MAKALAH POLITIK
Penyusun:
Muhammad Wahyu Fajar
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada Allah SWT, karena
atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan
makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat
menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang sedang menempuh
materi ini.
Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran
dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan
hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang
kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Hormat kami,
Tim Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan
masalah diantaranya:
A. Apa pengertian definisi Politik?
B. Bagaimana Sejarah Munculnya Politik atau Partai Politik?
C. Bagaimana sistem Klasifikasi Kepartaian?
D. Bagaimana Sistem Kepartaian di Indonesia?
Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui pengertian definisi Politik?
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui pengertian definisi Politik?
B. Mengetahui Bagaimana Sejarah
Munculnya Politik atau Partai Politik?
C. Mengetahui Bagaimana sistem Klasifikasi Kepartaian?
D. Mengetahui Bagaimana Sistem Kepartaian di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik
Secara
etimologis, politik berasal dari kata polis (bahasa Yunani), yang artinya negara
kota. Namun kemudian dikembangkan dan diturunkan menjadi kata lain
seperti polities (warga negara), politikos (kewarganegaraan atau civic), dan politike
tehne (kemahiran politik), dan politike epistem (ilmu politik), (Cholisin, 2003:1).
Sedangkan
menurut Meriam Budiardjo dalam bukunya mengatakan bahwa politik adalah
berbagai macam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara)
yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan
melaksanakan tujuan itu. (Meriam Budiardjo, 2001:8). Jadi politik ialah suatu
proses dalam melaksanakan maupun dalam mencapai tujuan dari politik
itu sendiri.
Lain
lagi pandangan dari Ramlan Surbakti (1992:11), yang menyatakan bahwa politik
ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sedangkan
Menurut Hasan Al Banna (Usman Abdul Mu’iz, 2000:72). Politik adalah upaya
memikirkan persoalan internal (mengurus persoalan pemerintah, menjelaskan
fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan kepada
terhadap penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan
dikritik jika mereka melakukan kekeliruan), dan persoalan eksternal umat/rakyat
(memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai tujuan yang
akan menempatkan kedudukan ditengah-tengah bangsa lain, serta membebaskan dari
penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusanya) memberikan
perhatian kepadanya, dan bekerja demi kebaikan seluruhnya (kemaslahatan
umat)
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan negara,
warganegara, kekuasaan dan segala proses yang menyertainya adalah tak lepas
daripada yang namanya politik. Jadi politik memiliki arti yang luas.
B. Sejarah
Munculnya Partai Politik
Partai Politik
sebagai sarana bagi warga negara dalam rangka untuk ikut serta dalam
pengelolaan negara merupakan suatu organisasi yang baru di dalam kehidupan
manusia di bandingkan dengan organisasi negara, akan tetapi sejarah kelahiran
partai politik cukup panjang. Namun, dapat kita lihat bahwa sejak dahulu,
Partai politik telah di gunakan untuk memeprtahankan pengelompokan yang sudah
mapan (seperti untuk gereja) atau untuk menghancurkan statusquo seperti yang
dilakukan di Bolsheviks pada tahun 1917 tatkala menumbangkan kekaisaran Tsar.26
Pada umumnya
perkembangan partai politik sejalan dengan perkembangan demokrasi, yakni dalam
hal perluasan hak pilih dari rakyat dan perluasan hak-hak parlemen. 27 Partai
politik pada pertama kali lahir di negara – negara Eropa barat. Dengan
meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta
diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara
spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan
pemerintah di pihak lain. 28
26 Ichsanul
Amal,Teori – Teori Mutakhir Partai Politik,Tiara Wacana,Yogyakarta,2012 Halaman
19
27 Ibid.Halaman
2
28 Miriam
Budiardjo,Op.Cit Halaman. 397
Kegiatan politik
di akhir dekade 18-an di negara – negara barat pada umumnya di pusatkan dalam
kelompok – kelompok politik yang ada di dalam parlemen. Baru pada akhir abad ke
sembilan belas lah Partai Politik lahir yang kemudian menjadi penghubung antara
rakyat dan pemerintah. Partai politik ini sendiri lahir oleh karena meluasnya
hak pilih, sehingga pada masa itu kegiatan politik yang semula hanya berasa
dalam lingkaran parlemen, juga akhirnya berkembang di luar parlemen dan
kelompok – kelompok politik diluar parlemen melakukan pengumpulan pendukungnya
menjelang pemilihan umum. Oleh karenanya kelompok politik yang berada di dalam
parlemen merasa perlu untuk mengembangkan suatu organisasi massa sehingga
lahirlah partai politik. Secara Umum, terdapat tiga pendekatan untuk memahami
asal usul partai politik, pendekatan itu adalah pendekatan institusional,
pendekatan historis dan pendekatan modernisasi.29
Teori
Institusional memandang bahwa lahirnya partai politik dari dua arah yaitu
partai politik yang tumbuh dari dalam parlemen dan partai politik yang tumbuh
dari luar parlemen. Partai yang tumbuh di dalam parlemen mekanisme pertumbuhannya
sangatlah sederhana yaitu dengan pembentukan kelompok – kelompok parlemen
kemudian diikuti munculnya komite – komite pemilihan, dan akhirnya berkembang
menjadi suatu hubungan permanen antara kedua elemen tersebut.30
Sementara itu,
Partai Politik yang berasal dari luar parlemen sesungguhnya lahir sebagai
simbol perlawanan ataupun sebuah gerakan perlawanan ideologis terhadap golongan
– golongan yang berkuasa. Partai politik ini ingin berusaha untuk ikut serta
dalam kekuasaan untuk memperjuangkan kepentingan – kepentingan dari kelompok –
kelompok yang tidak terakomodir ataupun yang tersingkirkan. Sementara itu,
Teori Historis dalam pandangannya memberi tekanan pada krisis – krisis sistemis
yang berkaitan dengan proses pembangunan bangsa diantaranya krisis yang
berkaitan dengan integrasi nasional, legitimasi bangsa dan tuntutan partisipasi
yang lebih besar.31
Dalam teori ini,
krisis – krisis ini lah yang kemudian melatar belakangi lahirnya partai politik
dan krisis – krisis itu akan menentukan karakter partai. Salah satu krisis
yanga ada dalam teori ini yaitu krisis legitimasi adalah salah satu faktor yang
memunculkan perkembangan partai politik di benua eropa pada generasi pertama.
Di eropa pada saat itu sedang terjadi krisis legitimasi terhadap parlemen yang
ada pada saat itu. Pada saat itu, pandangan terhadap institusi – institusi
perwakilan yang ada sangat negatif, partai politik yang lahir dari dalam
parlemen terbentuk ketika legitimasi institusi perwakilan yang ada tersebut
sedang diragukan. Teori selanjutnya adalah teori modernisasasi pembangunan
politik. Menurut teori ini, partai politik merupakan sebagai produk dari adanya
modernisasi di bidang sosial dan ekonomi karena ada sebuah formulasi yang mebgatakan
bahwa partai – partai massa adalah produk dari modernisasi sosial. 32
Dalam masyarakat
modern, Partai politik muncul hanya dengan maksud memobilisasi massa saja
tetapi tidak memiliki maksud untuk mengadakan suatu revolusi. Beberapa ahli
mengelompokan munculnya partai politik dengan– dampak industrialisasi.33
Industrialisasi menimbulkan
adanya biaya – biaya yang substansial terhadap kelompok sosial tradisonal
sehingga mendorong kelompok sosial tradisional ini untuk membentuk partai
politik seperti partai – partai yang berbasis agraria, sehingga dapat
mempertahankan diri terhadap munculnya ancaman – ancaman dari kelompok
industrialisasi. Sementara itu, Maurice Duverger dalam buku Teori – teori Mutakhir
partai politik yang ditulis oleh Ichsanul Amal mengklasifikasikan asal mula
partai politi tersebut ke dalam dua bagian yaitu Partai Politik yang tumbuh
dalam lingkar parlemen dan partai politik yang tumbuh di luar parlemen. Partai
yang tumbuh di lingkungan parlemen diawali dengan pembentukan kelompok –
kelompok parlemen , kemudian diikuti munculnya komite – komite pemilihan, dan
akhirnya kedua elemen tersebut berkembang menjadi memiliki suatu hubungan yang permanen.
29 Sigit
Pamungkas, Op.Cit Halaman 10
30 Ichlasul
Amal, Op.Cit Halaman 2
31 Sigit
Pamungkas, Op.Cit Halaman. 11
32 Ibid. Halaman
12
33 Ibid
Di negara – negara
tertentu, asal mula kelompok – kelompok parlemen itu berasal dari
kelompok-kelompok kedaerahan yang kemudian berkembang membentuk suatu kelompok
ideologis. Sebagai contoh di Perancis pada tahun 1789, Partai – partai yang
berdiri di dalam majelis konstituante
merupakan
perkembangan dari kelompok-kelompok kedaerahan. Diawali dengan maksud untuk
mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan dari daerahnya masing – masing
hingga akhirnya kelompk daerah melakukan suatu perkumpulan yang tidak hanya
membahas mengenai daerahnya saja namun hingga membicarakan persoalan kebijakan
nasional hingga akhirnya kelompok lokal ini menjadi suatu kelompok ideologis.
Selain daripada
itu, ada pula kelompok – kelompok ideologis yang lahir bukan dari
kelompok-kelompok lokal namun lahir dari pertemuan para wakil- wakil yang
memiliki suatu ide yang sama dan tidak lagi sekedar mengumpulkan ide oleh
karena kesamaan daerah asalnya.
Sementara itu,
kemunculan komite-komite pemilihan lokal sangat erat kaitannya dengan meluasnya
hak pilih rakyat. Hak pilih rakyat yang meluas itulah yang kemudian menyebabkan
perlunya membawa pemilih-pemilih baru ke dalam partai. Faktor lain yang
menyebabkan munculnya komite – komite pemilihan adalah perkembangan
egalitarianisme dan keinginan untuk menyingkirkan kaum elite tradisional.34
Oleh karena,
apabila tidak ada komite pemilihan yang mampu menyelamatkan kepentingan dari
pemilih baru ketika terjadi perluasan hak pilih secara tiba – tiba maka yang
menang adalah kaum elite tradisional yang mana kaum elite tradisional merupakan
satu-satunya calon yang dikenal. Jika
sel – sel induk, kelompok – kelompok parlementer dan komite –komite pemilihan
sudah terbentuk, maka yang diperlukan supaya berubah menjadi partai politik
sebenarnya tinggallah koordinasi permanen dan hubungan-hubungan reguler yang
mempersatukan mereka. 35
Sementara itu,
Partai yang muncul di luar parlemen umumnya muncul dari kelompok – kelompok
ataupun asosiasi – asosiasi yang berada di luar parlemen seperti kelompok
serikat buruh, masyarakat-masyarakat filsafat dan yang lainnya.
34 Ibid. Halaman
6
35 Ibid. Halaman
8
Sebagai contoh
ialah kelahiran Partai Buruh Inggris pada tahun 1899 sebagai hasil
dari kongres
serikat buruh di Inggris pada saat itu. Selain itu ada pula partai –
partai yang muncul
dengan latar belakang agraris yang muncul akibat pengaruh
daripada
koperasi-koperasi pertanian dan asosiasi-asosiasi pertanian adapula
partai yang muncul
yang berasal dari pengaruh gereja dan sekte – sekte
keagamaan seperti
munculnya Partai Katolik Konservatif,Partai Kristen
Historis,dan
Partai Kristen Demokrat.
C. Klasifikasi
Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian
pada awalnya ditemukan dalam karya Duverger, yaitu
untuk
menggambarkan bentuk dan corak dari kehidupan bersama partai politik di
beberapa negara. 36
Duverger
membayangkan sistem kepartaian adalah relasi
diantara
karakteristik tertentu partai politik diantaranya jumlah, ukuran respektif,
sekutu, lokasi
geografis, distribusi politik, dan sebagainya.37
Sistem kepartaian
sangat berkaitan erat dengan stabilitas dan instabilitas
suatu
pemerintahan. Pada umumnya, sistem dwi partai dipandang sebagai sistem
kepartaian yang
paling ideal bagi seluruh sistem pemerintahan. Rokkan
berpendapat
seperti yang dikutib Lane bahwa apakah sebuah negara berada dalam
situasi politik
yang stabil atau senantiasa bergejolak dapat diketahui dengan
melihat sistem
kepartaiannya, konfigurasi dan warisan sejarahnya.38
36 Sigit
Pamungkas,Op.Cit Halaman. 42
37 Ibid. Halaman
43
38 Ibid.
Sementara itu,
Sigit Pamungkas dalam bukunya partai politik teori dan
praktik di
Indonesia, setidaknya ada empat pendekatan dalam memahami sistem
kepartaian di
sebuah negara. Empat pendekatan itu adalah :
1. Pendekatan
berbasis numerik Partai
2. Pendekatan
berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai
3. Pendekatan
berbasis pola formasi pemerintahan
4. Pendekatan
berbasis jumlah dan jarak ideologi partai
Sebagai
penjabarannya, pendekatan pertama yang dikenal adalah
pendekatan
berbasis numerik partai maksudnya adalah metode pendekatan ini
menggolongkan
sistem kepartaian sesuai dengan jumlah keberadaan partai politik
di dalam suatu
negara. Pendekatan ini membagi sistem kepartaian menjadi tiga
yaitu sistem
partai tunggal yang mana hanya ada satu kekuatan partai dalam suatu
parlemen, kemudian
sistem dwi partai yang mana ada dua kekuatan partai dalam
suatu parlemen dan
sistem multi partai yang mana terdapat lebih dari dua
kekuatan partai
dalam suatu parlemen.
Pendekatan yang
kedua ialah pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan
relatif partai
dimana pendekatan ini pertama kali di lakukan oleh Jean Blondel
pada tahun 1968
yang mana pada intinya pendekatan ini dilakukan dengan
menghitung ukuran
dan kekuatan relatif yang bersumber dari perolehan suara
suatu partai
politik. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan bagian rata-
rata suara yang
dimenangkan oleh dua partai terbesar dan kemudian mepertimbangkan perbandingan
bagian partai pertama pada partai kedua dan
ketiga. 39
Pendekatan yang berbasis
ukuran dan kekuatan relatif partai ini kemudian
menggolongkan
sistem kepartaian menjadi empat sistem, yaitu :
1. Sistem Dua
Partai, yang mana dalam sistem ini adalah ketika hasil
dari pemilihan
umum menunjukkan suara dari dua partai politik
dalam suatu negara
lebih besar 89% jumlah suara sah. Sebagai
contoh : Amerika
Serikat
2. Sistem Dua
setengah Partai, yang mana di dalam sistem ini adalah
ketika hasil dari
pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai
politik dalam
suatu negara berkisar dari 75% hingga 80 % namun
terjadi perbedaan
sekitar 10,5 % jumlah suara antara suara partai
pertama dengan
suara partai kedua. Sebagai contoh : Kanada
3. Sistem
Multipartai-predominan, yang mana di dalam sistem ini
terdapat satu
partai politik besar didalam suatu negara yang memiliki
suara diatas 40 %
atau bahkan lebih sebagai hasil dari pemilihan
umum. Sebagai
Contoh : Swedia
4. Sistem Multi
Partai tanpa partai predominan, yang mana dalam sistem
ini tidak ada
satupun partai politik dalam negara tersebut yang mampu
memperoleh suara
hingga angka 40% pada pemilihan umum. Sebagai
Contoh : Belanda
39 Ibid.Halaman
46
Sementara itu,
Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan yang berbasis
pola formasi
pemerintahan yang mana termasuk pendekatan ini yaitu pola
klasifikasi yang
dikembangkan oleh Dahl dan Rokkan. Dahl, pada tahun 1966
mengklasifikasikan
sistem kepartaian berdasarkan tingkat kompetisi antar partai
politik sehingga muncullah
metode dengan pola oposisi partai di arena elektoral
dan legislatif
yang mana dengan pola seperti itu maka ditemukan empat tipe
kepartaian yakni
sistem kepartaian yang kompetitif ketat, sistem kepartaian yang
kooperatif dalam
sistem kompetitif, sistem kepartaian yang bergabung dalam
sistem kompetitif
dan sistem kepartaian bergabung sepenuhnya.
Sementara itu,
cara klasifikasi sarjana lain yang masuk dalam pendekatan
berbasis pola
formasi pemerintahan adalah klasifikasi yang dilakukan oleh
Rokkan. Rokkan
pada tahun 1970 menggunakan pola pemerintah dan oposisi
untuk mengklasifikasikan
sistem kepartaian.40
Dengan cara yang
dikemukakan
Rokkan ini, maka
akan tercipta setidaknya tiga tipe kepartaian yakni dengan pola
1 vs 1+1 , pola 1
vs 3-4, dan sistem multi partai dengan pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3.
Untuk menjelaskan
tipe kepartaian yang dikemukakan oleh Rokkan, maka
dilakukan
penjelasan oleh Peter Mair, yang mana menurut penjelasan Peter Mair
menyatakan bahwa
pola 1 vs 1+1 adalah suatu pola dengan sistem yang di
dominasi dengan
kompetisi diantara dua partai politik utama dengan partai ketiga
yang juga ikut
terlibat di dalamnya.41
40 Ibid. Halaman
47
41 Ibid.
Kemudian, masih
menurut Peter Mair, pola 1 vs 3-4 adalah suatu pola
dimana terdapat
satu partai politik besar yang beroposisi dengan gabungan
beberapa
partai-partai politik kecil. Untuk pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3 PETER MAIR,
menjelaskan bahwa
pola ini merupakan suatu sistem dimana dalam sistem ini
kompetisi antar
partai politi di dominasi oleh tiga atau bahkan lebih partai politik
besar yang maan
perolehan suaranya relatif sama.
Pendekatan yang
terakhir adalah pendekatan yang berbasis jumlah dan
jarak ideologi partai
yang mana pendekatan ini di konsepkan oleh Sartori pada
tahun 1976
sehingga dengan pendekatan ini akan ditemukan tujuh sistem
kepartaian
sebagaimana yang tercantum dalam buku partai politik teori dan
praktik di
Indonesia yaitu sistem partai tunggal, sistem partai hegemonik, sistem
partai predominan,
sistem dua partai, sistem pluralisme terbatas, sistem pluralisme
ekstrim, dan
sistem atomik.
Sementara itu
pendapat lain dari Maurice Duverger pada tahun 1954
mengemukakan ada
tiga klasifikasi sistem kepartaian yakni sistem partai tungal,
sistem dua partai
, dan sistem multi partai.
1. Sistem Partai
Tunggal
Sistem Partai
Tunggal merupakan sistem kepartaian yang ada di dalam suatu
negara yang mana
dalam negara tersebut hanya terdapat satu partai politik yang
dominan. Sebagian
pengamat berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal
merupakan istilah
yang menyangkal diri sendiri sebab suatu sistem selalu
mengandung lebih
dari satu bagian.42
Pada umumnya
sistem kepartaian yang seperti ini dianut oleh negara – negara
yang baru saja
merdeka,oleh karena sebagai sebuah negara baru, negara tersebut
belum mampu untuk
mencipatakan sebuah demokrasi dengan memunculkan
beberapa partai
politik. beberapa negara-negara yang menganut sistem kepartaian
seperti ini yaitu
Afrika,China,Kuba,dan Uni Soviet pada masa jayanya.
Pola sistem
kepartaian ini disebutkan adalah suatu sistem kepartaian yang
tidak kompetitif
oleh karena dalam sistem ini setiap golongan maupun setiap
orang mau ataupun
tidak mau harus menerima setiap pimpinan partai politik
sehingga apabila
tidak dapat menerima pimpinan partai politik tersebut dianggap
sebagai suatu
tindakan penghianatan.
Negara yang paling
berhasil menganut sistem ini adalah Uni soviet pada masa
kejayaannya.
Partai Komunis Uni soviet berhasil menyingkirkan partai-partai
politik lain dan
bekerja secara tidak kompetitif. Di negara Uni Soviet ini tidak
diperkenankan
adanya partai politik lain untuk tumbuh dan berkembang selain
dari pada Partai
Komunis Uni Soviet dan setiap munculnya oposisi maka akan
diaggap sebagai
suatu penghianatan. Partai tunggal dan organisasi yang bernaung
di bawahnya
berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan
menekankan
perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara
menyeuluruh.43
42 Miriam
Budiarjo, Op.Cit Halaman 415
43 Ibid.Halaman
416
2. Sistem Dua
Partai
Sistem Dua Partai
dapat diartikan yakni ada dua kekuatan partai politik yang
dominan di dalam
suatu negara. Miriam Budiarjo, dalam buku dasar-dasar ilmu
politik memberikan
pengertian bahwa sistem dua partai adalah adanya dua partai
diantara beberapa
partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam
suatu pemilihan
umum secara bergiliran, sehingga dengan demikian mempunyai
suatu kedudukan
yang dominan.
Dalam sistem ini,
partai terbagi menjadi dua yakni partai berkuasa dan partai
posisi. pembagian
partai ini didasarkan pada hasil pemilihan umum yang mana
partai yang menang
akan menjadi partai penguasa dan partai yang kalah dalam
pemilihan umum
akan menjadi partai oposisi. Dalam sistem ini partai yang kalah
berperan sebagai
pengecam utama tapi yang setia (loyal opposition) terhadap
kebijaksanaan partai
yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa
peranan ini sewaktu-waktu
dapat bertukar tangan.44
Sistem Dua Partai
sendiri dikatakan sebagai suatu sistem kepartaian yang ideal
dan dapat menjaga
kekondusifan stabilitas politik dalam suatu negara oleh karena
hanya ada dua
partai yang dominan dalam suatu pemerintahan sehingga dengan
demikian jelas
terbagi mana partai ya pro terhadap pemerintahan dan yang
menjadi oposisi
terhadap pemerintahan. Namun, terdapat kritik dari sarjana Ilmu
Politik, Robert
Dahl. Dahl berpendapat bahwa dalam masyarakat sistem dua
partai apabila
terjadi perbadaan pandangan maka akan yang akan terjadi adalah
mempertajam
perbedaan oleh karena tidak ada kelompok ditengah-tengah yang
dapat merdekannya.
Negara-negara yang
menganut sistem dua partai umumnya merupakan negara-
negara anglo saxon
seperti Inggris dan Amerika. Inggris merupakan salah satu
negara yang
disebut ideal dalam melaksanakan sistem dua partai. Sistem dua
partai ini dapat
berjalan dengan baik apabila memenuhi tiga syarat yaitu,
komposisi
masyarakat bersifat homogen, adanya konsesus kuat dalam masyarakat
mengenai asas dan
tujuan sosial dan politik, dan adanya kontinuitas sejarah.45
Sistem dua partai
ini pada umumnya disertai dengan sistem pemiliihan yang
bersistem distrik
yang mana dalam pemilihan yang bersifat distrik tersebut satu
wakil untuk
mewakili satu daerah sehingga dengan demikian pertumbuhan partai
politik kecil akan
terhambat, sehingga yang kemudian muncul hanyalah partai-
partai dominan.
3. Sistem Multi
Partai
Sistem multi
partai adalah suatu sistem kepartaian yang mana di dalam suatu
negara ada
terdapat banyak partai politik. Miriam Budiarjo, mengemukakan
bahwa
keanekaragaman budaya politik yang ada di dalam suatu masyarakat akan
mendorong pilihan
ke arah sistem multi partai.
Apabila didalam
suatu negara terdapat beragam suku,agama, maupun ras akan
mendorong
masyarakat untuk membentuk suatu kelompok sendiri yang kemudian
kelompok-kelompok
yang plural ini mendorong pilihan kepada sistem Multi
45 Ibid. Halaman
417
Partai oleh karena
adanya pluralitas budaya dan pluralitas politik tersebut. Negara-
negara yang
menganut sistem multi partai ini diantaranya adalah
Indonesia,Malaysia
, dan Belanda.
Sistem Multi
partai ini apabila dihubungkan dengan sistem pemerintahan
maka sistem
pemerintahan yang cocok dengan sistem multi partai ini adalah
sistem
pemerintahan parlementer karena sistem pemerintahan ini memusatkan
kekuasaannya pada
legislatif. Sistem multi partai ini yang kemudian dapat
memunculkan
koalisi antar partai politik karena, hasil dari pemilihan umum
dengan sistem
multi partai ini cenderung jarang menempatkan satu partai politik
yang akan menjadi
partai politik yang dominan sehingga memerlukan koalisi
untuk membentuk
suatu pemerintahan yang kuat di parlemen.
Sistem multi
partai ini juga dinilai tidak cocok di terapkan di nagara yang
menganut sistem
pemerintahan presidensial. Hal ini karena stabilitas yang
dikehendaki dalam
sistem presidensial hanya dapat terwujud jika tidak terlalu
banyak partai yang
merebutkan kekuasaan.46
Apabila dikaitkan
dengan sistem pemilihan maka sistem multi partai ini
diperkuat dengan
sistem pemilihan perwakilan berimbang yang mana dengan
sistem pemilihan
ini maka partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari
ketentuan bahwa
kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah pemilihan
dapat di tarik ke
daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang
diperlukan guna
memenangkan satu kursi.47
46
Janedjri
M
Gaffar
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11963&coid=3&caid=21&gid=3 diakses pada
tanggal 16 April
2013 Pukul 19.57
47 Miriam
Budiarjo,Op.Cit Hlm.420
D. Sistem
Kepartaian di Indonesia
Berbicara mengenai
sistem kepartaian di Indonesia maka kita tidak
menemukan
peraturan perundang-undanganpun yang mengatur mengenai sistem
kepartaian di
Indonesia. Undang-undang dasar 1945 sendiri tidak menentukan
sistem kepartaian
apa yang dianut, karena sistem kepartaian memang bukanlah hal
yang prinsipil
dalam bernegara dan dapat berubah-ubah sesuai dengan dinamika
masyarakat.48
Sekalipun tidak
tercantum secara tegas di dalam peraturan perundang-
undangan manapun
di Indonesia, namun UUD 1945 secara tersirat menunjukkan
adanya suatu
sistem kepartaian yang multi partai yaitu di dalam pasal 6A ayat 2
yang menyatakan
bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan
oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Frasa
“gabungan partai
politik” menunjukkan adanya lebih dari satu partai yang
mengikuti suatu
pemilihan umum tersebut.
Dalam sejarah
Indonesia, sistem kepartaian yang ada di indonesia sendiri
sejak pelaksanaan
pemilihan umum yang pertama hingga pemilihan umum 2009
adalah sistem
kepartaian yang multi partai. Namun, pada masa kepemimpinan
soeharto sistem
multi partai yang berlaku ialah sistem multi partai terbatas yang
mana pendirian
partai politik dibatasi hanya 3 saja yaitu Golkar,PPP, dam PDI.
Pada awalnya,
kemunculan partai – partai politik di Indonesia bermula
dari Maklumat
Pemerintah yang ditandatangani oleh wakil presiden pada tanggal
48
Janedjri
M.Gaffar
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11963&coid=3&caid=21&gid=3 diakses pada
tanggal 16 April 2013
Pukul 21.28
3 november 1945
yang mana maklumat itu memberikan kebebasan kepada rakyat
untuk mendirikan
partai politik untuk menyongsong pemilihan umum. Isi dari
maklumat itu
adalah :
49
1. Pemerintah
menyukai timbulnya partai-partai politik, karena
dengan adanya
partai-partai itulah dapat dipimpin kejadian
yang teratur
segala aliran paham ada dalam masyarakat
2. Pemerintah
berharap supaya partai-partai itu telah tersusun,
sebelumnya
dilangsungkan pemilihan anggota Badan
Perwakilan Rakyat
pada bulan januari 1964.
Sekalipun maklumat
keluar pada 3 november 1945, namun Pemilihan
umum itu sendiri
baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua
tahap yakni untuk
memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan
pemilihan umum
pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama
yang dilakukan di
Indonesia.
Pemilihan umum
pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak
partai sehingga
hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah
menganut sistem
kepartaian yang multi partai yakni Polarisme terpolarisasi yaitu
masing-masing
partai politik memiliki yang berbeda tajam antara satu sama lain
dan hal tersebut
tercermin dari perolehan empat besar suara hasil pemilihan umum
tahun 1955. Sehingga,
Herbet feith menyimpulkan bahwa ada lima aliran ideologi
yang berpengaruh
di Indonesia yakni komunisme, nasionalisme, radikal,
tradisionalisme
jawa, islam, dan sosialisme demokrasi.50
49 Maklumat
Pemerintah 3 November 1945
50 http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/sistem-kepartaian-di-indonesia.html diakses pada
tanggal 16 April
2013 Pukul 23.56 WIB
Perkembangan
partai politik itu sendiri pada awal kemerdekaan di era
pemerintahan
demokrasi liberal diwarnai dengan perdebatan antara soekarno dan
hatta mengenai
format sistem kepartaian yang ideal. Soekarno berpendapat bahwa
demokrasi tidak
perlu diterjemahkan sebagai kesempatan rakyat untuk
membentuk partai
sehingga soekarno mengajukan PNI sebagai satu-satunya partai
politik.51
Sementara Hatta
menginginkan rakyat diberikan kebebasan untuk
membentuk partai
politik karena keterlibatan rakyat adalah suatu yang tak
terelakkan dalam
pendirian partai politik. Namun pada akhirnya, dengan
keluarnya maklumat
wakil presiden pada tanggal 3 November 1945 akhirnya
maka Indonesia
masuk ke era multi-partai yang mana dalam kurun waktu 1945
hingga 1950
lahirlah partai-partai politik dengan garis ideologi yang bermacam-
macam.
Multi Partai pada
masa demokrasi liberal di era pemerintahan soekarno
pada awal
kemerdekaan terbukti mampu menjatuhkan pemerintah, sehingga
tercatat bahwa
sampai pada tahun 1947 telah terjadi tiga kali perubahan kabinet
yakni kabinet
syahrir I, kabinet syahrir II, dan kabinet syahrir III.
Era perkembangan
partai politik selanjutnya yang juga masih dalam
pemerintahan
soekarno yakni pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Pada
masa ini, peta
politik Indonesia pada demokrasi terpimpin berubah secara drastis,
51 Sigit
Pamungkas, Op.Cit Halaman 149
yaitu dengan
semakin berkurangnya peranan partai-partai politik, kecuali yang
dekat dengan
Soekarno.52
Pada masa
demokrasi terpimpin ini juga presiden Sokarno mengubur
partai-partai
politik dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959
yang berisi :53
1. Pembubaran
Konstituante
2. Pemberlakuan
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS
3. Pembentukan
MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.
Dekrit presiden
ini sendiri menandai berakhirnya pemerintahan oleh parti-
partai,
berakhirnya sistem parlementarian berayun ke presidensialisme dan
berakhirnya
liberalisme politik otoritarianisme.54
Pasca
dikeluarkannya dekrit
presiden ini,
Soekarno kemudian membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun
1955. Soekarno
juga kemudian mengeluarkan peraturan mengenai
penyederhanaan
partai yakni Penpres Nomor 7 tahun 1959, dan peraturan
mengenai pengakuan,pengawasan,
dan pembubaran partai politik yakni Penpres
Nomor 13 tahun
1960. Soekarno kemudian hanya mengakui adanya sepuluh
partai politik
yakni PNI,NU,PKI,Partai Katolik,Partai Indonesia,Partai
Murba,PSII,IPKI,Parkindo,dan
Perti.
Disamping itu,pada
tahun 1960 pemerintah juga membentuk suatu wadah
untuk memobilisasi
semua kekuatan politik di bawah pengawasan pemerintah,
52 Ibid.Halaman
151
53 Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
54 Sigit
Pamungkas, Op.Cit Hlm. 151
yang di dasarkan
pada ideologi Nasionalis,Agama,Komunis yang disebut Front
Nasional. Front
Nasional diisi oleh semua partai, dan juga oleh kelompok-
kelompok yang
sebelumnya belum mendapat kesempatan untuk berpartisipasi
dalam proses
pembuatan keputusan seperti golongan fungsional dan abri.55
Yang diharapkan
dari pembentukan Front Nasional ini sebenarnya adalah
untuk melemahkan kedudukan
partai-partai politik.56
Namun pada masa
ini PKI
berhasil
berkembang sangat pesat hingga akhirnya meletusnya perisstiwa Gerakan
30 September PKI
yang menjadi akhir dari sistem pemerintahan demokrasi
terpimpin oleh
soekarno dan kemudian memberikan mandat kepada soeharto
untuk melakukan
pembenahan terhadap situasi politik yang carut marut dan
kemudian akhirnya
Soeharto diangkat menjadi presiden sehingga masuklah sistem
kepartaian ke era
orde baru atau era kepemimpinan soeharto.
Sementara itu,
perkembangan partai politik pada rezim soeharto sangat
dibatasi sehingga
terbentuklah suatu sistem multi partai yang terbatas. Era Partai
politik di masa
orde baru ini diawali dengan pembubaran PKI dan Partindo
sehingga hanya
tinggal delapan partai politik era soekarno yang hidup. Perlahan –
perlahan peran
partai politik mulai dibatasi di dalam kehidupan politik dan
kemudain
dikendalikan oleh negara.
57
Sejarah juga
mencatat bahwa pada awal
pemerintahan
soeharto selain membubarkan PKI dan Partindo selain itu
pemerintah orde
baru juga melakukan larangan terhadap bangkitnya kembali
55 Miriam
Budiarjo,Op.Cit .Halaman 441
56 Ibid
57 Sigit
Pamungkas,Op.Cit Halaman 153
masyumi serta
penolakan terhadap berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia
pada tahun 1967.
Pemilihan Umum
tahun 1971 dimenangi oleh Golkar. Kemenangan
Golkar membuat
golkar menjadi partai yang berkuasa dalam parlemen sehingga
memudahkan Golkar
dalam memuluskan kepentingan politik orde baru termasuk
dalam hal
kepartaian. Upaya yang dilakukan pemerintah orde baru dalam menata
sistem kepartaian
di Indonesia dimulai dengan mengeluarkan kebijakan
penggabungan
partai-partai atau fusi dalam rangka penyederhanaan partai politik.
Di hadapan partai
politik, Presiden Soeharto mengemukakan sarannya
agar partai
mengelompokkan diri menjadi tiga kelompok yakni Golongan
Nasional,Golongan
Spiritual,dan Golongan karya.58
Upaya
penyederhanaan
partai politik itu
sendiri dimulai dari pembentukan koalisi di dalam parlemen
yakni kelompok
Golongan Spiritual yang disebut kelompok persatuan
pembangunan yang
berisi partai-partai politik islam yakni NU,Parmusi,PSII,serta
perti dan kelompok
Golongan Nasional yang disebut kelompok demokrasi
pembangunan yang
berisi, PNI,IPKI,Murba,Parkindo,dan Partai Katolik.
Setelah
terbentuknya penggolongan-penggolongan di dalam parlemen
kemudian Orde Baru
memaksakan untuk melakukan fusi partai politik demi
terciptanya suatu
sistem kepartaian yang sederhana yakni partai-partai dalam
kelompok persatuan
pembangunan bergabung menjadi satu Partai persatuan
pembangunan, dan
partai-partai dalam kelompok demokrasi pembangunan
58 Miriam
Budiarjo,Op.Cit Halaman 445
menjadi satu
partai yakni Partai Demokrasi Indonesia. Sehingga terciptalah suatu
sistem kepartaian
yang sederhana yakni dua partai satu golkar. Golkar pada saat
itu tidak ingin
disebutkan sebagai partai politik namun organisasi kekaryaan,
meskipun hakekat
Golkar adalah partai politik.59
Selain itu, Orde
Baru juga
menetapkan bahwa
pancasila merupakan satu-satunya asas partai politik.
Upaya yang
dilakukan orde baru pada masa itu tergolong sukses
menciptakan suatu
sistem multi partai sederhana dengan pemilihan umum yang
diikuti oleh tiga
peserta saja. Namun, penyeleggaraan pemerintahan oleh orde
baru dan kekuasaan
golkar selama bertahun-tahun ternyata semakin mengekang
kebebasan setiap
orang sehingga tidak diperkenankan munculnya partai-partai
baru sebagai
peserta pemilu, karena soeharto berpandangan bahwa partai politik
sebagai sumber
kekacauan dari sistem politik yang dibangun.60
Namun, oleh karena
pengekangan-pengekangan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru
sehingga muncullah
gelombang-gelombang protes hingga berujung pada jatuhnya
pemerintahan
soeharto pada 21 mei 1998 yang disebut sebagai era reformasi.
Perkembangan
kepartaian pasca jatuhnya Soeharto yang dsiebut dengan
era reformasi
cukup besar. Hal ini diakibatkan karena pada masa orde baru partai-
partai politik
tidak diperkenankan berdiri, sehingga dapat dikatakan bahwa
pendirian
partai-partai politik ini sebagai suatu ekspresi kebebasan.
Desakan- desakan
juga muncul dimasa pemerintahan awal reformasi yang
menginginkan agar
kehidupan politik Indonesia lebih demokratis sehingga oleh
59 Sigit
Pamungkas, Op.Cit Halaman 154
60 Miriam
Budiarjo,Op.Cit Halaman 448
karena itu BJ
Habibie mengeluarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1999,
sehingga oleh
karenanya partai-partai politik baru mulai muncul dan tercatat
pemilihan umum
tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai dari 141 Partai Politik yang
mendaftarkan diri
di Departemen Kehakiman.
Sistem kepartaian
yang multi partai dalam era reformasi kali ini
memunculkan banyak
sekali partai politik dengan beragam ideologi yang
mencapai ratusan
partai politik. Pada masa ini BOUCHIER mengatakan bahwa
ada kemiripan
antara masa awal reformasi ini dengan november 1945, masa
ketika partai
politik tumbuh subur.61
Kemiripan itu
adalah sehubungan dengan
hal-hal yaitu,
euphoria berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik,
banyaknya
kepentingan politik yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak
adanya otoritas
politik yang punya kemauan mencegah hal itu.62
Pada masa era
reformasi ini terbentuk suatu sistem kepartaian yang
pluarlisme
terbatas. Ciri utamanya adalah terdapat partai politik dengan perolehan
suara yang cukup
seimbang lebih dari lima partai, arus interaksi partai
multilateral, dan
di dalam kekuasaan terjadi fregmentasi.63
Sistem kepartaian
yang seperti ini membuat situasi politik menjadi rumit karena terjadi
koalisi-koalisi
partai politik
yang bergantung kepada kepentingan partai-partai politik saja.
Dengan munculnya
banyak sekali partai politik, upaya untuk kembali
menyederhanakan
partai politik pun muncul. Hal ini disebabkan oleh munculnya
61 Sigit
Pamungkas, Op.Cit Halaman 156
62 Ibid. Halaman
157
63 Ibid. Halaman
162
keanehan dalam
sistem presidensial yakni mengenal istilah koalisi dan komposisi
kabinet yang
berbentuk kabinet warna warni yang berisi unsur-unsur partai yang
ada DPR.
Penyederhanaan sendiri dimulai dengan menerapkan electoral threshold
(ET) pada
pemilihan umum 2004 dan Parliemantary Threshold (PT) pada
pemilihan umum
2009. Pemberlakuan electoral threshold dan Parliemantary
Threshold diharapkan akan
menjadi cara alamiah untuk mengurangi partai politik.
Ketentuan ET pada
tahun 2004 menetapkan ada tujuh partai politik yang
lolos dan sepuluh
partai politik yang tidak lolos. Kesepuluh partai politik yang
tidak lolos ET ini
tidak diperkenankan ikut pemilihan umum berikutnya kecuali
harus memenuhi
ketentuan di dalam undang-undang, namun demikian kesepuluh
partai politik ini
tetap boleh menempatkan wakilnya duduk di legislatif.
Sementara itu
ketentuan PT pada tahun 2009 menetapkan sembilan partai politik
lolos dan sekitar
tiga puluh sembilan partai politik yang tidak lolos. Partai politik
yang tidak lolos
ambang batas PT tidak diperkenankan untuk mendudukkan
wakilnya di
legislatif sekalipun wakilnya tersebut memenuhi jumlah suara.
Namun usaha
menyederhanakan jumlah partai dengan cara ini ternyata
tidak berjalan
maksimal, kerena ternyata hasrat untuk mendirikan partai politik
tetaplah besar.
Untuk menyiasati ini, akhirnya dikeluarkanlah suatu peraturan
perundang-undangan
yang pada intinya untuk mempersulit berdirinya partai
politik dengan
mengharuskan partai politik yang ingin mengikuti pemilu selain
mengikuti
verifikasi di Departemen Hukum dan Ham juga melakukan verifikasi di
KPU dengan
standard yang telah di tetapkan.
Menyongsong
pemilihan umum 2014 hasrat untuk meminimalkan jumlah
partai juga besar.
Melalui Undang-undang nomor 8 tahun 2012 persyaratan
semakin diperketat
salah satunya dengan mensyaratkan partai politik harus lulus
verifikasi di
seratus persen provinsi yang ada di Indonesia yang mencakup
kepengurusan,
keanggotaan,dan keterwakilan perempuan. Disisi lain, untuk
mensiasati
kesulitan verifikasi itu, partai-partai di DPR juga mencantumkan suatu
peraturan dalam
pasal 8, yang mana dikatakan bahwa partai yang sudah lolos
ambang batas pada
pemilu yang lalu diperbolehkan untuk ikut menjadi peserta
pemilu berikutnya,
walaupun kemudian pasal ini dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi melalui
Putusan Nomor 52/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa
semua partai
politik wajib mengikuti verifikasi.
Dengan peraturan
demikian, keberadaan partai politikpun semakin
sederhana atau
sedikit. Berdasarkan hasil verifikasi KPU akhirnya hanya sepuluh
partai politik
ditetapkan oleh KPU menjadi peserta pemilu melalui rapat pleno
terbuka yakni
sembilan partai yang memiliki kursi di DPR dan satu partai baru
yaitu NasDem.
Namun hasil ini kemudian berubah karena adanya putusan
Bawaslu dan PTTUN
yang kemudian meloloskan PKPI dan PBB sehingga jumlah
partai politik
yang akan mengikuti pemilu 2014 bertambah menjadi dua belas.
BAB VI
PENUTUP
Demikian makalah ini kami tulis,
semoga bisa memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam mengembangkan kesadaran
mengenai politik. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan.
Terimakasih.
0 komentar:
Posting Komentar