut Gross dalam (Pervin, John,
& Robbins, 1999) dipengaruhi oleh tujuan, frekuensi, dan kemampuan individu. Tujuan
individu dalam meregulasi emosinya
dipengaruhi oleh perbedaan individu dalam hal penggantian dari
pengalaman emosi, ekspresi dan
respon fisiologis dalam situasi tertentu.
Frekuensi merujuk
pada seberapa sering individu menggunakan strategi-strategi tertentu dalam meregulasi emosinya, sedangkan
kemampuan
individu berhubungan
denagn sejauh mana tingkah laku meregulasi emosi dapat dilakukan
individu dapat ditampilkan kepada
lingkungan. Sejalan yang
dinyatakan oleh Gross (dalam Pervin, John , &
Robbins, 1999), Garnefski dan Kraaij (2006)
juga menyatakan adanya perbedaan individual
dalam penggunaan strategi regulasi
emosi secara kognitif, walaupun kapasitas regulasi emosi secara
kognitif adalah hal yang umum dimiliki oleh setiap individu.
BAB IV
PENUTUP
Demikian makalah ini kami
tulis, semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam membantu
menambah wawasan mengenai Teori EMOSI. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam
penulisan. Terimakasih.
Sumber:
http://digilib.uinsby.ac.id
Tag #teori
emosi.pdf, #teori emosi.doc
0 komentar:
Posting Komentar