MAKALAH
TAKHRIJ HADITS
Editor:
Tim Makalah-makalah.com
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun)
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat
menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga
mahasiswa yang sedang menempuh materi ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah
ini mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita
semua.
Amin-amin yarabbal ‘alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Hormat kami,
Tim
Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan
masalah diantaranya:
A. Apa Definisi dan Pengertian Takhrij Hadits?
B.Apa manfaat dan tujuan Takhrij Hadits?
C. Bagaimana Metoide dan langkah-langkah Tahkrij Hadits?
Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui Definisi dan Pengertian Takhrij Hadits?
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
A. Mengetahui Definisi dan Pengertian Takhrij Hadits?
B. Mengetahui manfaat dan tujuan Takhrij Hadits?
C. Mengetahui Metoide dan langkah-langkah Tahkrij Hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Takhrij Al-Hadits
Ilmu Takhrij Al-Hadits ialah ilmu
untuk mengetahui para perawi hadits dari sisi hubungannya dengan usaha
periwayatan mereka terhadap hadits. Maksudnya ialah ilmu yang membahas masalah
sejarah perjalanan hidup para perawi, mulai dari kapan dan di mana ia di
lahirkan, dari siapa ia menerima hadits, siapa saja orang yang pernah mengambil
hadits darinya, sampai pada masalah di mana dan kapan ia meninggal dunia,
bahkan sampai guru-guru dan aliran mazhab yang di anutnya, negara-negara mana
yang pernah di kunjunginya, termasuk tempat studynya dan teman-teman yang
segenerasi (se-thabaqat) denganya dan sebagainya[1].
Kata takhrij berasal dari kata kharaja, yang berarti
al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas,) Takhrij juga bisa berarti
al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al-
taujih (menerangkan), Takhrij juga bisa berarti Ijtima’ al-amra’aini
al-muttadla diin fi syai’in wahid (berkumpulnya dua persoalan yang
bertentangan dalam suatu hal), al-istinbath (mengeluarkan dari
sumbernya), at-tadrib (latihan), al-taujih (menjelaskan duduk
persoalan, pengarahan).Sedang menurut Syeikh Manna’ Al- Qaththan, takhrij
berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau
keadaan,terpisah dan kelihatan. Al-kharaja artinya menampakan dan
memperlihatkannya, dan al-makhraja artinya tempat keluar, dan akhraja
al-khadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada
orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.[2]
Adapun
beberapa pengertian Takhrij menurut para ulama:[3]
1. Syeikh
Mahmud athtahhan mengatakan:” takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada
sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan
sanadnya,serta menjelaskan derajatnya jika diperlukan. Dr. Bakar Abu zaid
menolak defenisi ini dan mengatakan: defenisi ini cocok untuk jalur pengeluaran
hadits, dan tidak bisa diterima untuk mendefenisikan atau memperjelaskan makna
takhrij secara hakikat karena defenisi yang seperti ini tidak sesuai dengan
metode pembentukan ta`riif atau defenisi menurut para ahli ilmu manthiq.
2. Imam
albuqqa`i berkata: Takhrij adalah menampakkan tempat-tempat hadits tersebut
dari sumber-sumbernya yang dilengkapi dengan sanad.kemudian beliau mengatakan
defenisi yang beliau sebutkan ini tidak akan bertolak belakang dengan sebagian
kitab-kitab takhrij al-hadits yang menyebutkan didalamnya hukum mengenai
hadits-hadits baik dari segi keshahihan atau kedha`ifannya,karena beliau disini
hanya memperhatikan inti dari kata takhrij tanpa memperhatikan
tambahan-tambahan yang lainnya.akan tetapi defenisi yang kedua ini pun tidak
terlepas dari apa yang kita katakan pada defenisi yang pertama tadinya.
3.
DR.Sa`ad bin Abdullah alu humaid menyebutkan untuk takhrij alhadits
ada tiga defenisi secara istilah,yaitu:[4]
a.
Defenisi pertama:mengeluarkan hadits dan
menampakkannya untuk orang ramai dengan menyebutkan sanad dan matan,maka
dikatakan:hadits ini dikeluarkan oleh imam albukhari yaitu beliau
menampakkannya untuk orang ramai dengan menyebutkan sanad dan matannya secara
sempurna.
b.
Defenisi Kedua: Mengeluarkan hadits dari kitab-kitab
tertentu dengan menyebut nama almukharrij (yang menyebutkan hadits ini dalam
kitabnya) lengkap dengan sanad sebagaimana yang dilakukan oleh imam alhafidz
ibnu hajar dalam kitabnya nataaij alafkaar fii takhriij ahaadits
alazkaarimam,anawawi dalam kitab alazkar hanya menyebutkan hadits tanpa
menyebutkan sanad dengan tetap menyebut penulisnya sebagaimana metode beliau
dalam kitab riyadhushalihin kemudian alhafidz ibnu hajar mengeluarkan
haditsnya satu persatu dengan menyebut sanadnya yang panjang hingga ke
rasulullah saw dengan sedikit perubahan.
c.
Defenisi Ketiga: Barangkali defenisi yang terakhir
inilah yang lebih tepat dibandingkan dengan defenisi-defenisi yg
sebelumnya yaitu defenisi DR.Bakar abu zaid,beliau mengatakan: takhrij adalah
mengetahui perawi dan apa yang diriwayatkannya,tempat hadits itu
dikeluarkan,serta hukumnya baik shahih atau dha`if dengan mengumpulkan
keseluruhan jalur periwayatan dan lafadz2 nyakemudian beliau mengatakan:inilah
defenisi attakhrij dengan makna yang lebih konkrit,dan inilah yang dimaksud
ketika lafadz attakhrij itu diitlaqkan,dan defenisi ini lebih sesuai dengan
praktek nyata para ahli hadits dalam mentakhrij alhadits.
B. Tujuan dan Manfaat
Kegiatan
Takhrijul Hadist mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuannya adalah
sebagai berikut:[5]
a. Mengetahui
sumber otentik suatu hadist dari buku hadist apa saja yang didapatkan.
b. Mengetahui
ada berapa tempat hadist tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah
buku hadist atau dalam beberapa buku induk hadist.
c. Mengetahui
kualitas hadist makbul (diterima) atau mardud (ditolak).
d. Mengetahui
eksistensi suatu hadits apakah benar suatu hadist yang ingin diteliti terdapat
dalam buku-buku hadist atau tidak
e. Mengetahui
asal-usul riwayat hadist yang akan diteliti.
f. Mengetahui
seluruh riwayat bagi hadist yang akan diteliti.
g. Mengetahui
ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada hadist yang akan diteliti.
Tidak dapat dipungkiri bahwa manfaat
Takhrij adalah sangat besar terutama bagi orang yang mempelajari hadist dan
ilmunya. Adapun manfaat takhrijul hadist cukup banyak diantaranya adalah
sebagai berikut:[6]
a. Menghimpun
sejumlah sanad hadist, dengan takhrij seseorang dapat menemukan sebuah hadist
yang akan diteliti di sebuah atau beberapa tempat di dalam kitab Al-Bukhori
saja, atau di dalam kitab-kitab lain. Dengan demikian ia akan menghimpun
sejumlah sanad.
b. Mengetahui
referensi beberapa buku hadist, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa
perawi suatu hadist dan yang diteliti dan di dalam kitab hadist apa saja hadist
tersebut didapatkan.
c. Mengetahui
keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqathi’) dan
mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadist serta kejujuran dalam
periwayatan.
d. Mengetahui
status suatu hadist. Terkadang ditemukan sanad suatu hadist dhoif, tetapi
melalui sanad lain hukumnya sahih.
e. Meningkatkan
suatu hadist yang dhoif menjadi hasan lighorihi karena adanya dukungan sanad
lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya, atau meningkatnya hadist
hasan menjadi shohih ligoirihi dengan ditemukannya sanad lain yang seimbang
atau lebih tinggi kualitasnya.
f. Mengetahui
bagaimana para imam hadist menilai suatu kualitas hadist dan bagaimana kritikan
yang disampaikan.
g. Seseorang
yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan hadist.
h. Dengan
takhrij dapat diketahui banyak sedikitnya beberapa jalur periwayatan suatu
hadist yang sedang menjadi topik kajian.
i.
Dengan takhrij akan diketahui kuat
dan tidaknya periwayatan. Makin banyaknya jalur periwayatan akan menambah
kekutan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan periwayatan lain maka berarti
kekuatan periwayatan tidak bertambah.
j.
Dengan takhrij kekaburan suatu
periwayatan, dapat diperjelas dari periwayatan jalur isnad yang lain. Baik dari
segi rawi, isnad maupun matan hadist.
k. Dengan
takhrij akan dapat ditentukan status hadist shahih dzatihi atau shahih
lighoirihi, hasan lidzatihi atau hasan lighoirihi. Demikian juga akan diketahui
istilah hadist mutawatir, masyhur, aziz, dan ghorib.
l.
Dengan takhrij akan dapat diketahui
persamaan dan perbedaan atau wawasan yang lebih luas tentang berbagai
periwayatan dan beberapa hadist terkait.
m. Memberika
kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadist
tersebut adlah maqbul (dapat diterima), sebaliknya orang yang tidak
mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadist tersebut mardud (ditolak).
n. Mengetahui
keyakinan bahwa suatu hadist adalah benar-benar berasal dari Rasululloh SAW
yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadist
tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C.
Metode dan langkah-langkah Takhrij
Al-Hadits
Sebelum seseorang melakukan takhrij
suatu hadits, terlebih dahulu dia harus mengetahui metode atau langkah-langkah
dalam takhrij sehingga Akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan.
Pertama yang perlu di maklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku hadits
yang telah dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam-
macamnya. Di antaranya ada yang secara tematik, pengelompokan hadits didasarkan
pada tema-tema tertentu seperti kitab Al- Jami Ash-Shahih li Al-Bukhori dan
sunan Abu Dawud. Diantaranya lagi ada yang didasarkan pada huruf permulaan
matan hadits diurutkan sesuai dengan alphabet Arab seperti kitab Al-Jami
Ash-Shaghir karya As- Suyuthi dan lain-lain. Semua itu dilakukan oleh para
ulama dalam rangka memudahkan umat Islam untuk mengkajinya sesuai dengan
kondisi yang ada[7].
Karena banyaknya teknik dalam
pengkodifikasian buku hadits, maka sangat diperlukan beberapa metode takhrij
yang sesuai dengan teknik buku hadits yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5
metode takhrij dalam arti penulusuran hadits dari sumber buku hadits yaitu
takhrij dengan kata (bi al-lafdzi), Takhrij dengan tema (bi al-maudhui) takhrij
dengan permulaan Matan (bi Awwal al-matan) takhrij melalui sanad pertama
(bi ar-rawi al-a’la) dan takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau
sanad hadits. Mari kita praktekkan satu – persatu:
1.
Takhrij dengan kata (bi al-lafzhi)
Metode takhrij pertama ini
penulusuran hadits melalui kata/lafal matan hadits baik dari permulaan,
pertengahan, dan atau akhiran. Kamus yang diperlukan metode takhrij ini salah
satunya yang paling mudah adalah Kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz
Al-Hadits An-Nabawi yang disusun A.j. Wensinck dan kawan-kawannya sebanyak 8
jilid.
Maksud takhrij dengan kata adalah
takhrij dengan kata benda (kalimah isim) atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan
kata sambung (kalimah huruf) dalam bahasa Arab yang mempunyai asal akar kata 3
huruf. Kata itu diambil dari salah satu bagian dari teks hadis yang mana saja
selain kata sambung/ kalimah huruf kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa
Arab yang hanya tiga huruf, kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa Arab
yang hanya tiga huruf yang disebut dengan fiil tsulatsi. Jika kata dalam teks
hadis yang dicari kata: مسلم misalnya, maka harus dicari asal akar
katanya yaitu dari kata: سلم setelah
itu baru membuka kamus Bab س bukan Bab م. Demikian juga jika kata
yang dicari itu kata: يلتمس maka akar katanya adalah: لمس kamus yang dibuka adalah
Bab ل bukan bab ي dan begitu seterusnya[8].
Kamus yang digunakan mencari hadis
adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras li-Alfazh Al-Hadits Annawawi. Kamus ini terdiri
dari 8 jilid, disusun oleh tim orientalis di antaranya adalah Arnold JohnWensinck
atau disingkat A.J.Wensinck (w.1939M) seorang profesor bahasa-bahasa Semit
termasuk bahasa Arab di lafal dan penggalan matan hadis, serta
mensistimatisasikannya dengan baik berkat kerja sama dengan Muhammad Fuad Abdul
Baqi. Untuk kegiatan takhrij dalam arti kegiatan penelusuran hadis dapat
diketahui melalui periwatan dalam kitab-kitab yang ditunjukkannya[9].
Lafal-lafal hadis yang dimuat dalam kitab Al-Mu’jam ini bereferensi pada kitab
induk hadis sebanyak 9 kitab yaitu sebagai berikut:
a.
Shahih Al-Bukhari dengan diberi lambang: خ
b.
Shahih Muslim dengan
lambang: م
c.
Sunan Abu Dawud dengan
lambang:د
d.
Sunan At-Tirmidzi dengan lambang: ت
e.
Sunan An-Nasa’I dengan lambang:ن
f.
Sunan Ibnu Majah dengan lambang :جه
g.
Sunan Ad-darimi dengan lambing:دي
h.
Muwatha’ Malik dengan lambang :ط
i.
Musnad Ahmad dengan lambang :حم
Contoh hadis yang ingin ditakhrij:
لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا
Pada penggalan teks diatas dapat
ditelusuri melalui kata-kata yang digaris bawahi. Andaikata dari kata تحابو dapat dilihat Bab ح dalam kitab Al-mu’jam
karena kata itu berasal dari kata حبب. Setelah ditelusuri kata
tersebut dapat ditemukan di Al-Mu’jam juz 1 hlm.408 dengan bunyi:
م إيمان 93, أدب, 131. ت صفة القيامة 54, إستئذن 1, جه مقدمة 9, أدب
11, حم 1, 165
Maksud ungkapan diatas adalah:
93 إيمان
م = Shahih Muslim kitab
iman nomor urut hadits 93
131 أدب
د = Sunan Abu Dawud kitab
Al-Adab nomor urut Bab 131.
صفة القيامة 54 ,إستئذان1 ت = Sunan At-Tirmidzi kitab sifah al- qiyamah nomor urut bab 54
dan kitab isti’dzan nomor urut bab1
جه مقدمة 9, ادب 11 = Sunan Ibnu Majah kitab
Mukadimah nomor urut bab 9 dan kitab Al-Adab nomor urut bab 11.
حم 1, 165 = Musnad Imam Ahmad bin
Hanbal juz 1 hlm. 165.
Pengertian nomor-nomor dalam Al-Mu’jam secara ringkas dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a.
Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih Al-Bukhori
Sunan Abu Dawud, sunan At-tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, sunan Ibnu Majah dan sunan
ad-Darimi menunjukkan angka bab bukan angka hadis.
b.
Semua angka sesudah nama-nama kitab atau Bab pada shahih Muslimdan
muwataha’ Malik menunjukkan angka urut hadis bukan angka Bab.
c.
Dua angka yang ada pada kitab Musnad Ahmad angka yang lebih besar
menunjukkan angka juz kitab dan angka sesudahnya atau angka yang biasa
menunjukkan halaman. Hadis Musnad Ahmad yang berada di dalam kotak bukan yang
di pinggir atau diluar kotak.
Al-Mu’jam hanya menunjukkan tempat
hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis sebagaimana diatas. Maka tugas
peneliti berikutnya menelusuri Hadis tersebut ke dalam berbagai kitab hadis
sesuai dengan petunjuk Al-Mu’jam untuk dihimpun dan dianalisis perbandingan[10].
Metode takhrij dengan laladz ini
mepunyai kelebihan dan kekurangan. Dintara kelebihannya adalah hadis dapat
dicari melalui kata mana saja yang diingat peneliti tidak harus dihapal
seluruhnya dan dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan di antara kesulitannya
adalah seorang peneliti harus menguasai Ilmu Sharaf tentang asal usul suatu
kata.
2.
Takhrij dengan tema (bi al-mawdhui)
Arti takhrij kedua ini adalah
penelusuran hadis yang didasarkan pada topic (mawdhui), misalnya Bab Al-Khatam,
Al-Khadim, Al-Ghusl, Adh-Dhahiyah, dan lain-lain. Seorang peneliti hendaknya
sudah mengetahui topic suatu hadis kemudian ditelusuri melalui kamus hadis
tematik. Salah satu kamus hadis tematik adalah Miftah min Kunuz Assunnah oleh
Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari aslinya bebahasa Inggris A Handbook of
Early Muhammadan karya A.J.Wensink pula. Dalam kamus Hadis ini dikemukakan
berbagai topic baik berkenaan dengan petunjuk – petunjuk Rasulullah maupun berkaitan
dengan Nama. Untuk setiap topic biasanya disertakan subtopic dan untuk setiap
sub topik dikemukakan data hadis dan kitab yang menjelaskannya[11].
Kitab – kitab yang menjadi referensi
kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih banyak dari pada Takhrij bi
Al-Lafzi di atas yaitu 8 kitab sebagaimana di atas ditambah 6 kitab lain.
Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
a.
Shahih Al-Bukhori dengan diberi lambang : بخ
b.
Shahih Muslim dengan lambing :مس
c.
Sunan Abu dawud dengan lambing :بد
d.
Sunan At- Tirmidzi denagn lambing :تر
e.
Sunan An-Nasa’I dengan lambing :نس
f.
Sunan Ibnu majah dengan lambang :مج
g.
Sunan Ad-Darimi dengan lambang :مي
h.
Muwaththa’ Malik dengan lambang :ما
i.
Musnad Ahmad dengan lambang :حم
j.
Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi :ط
k.
Musnad Zaid bin Ali :ز
l.
Sirah Ibnu Hisyam :هش
m.
Maghazi Al- Waqidi :قد
n.
Thabaqat Ibnu Sadin : عد
Kemudian arti singkatan – singkatan lain yang dipakai dalam kamus
ini adalah sebagai berikut:
a.
Kitab = ك
b.
Hadis = ح
c.
Juz = ج
d.
Bandingkan (qobil) = قا
e.
Bab = ب
f.
Shahifah= ص
g.
Bagian( qismun)= ق
Misalnya ketika ingin men-takhrij hadis:
صلاة اليل مثنى مثنى
Hadis tersebut temanya shalat malam (Shalat al-layl). Dalam kamus
miftah dicari pada Bab Al-Layl tentang shalat malam yaitu dihalaman 430. Disana
dicantumkan sebagai berikut:
بخ-ك 8 ب 84, ك145ب 1, ك 19ب 10
مس – ك 6 ح 145
– 148
بد – ك 5 ب 24
تر – ك 2 ب 206
مج – ك 2 ب 155 , 21
ما – ك 7 ح 7, 13
ما – ك 7 ح 7, 13
حم –ثان ص 5, 9, 10
Maksudnya hadis tersebut adanya dalam:
Al-Bukhori, nomor urut kitab 8 dan nomor urut Bab 84, nomor urut
kitab 145, nomor urut Bab 1, nomor urut kitab 19 dan nomor urut bab 10.
Muslim, nomor urut kitab 6 dan nomor urut hadis 145- 148.
Abu Dawud, nomor urut kitab 5dan nomor urut Bab 24.
At-Tirmidzi, nomor urut kitab 2 dan nomor urut Bab 206.
Ibnu Majah, nomor urut kitab 5dan nomor urut Bab 172.
Ad- darimi nomor urut kitab 2 dan nomor urut Bab 155 dan 21.
Muwaththa’ Malik, nomor urut kitab 7 dan nomor urut hadis 7 dan 13.
Ahmad, juz 2 halaman.5,9, dan 10.
Diantara kelebihan metode ini,
peneliti mengetahui makna hadis saja tidak diperlukan harus mengingat permulaan
matan teks hadis, tidak perlu harus menguasai asal usul akar kata dan tidak
perlu juga mengetahui sahabat yang meriwayatkannya. Di samping itu peneliti
terlatih berkemampuan menyingkap makna kandungan hadis. Sedang diantara
kesulitannya adalah terkadang peneliti tidak memahami kandungan hadis atau
kemungkinan hadis memiliki topik berganda[12].
3.
Takhrij dengan Permulaan Matan (bi awwal al-matan)
Takhrij menggunakan permulaan matan
dari segi hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka
dicari pada Bab mim, jika diawali dengan huruf ba maka dicari pada Bab ba dan
seterusnya. Takhrij seperti ini di antaranya dengan menggunakan kitab Al-jami’
Ash-Shaghir Atau Al-Jami’ Al-kabir karangan As-Suyuthi dan Mu’jam Jami’
Al-Ushul fi Ahadits ar-Rasul, karya Ibnu Al-Atsir.
Kitab Al-jami’ Ash-Shaghir nama
lengkapnya Al-Jami’ Ash-Shaghir fi Ahadits Al-Basyir An-Nadzir, salah satu
kitab karangan As-Suyuthi (w.911 H). Dia seorang ulama hadis yang memiliki
gelar Al-Musnid (gelar keahlian meriwayatkan hadis beserta sanadnya) dan
Al-Muhaqqiq (peneliti) dan hapal 200.999 hadis[13].
Sebuah kitab yang menghimpun ribuan hadis yang terpilih dan yang
singkat-singkat dipetik dari kitabnya yang besar jam’u al- jawami’[14],
terdiri dua juz susunan hadis kitab ini sesuai dengan urutan alphabet Arab
alif, ba, ta, tsa, ja, ha, kha dan seterusnya….jika seorang peneliti ingin
mencari hadis melalui kitab ini harus ingat huruf apa permulaan hadisnya,
kemudian membuka kitab tersebut pada bab yang sesuai dengan huruf permulaan
tersebut.
Misalnya ketika ingin mencari hadis yang populer di tengah – tengah
santri dan mahasiswa:
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Kita buka kitab Al-Jami’ Ash- Shaghir Bab ط kita temukan pada juz 2
hlm. 54 ada 4 tempat periwayatan disebutkan yaitu sebagai berikut:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ) عد هب ) عن انس (طص خط) عن الحسين بن
علي (طس) عن ابن عباس, تمام عن ابن عمر (طب) عن إبن مسعود (خط) عن علي (طس هب) عن
أبي سعيد (صح)
طلب العلم فريضة على كل مسلم ، وواضع العلم عند غير أهله
كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب (ه) عن أنس (ض)
طلب العلم فريضة على كل مسلم ، وإن طالب العلم يستغفر له كل شئ حتى
الحيتان في البحر, إبن عبد البر في العلم عن أنس (صح)
طلب العلم فريضة على كل مسلم ، والله يحب إغاثة اللهفان (هب) إبن عبد
البر في العلم عن أنس صح
Keterangan lambang – lambang di atas:
a.
هب ) عد( = Ibnu Adi dalam kitab
Al-Kamil
b.
(طص
خط)= Ath-Thabarani dalam
Ash-Shaghir, خط = Al-Khathib
c.
(طس)= Ath-Thabarani dalam Al-Awsath
d.
(طب) = Ath-Thabarani dalam Al- kabir
e.
صح= Hadis Shahih
f.
(ه)=Ibnu Majah
g.
(ض)= Hadis Dhai
h.
(صح) =Hadis Shahih
i.
هب = Al-Baihaqi dalam
Syu’ab Al-Iman.
j.
(صح) = Hadis Shahih
Dari hasil takhrij di atas ditemukan
bahwa seluruh hadis hanya menyebutkan sampai مسلم tidak ada yang
menyebutkan ومسلمة Akan tetapi yang beredar selalu menyebutkan
seperti itu, mungkin ada rujukannya asal dalam kitab hadis yang dapat
dipedomani. Kualitasnya shahih 3 tempat dan yang satu dha’if.
Lambang –lambang singkatan
sebagaimana di atas mempunyai makna dan telah dijelaskan oleh penyusunnya
As-Suyuthi dalam Mukadimahnya, bagi yang ingin mengetahui secara menyeluruh
dapat buka kitab Al-Jami’ Ash-Saghir Bab Mukaddimah.
Di antara kelebihan metode ini adalah dapat menemukan hadis yang
dicari dengan cepat dan mendapatkan hadisnya secara utuh atau keseluruhan tidak
penggalan saja sebagaimana metode-metode sebelunya. Akan tetapi, kesulitannya
bagi seseorang yang tidak ingat permulaan hadis. Khawatir hadis yang diingat
itu sebenarnya penggalan dari pertengahan atau akhiran hadis bukan permulaannya.
4.
Takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-ala).
Takhrij ini menelusuri hadis melalui
sanad yang pertama atau yang paling atas yakni para sahabat (muttasil isnad)
atau tabi’in (dalam hadis mursal). Berarti peneliti harus mengetahui terlebih
dahulu siapa sanadnya di kalangan sahabat atau tabi’in, kemudian dicari dalam
buku hadis Musnad, atau Al-Athraf. Diantara kitab yang digunakan dalam metode
ini adalah kitab Musnad atau Al-Athraf. Seperti Musnad Ahmad bin Hambal, Tuhfat
As-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf karya Al-Mizzi dan lain-lain. Kitab Musnad
adalah pengkodifikasian hadis yang sistematikanya didasarkan pada nama-nama
sahabat atau nama-nama tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Sedangkan
Al-Athraf adalah kitab hadis yang menghimpun beberapa hadisnya para sahabat
atau tabi’in sesuai dengan urutan alphabet Arab dengan menyebutkan sebagian
dari lafal hadis.
Adapun manfaat dari kitab Athraf, antara lain adalah:
1)
Memberi informasi tentang berbagai sanad hadits yang berbeda-beda
secara keseluruhan dalam satu tempat. Dengan demikian dapat diketahui dengan
mudah apakah Hadits itu gharib, aziz, atau masyhur;
2)
Memberikan informasi tentang siapa saja di antara para penyusun
kitab- kitab hadits yang meriwayatkannya dan dalam bab apa mereka mencantumkan;
dan
3)
Memberikan informasi tentang jumlah hadits setiap sahabat yang
diriwayatkan Hadits dalam kitab-kitab yang dibuat athraf-nya.
Mengingat kitab athraf ini hanya
menyebutkan sebagian matan hadits, maka untuk mengetahuinya secara lengkap
masing- masing perlu merujuk kepada kitab sumber yang ditunjukkan oleh kitab
athraf tersebut.
Cukup banyak kitab Musnad pada awal
abad kedua Hijriyah, di antaranya yang sangat populer adalah Musnad Ahmad bin
hanbal (w.241 H). Sesuai dengan masa perkembangannya latar belakang
penulisannya agar mudah dihapal, beberapa hadis dikelompokkan berdasarkan pada
sahabat yang meriwayatkannya. Kitab ini memuat sekitar 30.000 hadis sebagian
pendapat 40.000 buah hadis secara terulang-ulang (mukarrar) sebanyak 6 jilid
besar. Sistematikanya tidak di sesuaikan dengan urutan alphabet Arab, tetapi
didasarkan pada sifat-sifat tertentu, yakni pertama sepuluh orang sahabat Nabi
yang digembirakan surga, kemudian musnad sahabat empat, musnad sahabat ahli
bait, musnad sahabat-sahabat yang populer, musnad sahabat dari Mekkah
(Al-Makiyyin),dari syam (Ash-Syammiyyin), dari kufah, Bashrah, sahabat Anshar,
sahabat wanita, dan dari Abu Ad-Darda.
Bagaimana Mentakhrij sebuah hadis berikut dalam musnad Ahmad:
عن أنس بن مالك قال أمر بلال أن يشفع الأذان ويوتر الإقامة
Sahabat perawi sudah diketahui yaitu
Anas bin Malik, terlebih dahulu Nama Anas itu dilihat pada daftar isi
(mufahras) sahabat pada awal kitab Musnad, maka didapati adanya sahabat Anas
pada juz 3 h. 98. Bukalah persatu hadis yang ingin dicari sampai ditemukan,
maka ditemukan pada halaman 103. Dari pentakhrijan ini dapat dikatakan: Hadis
tersebut ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya juz 3 h. 103.
Diantara kelebihan metode takhrij
ini adalah memberikan informasi kedekatan pembaca dengan dengan pen-takhrij
hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode-metode lain hanya memberikan
informasi kedekatan dengan pentakhrijnya saja tanpa kitabnya. Sedang kesulitan
yang dihadapi adalah jika seorang peneliti tidak ingat atau tidak tahu Nama
sahabat atau tabi’in yang meriwayatkannya, di samping campurnya berbagai
masalah dalam satu Bab dan tidak terfokus pada satu masalah.
5.
Metode takhrij melalui pengetahuan tentang Sifat khusus atau sanad
Hadits.
Yang dimaksud[27] dengan metode takhrij ini, ialah memerhatikan
keadaan-keadaan dan Sifat Hadits, baik dalam matan maupun sanadnya, kemudian
mencari asal hadits-hadits itu dalam kitab-kitab yang[28] khusus mengumpulkan
hadits-hadits yang mempunyai keadaan atau sifat tersebut[29], baik dalam matan
maupun sanadnya. Yang pertama diperhatikan adalah kedaan atau sifat yang ada
pada matan, kemudian yang ada pada sanad, dan selanjut-nya yang ada pada matan,
kemudian yang ada kedua-duanya.
a.
Matan
Apabila pada matan hadits itu tampak
tanda-tanda ke-maudhu’an, baik karena rendahnya bahasa atau karena secara jelas
bertentangan dengan Nash Al-Qur’an yang sahih, maka Cara yang paling mudah
untuk mengetahui asal Hadits itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang
mengumpulkan hadits-hadits maudhu’. Dalam kitab ini Akan diterangkan dengan
jelas hal tersebut. Kitab semacam ini adalah yang disusun secara alfabetis,
antara lain “kitab al-Mashnu’fi Ma’rifah al-Hadits al-Maudhu’ li al-Syaikh ‘ila
al-Qari’ al-harawi. “Dan ada pula yang secara tematis, antara lain; kitab
Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Syafiah al-Mawdhu’al-li
Al-Kanani.
Apabila Hadits yang Akan di-takhrij
itu termasuk Hadits Qudsi, maka sumber yang paling mudah untuk mencarinya
adalah kitab yang mengumpulkan Hadits-hadits Qudsi secara tersendiri, antara
lain:”kitab Misykah al-Anwar fina Ruwiya’an Allah SAT, min al Akbar li Ibn
Arabi”. Kitab ini mengumpulkan 101 Hadits lengkap dengan sanadnya. Dan kitab
al-Ittihafat al-Saniyyah bil-ahaadits al-Qudsiyyah karangan syekh Abdur-Rouf
al-Manawi, beliau mengumpulkan 272 hadits tanpa sanad dan menyusun huruf secara
Alfabethis.
b.
Sanad
Apabila di dalam sanad suatu Hadits
ada ciri tertentu, misalnya isnad itu mursal, maka Hadits itu dapat dicari
dalam kitab-kitab yang mengumpulkan Hadits-hadits mursal, seperti:”al-Marasil
li Abi Hatim Abd al-Rahman bin Muhammad al-Handhali al-Razi”, atau mungkin ada
seseorang perawi yang lemah dalam sanadnya, maka dapat dicari dalam kitab”Mizan
al-I’tidal li al-Dzahabi”.
c.
dan sanad
Ada beberapa sifat dan keadaan yang
kadang-kadang terdapat pada matan dan kadang-kadang pada sanadnya, misalnya: ada
illah (cacat) atau ibham (samar-samar). Maka untuk mencari Hadits-hadits
semacam itu, yaitu:
a.
I’lal al-hadits li Ibn Abi
Hatim al-Razi.
Kitab ini tersusun dari beberapa Bab,
menyebutkan hadits – hadits yang terkena ‘ilat didalam Bab tersebut dan
sekaligus menjelaskannya.
b.
Al-Mustafad min Mubhamat
al-Matan wa Al-Isnad Ali Abi Zar’ah Ahmad bin Abd al-Rahim al-‘Iraqi.
Contoh Penerapan Methode Takhrij Al Hadits tentang amar ma’ruf nahi
mungkar
Ø Shahih Muslim
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ
سُفْيَانَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ كِلَاهُمَا عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ
بْنِ شِهَابٍ وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ
بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ
رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ
فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ
عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
وَعَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ فِي قِصَّةِ مَرْوَانَ وَحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ شُعْبَةَ وَسُفْيَانَ
Sumber: Muslim
Kitab : Iman
Bab : Penjelasan bahwa mencegah kemungkaran adalah bagian dari iman, dan bahwa iman itu bertambah
No. Hadist : 70
Kitab : Iman
Bab : Penjelasan bahwa mencegah kemungkaran adalah bagian dari iman, dan bahwa iman itu bertambah
No. Hadist : 70
Tahkrij informasi awal didapat
dari kitab sembilan imam, hadis tersebut diriwayatkan oleh muslim. Dengan
menggunakan kata kunci فَبِلِسَانِهِ ,hadis tersebut ditemukan dalam
kitab Muslim (No. 70), kitab Abu Daud (No. 963, 3777), kitab Tirmidzi
(No.2098), kitab Nasa’i (No. 4922), kitab
Ibn Majah (No. 1265,4003), dan kitab Ahmad (10652, 10723,11034, 11068,1090,
11442).
Ø
Hadis penguat
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ ح وَعَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ أَخْرَجَ مَرْوَانُ الْمِنْبَرَ فِي يَوْمِ
عِيدٍ فَبَدَأَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا
مَرْوَانُ خَالَفْتَ السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ الْمِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ وَلَمْ
يَكُنْ يُخْرَجُ فِيهِ وَبَدَأْتَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَالَ أَبُو
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ مَنْ هَذَا قَالُوا فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ فَقَالَ أَمَّا
هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ
بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَف الْإِيمَانِ
Sumber : Abu Daud
Kitab : Shalat Bab : Khutbah di hari Id No. Hadist : 963 |
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ
أَوَّلُ مَنْ قَدَّمَ الْخُطْبَةَ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ رَجُلٌ
فَقَالَ لِمَرْوَانَ خَالَفْتَ السُّنَّةَ فَقَالَ يَا فُلَانُ تُرِكَ مَا
هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُنْكِرْهُ
بِيَدِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sumber: Tirmidzi
Kitab : Fitnah
Bab : Menyingkirkan kemungkaran dengan tangan, lisan dan hati
No. Hadist : 2098
Kitab : Fitnah
Bab : Menyingkirkan kemungkaran dengan tangan, lisan dan hati
No. Hadist : 2098
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مَخْلَدٌ قَالَ
حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَلٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ
شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَغَيَّرَهُ بِيَدِهِ
فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَغَيَّرَهُ
بِلِسَانِهِ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِلِسَانِهِ
فَغَيَّرَهُ بِقَلْبِهِ فَقَدْ بَرِئَ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Sumber : Nasa'i
Kitab : Iman dan syareatnya Bab : Pemeluk keimanan satu sama lain mempunyai kelebihan No. Hadist : 4923 |
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ
عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ و
عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ أَخْرَجَ مَرْوَانُ الْمِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ
بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَالَ رَجُلٌ يَا مَرْوَانُ خَالَفْتَ
السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ الْمِنْبَرَ فِي هَذَا الْيَوْمِ وَلَمْ يَكُنْ يُخْرَجُ
وَبَدَأْتَ بِالْخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَلَمْ يَكُنْ يُبْدَأُ بِهَا فَقَالَ
أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيمَانِ
Sumber: Ibnu Majah
Kitab : Fitnah
Bab : Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar
No. Hadist : 4003
Kitab : Fitnah
Bab : Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar
No. Hadist : 4003
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنِي شُعْبَةُ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ
طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ خَطَبَ مَرْوَانُ قَبْلَ الصَّلَاةِ فِي يَوْمِ
الْعِيدِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّمَا كَانَتْ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
فَقَالَ تَرَى ذَلِكَ يَا أَبَا فُلَانٍ فَقَامَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ
فَقَالَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Sumber: Ahmad
Kitab : Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits
Bab : Musnad Abu Sa'id Al Khudri Radliyallahu ta'ala 'anhu
No. Hadist : 10723
Kitab : Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits
Bab : Musnad Abu Sa'id Al Khudri Radliyallahu ta'ala 'anhu
No. Hadist : 10723
Ø Skema sanad
Dari kelima riwayat tersebut,
yang memiliki redaksi paling mirip dengan yang digunakan Muslim dalam kitab
Shahih Muslim adalah riwayat Abu Daud dan Ibnu Majjah. Dengan demikian langkah
berikutnya bisa langsung melakukan kritik hadis (sanad/matan) pada hadis
riwayat Abu Daud dan Ibnu Majjah. Berikut biogragi singkat para perawi dalam
jalur sanad Abu Daud dan Ibnu Majjah:
1.
Sa’ad bin Malik:
2.
Raja’ bin Rabi’ah
|
|
|||||||||||||||
3.
Isma’il bin Raja’ bin Rabi’ah
|
|
|||||||||||||||
|
|
4.
Sulaima bin Mihran
|
|
5.
Muhammad bin Khazim
|
|
6.
Muhammad bin Al ‘Alaa’ bin Kuraib
|
|
Ø Kesimpulan
Berdasarkan
penilaian para ulama terhadap masing-masing perawi dalam hadis yang
diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majjah, serta rentang masa hidup yang
memungkinkan antar perawi untuk bertemu,
dapat disimpulkan bahwa terdapat ketersambungan dalam rangkaian sanad
tersebut. Demikian, sanad tersebut adalah muttashil dan marfu’ karena rangkaian
sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. Terkait dengan kualitasnya, semua perawi
dalam sanad Abu Daud dan Ibnu Majjah tersebut dapat diterima periwayatannya
karena mayoritas berkualitas tsiqah. Dan yang terkait dengan redaksinya, hadis
tersebut lebih banyak diriwayatkan bi al-ma’na dan bil lafdzi. Hal ini
didasarkan pada tidak adanya keseragaman redaksi pada kelima riwayat dengan
jalur yang berbeda, terlebih jika merujuk pada hadis-hadis dari jalur lain yang
merupakan syawahid-nya, akan ditemukan banyak keragaman redaksi yang berbeda
namun memiliki esensi yang sama. Berikut daftar syawahid dari hadis yang
dimaksud:
م
|
طرف الحديث
|
الصحابي
|
اسم الكتاب
|
أفق
|
العزو
|
المصنف
|
سنة الوفاة
|
1
|
سعد بن مالك
|
أحكام القرآن للجصاص
|
270
|
272
|
الجصاص الحنفي
|
370
|
|
2
|
سعد بن مالك
|
صحيح مسلم
|
73
|
52
|
مسلم بن الحجاج
|
261
|
|
3
|
سعد بن مالك
|
سنن ابن ماجه
|
4011
|
4013
|
ابن ماجة القزويني
|
275
|
|
4
|
سعد بن مالك
|
مسند أحمد بن حنبل
|
10862
|
10689
|
أحمد بن حنبل
|
241
|
|
5
|
سعد بن مالك
|
مسند أحمد بن حنبل
|
11246
|
11068
|
أحمد بن حنبل
|
241
|
|
6
|
سعد بن مالك
|
مسند أحمد بن حنبل
|
11302
|
11122
|
أحمد بن حنبل
|
241
|
|
7
|
سعد بن مالك
|
مسند أحمد بن حنبل
|
11659
|
11466
|
أحمد بن حنبل
|
241
|
|
8
|
سعد بن مالك
|
صحيح ابن حبان
|
311
|
307
|
أبو حاتم بن حبان
|
354
|
|
BAB IV
PENUTUP
Demikian makalah ini kami tulis, semoga bisa
memberi manfaat dan dorongan untuk kita dalam membantu menambah wawasan
mengenai Takhrij Hadits ini. Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan.
Terimakasih.
Sumber:
http://digilib.uinsby.ac.id
Tag #Takhrij Hadits.pdf .doc
[1] Ridwan Nasir, Ulumul Hadits & Musthalah Hadits, (Jombang: Darul
Hikmah), 2008
[2] Pengertian Takhrij (http://alhaditslover.blogspot.com/2013/10/makalah-takhrij-alhadits_801.html)
diakses tanggal 7 november 2014
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Dr.H.Abdul
majid khon, Ulumul hadis, Jakarta: Sinar Grafika Offset, Cetakan kedua,
th.2009, hlm. 118-119.
[8] Ibid.
[9] Ibid. h 120.
[10] Ibid. h.121.
[11] Ibid. h. 121-122.
[12] Abdul Muhdi bin Abdul Qadir, Thuruq Takhrij Hadits Rosulullah
SAW. (Cairo: Dar al-I’tisham, 1987), hlm. 151 – 152.
[13] Ibid, hlm. 31.
[14] Jalaluddin Abdurrahman Ibnu Abi Bakar As- Suyuthi, Al-Jami’
Ash-Shaghir, jilid 11, (Surabaya: Al-hidayah), hlm 3.
0 komentar:
Posting Komentar