MAKALAH
SEJARAH PEMBINAAN DAN PENGHIMPUNAN HADITS
Disusun oleh :
Ahmad Ilham S, Ayu Laila Y, Lilik
Yuliani, Pratiwi Wulan A. - STAIN Kediri 2014
Editor:
Tim Makalah-makalah.com
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur penulis munajatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi-Nya. Amin
Makalah ini membahas tentang “Sejarah Pembinaan Dan Penghimpunan Hadits“ .
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membaca dan mempelajarinya. Sebelumnya penulis memohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik
dan saran yang dapat membangun demi perbaikan dimasa depan.
Kediri, September 2014
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah hadits memang sudah tidak asing didengar dikalangan mahasiswa
dan masyarakat. Tetapi tidak banyak yang tahu tentang periodisasi /
perkembangan ilmu hadits itu bagaimana.
Di kalangan masyarakat banyak yang belum tahu seperti apa hadits yang
sesungguhnya, bahkan di kalangan mahasiswa banyak pula yang mengetahui jenis
hadits namun mereka tidak cakap menghafal dan menulis hadits dengan benar. Hal
itulah salah satu penyebab sering terjadinya kesalahan dalam memilah hadits
asli atau palsu.
Dalam makalah ini akan dijelaskan Periodisasi perkembangan hadits,cara
penghafalan dan penulisan hadits yang benar,ragam penghimpun hadits, serta
ciri-ciri pemalsuan hadits dan upaya penyelamatan hadist. Dengan tujuan
agar pembaca mengetahui periodisasi
perkembangan hadist, cara menghafal dan menulis hadits yang benar, ragam
penghimpun hadits, dan agar pembaca bisa membedakan antara hadits asli dan
palsu serta mengetahui upaya penyelamatannya.
Semoga makalah ini bisa memberikan
pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca. Untuk itu seperti kata pepatah
mengatakan “Tiada gading yang tak retak”. Kami menunggu pesan dan saran dari
anda untuk menjadi bahan perbaikan makalah, bagi kami sebagai tim penyusun.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana periodisasi perkembangan
hadits?
2. Bagaimana penghafalan dan penulisan
hadits dalam masa periodisasi hadits?
3. Apa saja ragam penghimpunan hadits?
4. Bagaimana ciri-ciri pemalsuan hadits dan
upaya penyelamatan hadits?
5. Bagaimana tanda-tanda hadits palsu ?
1.3
Tujun Pembahasan
1. Diharapkan mahasiswa mengetahui
periodisasi perkembangan hadits.
2. Diharapkan mahasiswa bisa mengetahui cara
penghafalan dan penulisan hadits
3. Diharapkanmahasiswa mengetahui ragam
penghimpunan hadits
4. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
cirri-ciri hadits palsu dan dapat mengetahui bagaimana cara penyelamatan
hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Pembinaan Dan
Penghimpunan Hadits
-
Periodisasi Perkembangan Hadits[1]
Masa pertama : masa wahyu dan
pembentukan hukum serta dasar-dasarnya dari permulaan nabi dibangkit hingga
beliau wafat pada tahun 11 H. (dari 13 S.H – 11 H)
Masa kedua : masa membatasi riwayat,
masa Khulafa Rasyidin (12 H – 40 H)
Masa ketiga : masa berkembang
riwayat dan perlawatan dari kota ke kota
untuk mencari hadits, yaitu masa sahabat kecil dan tabiin besar (41H – akhir
abad pertama H)
Masa keempat : masa pembukun hadits
(dari permulaan abad ke 2 H – akhir)
Masa kelima : masa menapis
kitab-kitab hadits dan menyusun kitab-kitab jami yang khusus ( dari awal abad
ke 4 – jatuhnya Baghdad tahun 656 H)
Masa ke enam : masa membuat syarah,
membuat kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadits-hadits hukum dan membuat
kitab-kitab jami yang umum serta membahas hadits-hadits zawa-id ( 656 H –
dewasa ini ).
A.
Hadits Dalam Periode Pertama ( Masa Rasul )
1. Masa pertumbuhan hadits dan
jalan-jalan para sahabat memperolehnya
Rasul hidup di tengah-tengah masyarakat dan para sahabatnya. Mereka
dapat bertemu dan bergaul dengan beliau secara bebas. Tak ada ketentuan
protocol yang menghalangi mereka bergaul dengan beliau. Yang tidak di benarkan,
hanyalah mereka langsung msuk ke rumah nabi, di kala beliau tak ada dirumah,
dan berbicara dengan para istri nabi, tanpa hijab.
Seluruh perbuatan nabi,demikian juga
seluruh ucapan dan tutur kata beliau menjadi tumpuan perhatian para sahabatdan
dijadikan pedoman hidup.
Berdasarkan kepada kesungguhan
meniru dan meneladani beliau bergant-gantilah para
sahabat yang jauh rumah dari masjid.
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh
dari kota madinah selalu mengutus salah seorang anggotanya pergi mendatangi nabi
untuk mempelajari hukum-hukum agama.
Para sahabat menerima hadits atau
syariat dari Rasul SAW adakalanya langsung dari beliau sendiri, yakni mereka
langsung mendengar sendiri dari nabi, baik karena ada sesuatu soal yang
dimajukan oleh seseorang lalu nabi menjawabnya ataupun karenan nabi sendiri
yang memulai pembicaraan.
2. Para sahabat tidak sederajat dalam
mengetahui keadaan Rasul
Semua sahabat, umumnya menerima hadits
dari Nabi SAW. Dalam pada itu, Para sahabat
tidak sederajat dalam mengetahui keadaan Rasul SAW ada yang tinggal di
kota, disusun, berniaga, bertukang, ada yang sering berada di kota, ada pula
yang sering bepergian.
Ceramah terbuka diberikan beliau
hanya pada tiap-tiap hari jum’at, hari-hari raya dan waktu-waktu yang tidak di
tentukan, jika keadaan menghendaki.
3.
Para sahabat yang banyak menerima pelajarandari Nabi
a. Yang mula-mula masuk islam yang dinamai
as sabiqunal awwalun seperti khulafa empat dan Abdullah ibnu mas’ud.
b. Yang selalu berada disamping nabi dan
bersungguh – sungguh menghafalnya,seperti Abu hurairah.Dan yang mencatat
seperti Abdullah ibn Amer ibn ‘ash
c. Yang lama hidupnya sesudah nabi, dapat
menerima hadits dari sesame sahabat, seperti anas ibn malik dan abdullah ibn
abbas.
d. Yang erat hubugannya dengan nabi, yaitu :
ummahul mu’minin, seperti aisyah dan ummu salamah.
B. Hadits Dalam Periode Ke Dua ( Masa Khulafa
Rasyidin-Masamembatasi Riwayat )
1.
Sikap sahabat terhadap usaha mengembangkan hadits sebelum dan sesudah
nabi wafat
Diberitahukan oleh Abu Daud dan At Turmudzy dari riwayat Zaid bin
Tsabit, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:”mudah-mudahan Allah
mengindahkan seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dihafalkan dan dipahamkan
dan disampaikan kepada orang lain sebagai yang dia dengar karena banyak sekali
orang yang disampaikan berita kepadanya, lebih faham daripada yang mendengarnya
sendiri`”[2]
Kata Al Mudhhiry, Nabi berkata,
walaupun hanya seayat. Beliau tidak katakana walaupun sehadits, karena perintah
menyampaikan dapat dipahkan dari hadits ini dengan jalan aulawiyah (lebih
patut/lebih perlu), lantaran ayat Al-qur’an walaupun sudah banyakpendukungnya,
Allah endiri telah menjamin terpelihara, hilang, dan rusak.[3]
Majelis-majelis nabi tidaklah hanya dihadiri orang-orang lelaki saja,
bahkan banyak juga orang-orang perempuan yang daang ke masjid dan
petemuan-pertemuan umum, untuk mendengar sabda dan ucapan-ucapan nabi. Nabi
sendiri sering mempergunakan waktu yang khusus untuk memberikan pelajaran
kepada para wanita.
Lantaran itu para wanita shahabiyah juga turut mempunyai saham yang
besar dalam mengembangkan hadits. Dalam hal ini ummuhatul-mu’minin memegang
peranan yang penting dalam menerima dan menyampaikan hadits kpada masyarakat
umum.
C.
Hadits Dalam Periode Ketiga ( Masa Sahabat Kecil Dan Tabi’in Besar )
1. Masa Berkembang Dan Meluas Periwayatan
Hadits
Sesudah masa ‘Utsman dan ‘Ali timbullah usaha yang lebih sering untuk
mencari dan menghafal hdits serta menyebarkannya ke dalam masyarakat luas
dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari hadits.
Pada tahun 17 H tentara islam
mengalahkan Syria dan Iraq. Pada tahun 20 H mengalahkan mesir. Pada tahun 21 H
mengalahkan Persia. Pada tahun 56 H tentara islam sampai di Samarkand. Pada
tahun 93 H tentara islam menaklukan Spanyol.
Para sahabat berpindah ke tempat-tempat itu. Karnanya kota-kota
merupakan perguruan tempat mengajar Al-Qur’an dan Al-Hadits tempat mengeluarkan
sarjana-sarjana tabi’in hadits.
2. Lawatan Para Sahabat Untuk Mencari Hadits
Menurut riwayat Al Bukhari, Ahmad Ath Thabarany dan Al Baihak Jabir
pernah pergi ke Syam, melakukn perlawatan sebulan lamanya, untuk menanyakan
sebuah hadits yang belum pernah di dengarnya,pada seseorang shahaby yang
tinggal di syam, yaitu Abdullah Ibn Unais Al Anshary .
Dengan masuknya hadits kedalam fhase
ini, mulailah dia di sebarkan dan mulailah perhatian di berikan trhadapnya
dengan sempurna.
D.
Hadits Dalam Periode Ke Empat ( Masa Pembukuan Dan Pengumpulan Hadits )
1. Sebab-sebab seorang tabi’y dan tabi’it
tabi’y dapat meriwayatkan hadits
Oleh karena para tabi’in dan tabi’it tabi’in mengambil hadits dari
banyak sahabat dan dari sesamanya, maka jumlah riwayat seorang tabi’i, biasanya
lebih banyak dari seorang shahaby dan riwayat tabi’it tabi’y, lebih banyak dari
tabi’y.
Menurut perhitungan al abhary, jumlah hadits-hdits al muwathatha baik
marfu’ maupun mauquf ataupun maqthu’adalah 1726 buah. Yang musnad diantaranya
berjumlah 600buah. Yang mursal 228 buah, yang mauquf 613 buah, dan yang maqthu
285buah.
2.
Hadits Dalam Masa Ke Lima ( Dari Awal Abad IV Hingga Tahun. 656 H )
(Masa tahdzib,
istidrak,istikhraj,menyusun jawami, zawaid,
dan athraf)
1.
Mutaqaddimin dan mutaakhkhirin
Ulama-ulama hadits dalam abad ke-2 dan ke-3, di gelari mutaqaddimin yang
mengumpulkan hadits dengan semata-mata berpegang kepada usha sendiri dan
pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghafalnya yang tersebar di setiap
plosok dan penjuru negara Arab, Parsi dan lain-lain.
Maka setelah abad ke-3 berlalu
bangkitlah pujangga-pujangga abad ke-4. Ahli abad ke-4 ini dan seterusnya di
gelari mutaakhkhirin. Kebanyakan hadits yng mereka kumpulkan adalah petikan
atau nukilan dari kitab-kitab mutaqaddimin, sedikit saja yang di kumpulkan dari
usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.
Dengan usaha-usaha Al Bukhari, muslim dan imam-imam lain di seluruh ahli
abad ke-3, terkumpulah jumlah yang sangat besar dari hadits-hadits yang shahih
yang tak terkumpul dalam kitab-kitab ahli hadits abad ke-3.
3.
HADITS DALAM MASA KE ENAM ( 656 H SAMPAI SEKARANG )
1.
India dan Mesir Memegang Peranan Penting Dalam Perkembangan Hadits
Mulai dari Bagdad di hancurkan oleh hulagug khan, berpindahlah kegiatan
perkmbagan hadits ke Mesir dan India. Dalam masa ini banyaklah kepala-kepala
pemerintahan yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadits seperti Al Barquq.
Di samping itu tak dapat di lupakan usaha ulama-ulama india dalam
mengembangkan kitab-kitab hadits. Banyak benar kitab-kitab haditsyang
berkembang dalam masyarakat umat islam dengan usaha penerbitan yang di lakukan
oleh ulama-ulama India. Merekalah yang menerbitkan kitab ulumul hadits karangan
Al Hakim .
2.
Jalan-jalan yag ditempuh dalam masa ini
Jalan-jalan yang di tempuh oleh ulama-ulama dalam masa ke tujuh, ialah
menertibkan isi kitab-kitab hadits, menyaringnya dan menyusun kitab-kitab
takhrij, serta membuat kitab-kitab jami’ yang umum, kitab-kitab yang
mengumpulkn hadits hukum, mentakhrijkan haits-hadits yang terdapat dal beberapa
kitab, mentakhrijkan hadits-hadits yang terkenal dalam masyrakat dan menyusun
kitab athraf.
2.
Penghafalan dan Penulisan Hadits
1.
Sebab-sebab hadits ditulis setiap-tiap Nabi menyampaikannya
Semua penulis sejarah Rasul, ulama hadits dan umat islam sependapat
menetapkan bahwa al-qur’anul karim memperolehperhatian yang penuh dari Rasul
dan dari para sahabat. Rasul memerintahkanpara sahabat untuk menghafal
Al-qur’an dan menulisnya dikepingan-kepingan tulang, di pelepah korma, di
batu-batuan dan lain-lain. Di ketika Rasulullah wafat, Al-qur’an telah di hafal
dengan sempurna dan telah lengkap ditulis, hanya yang belum dikumpulkan dalam
sebuah mushhaf saja.
Hadits dan sunah, walaupun merupakan sumber yang penting, dia tidak
dituliskan secara resmi, tidak diperhatikan orang menulisnya, seperti perintah
menuliskan Al-qur’an.
2.
Kedudukan Usaha menulis Hadits di masa Nabi SAW
Riwayat-riwayat yang benar ada menceritakan bahwa sebagian sahabat
mempunyai lembaran-lembaran yang tertulis hadits. Mereka bukukan di dalamnya
sebagian hadits yang mereka dengar dari Rasul SAW.
3.
Pembatalan Larangan menulis hadits
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa larangan menulis hadits yang di
nashkan oleh hadits Abu sa’id, dimansukhkan dengan izin yang dating sesudahnya.
Sebagiam ulama yang lain berpendapat
bahwa larangan menulis hadits tertentu terhadapmereka dikhawatirkan akan
mencampur adukan hadits dengan AL-qur’an. Izin hanya diberikan kepada mereka
yang tidak dikhawatirkan mencampur adukan hadits dengan Al-qur’an. Pembukuan
resmi seperti halnya Al-qur’an, dan keizinan itu diberikan kepada mereka yang
hanya menulis sunnah untuk diri sendiri.
4.
Pegangan sahabat dalam menghafal hadits
Para sahabat dalam menerima hadits dari nabi, Berpegang kepada kekuatan
hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalan bukan dengan jalanmenulis.
Sahabat-sahabat Rosul yang dapat menulis sedikit sekali. Mereka mendengar
hati-hati sekali apa yang Rasul sabdakan. Lalu tergambarlah lafal atau makna
itu dalam dzihin mereka. Mereka melihat apa yang Rasul kerjakan, dan mereka
mendengar pula dari orang yang mendengarnya sendiri dari Rasu. Para sahabat
menghafal hadits dan meyampaikannya kepada orang lain secara hafalan pula.
Hanya beberapa orang sahabat saja yang mencatat hadits yang didengarnya dari
Nabi.
3.Penghimpunan Hadits
- Pembukuan Hadits
Sebagai disebutkan dalam sejarah pembukuan (tadwin) hadits bahwa
pembukuan ini, yang secara resmi diprakarsai omar Ibn Abdul Aziz,
dilatarbelakangi oleh kekhawatiran hilangnya hadits Nabi bersama dengan
gugurnyanya para ulama penghafal hadits. Sekiranya upaya ini tidak diambi, akan
sulit dilacak, apakah sebuah informasi itu hadits. Upaya ini sangat berharga
untuk langkah selanjutnya . dalam langkah selanjutnya dapat kita lihat bahwa
pembukuan hadits itu semakin lama semakin sesuai harapan. Contohnya Imam al-Bukhari
dan muridnya, Imam Muslim membukukan hadits hanya yang shahih saja.
-
Pembentukan ilmu-ilmu hadits
Ilmu ini menelusuri berbagai bidang
1) Bidang kualitas
periwayata. Dari sini akan diketahui apakah seorang periwayat tercela (majruh),
sehingga haditsnya harus ditolak, atau terpuji (adil), sehingga haditsnya layak
disebarkan.
2) Bidang persambungan sanad.
Di sini ditelusuri apakah mata rantai sebuah hadits itu telah benar. Artinya,
apakah seorang periwayat benar-benar bertemu dengan periwayat generasi sebelum
dan sesudahnya apa tidak.
3) Bidang jalur periwayatan.
Artinya, para ulama hadits berkepentingan mengetahui matan sebuah hadits
diriwayatkan melalui berapa jalur.
4) Bidang sandaran hadits. Di
bidang ini diadakan penelusuran, kepada siapa sebuah hadits disandarkan.
-
Menghimpun Biografi Para Periwayat Hadits
Untuk mengetahui kualitas periwayat, baik yang pantas disiarkan
hadistnya maupun yang dicatat, perlu ilmu untuk menelusuri riwayat hidup
mereka. Ilmu ini juga akanmembantu member informasi apakah sebuah mata rantai
hadits, masing-masing orang yang disebut dalam sanad hadits saling bertemu.
Dari sini muncul ilmu Rijal al-Hadits, sekalius muncul kitab-kitab biografi.
-
Perumusan Istilah-istilah Hadits (Musthalah al-Hadits)
Intinya, Musthalah hadits merupakan ilmu pemberian istilah kepada hasil
penelusuran hadits sebagai yang tercantum dalam ilmu-ilmu hadits. Setelah
penelusuran itu selesai maka hadits itu diberi nama mutawatir,ahad, masyhur dan
lain sebagainya. Disebabkan hadits yang diriwayatkan sangat banyak ada kalanya
periwayatan “penyandaran”, melahirkan
istilahnya sendiri- sendiri. Seperti ada nama lain hadits mursal, munqathi’
maudhu’, mudhtharib, mudallas,syadz, dan lain sebagainya.
4.
Bagaimana ciri-ciri pemalsuan hadits dan upaya penyelamatan hadits
4.1. Pemalsuan hadis
-
Mulai Timbul Pemalsun Hadits
Sesudah Ali r.a wafat mulai munculah orang-orang yang memalsukan hadits.
Tahun 40H mulai batas yang memisahkan
antara masa terlepas hadits dan pemalsuan, dengan masa mulai munculnya
pemalsuan hadits. Sejak dari timbul fitnah di akhir masa ‘Utsman r.a ummat
Islam pecah menjadi beberapa golongan.
Pertama golongan ‘Ali ibn Abi Thali,
yang kemudian dinamakan golongan “Syiah”.
Kedua golongan ‘Ali Khawarij, yang menentang Ali dan Mu’awiyah.
Ketiga golongan Jumhur (golongan
pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya umat Islam kepada
golongan-golongan tersebut, didorong kepentingan dan keperluan golongan, mereka
mendatangkan keterangan-hujjah untuk mendukung. Maka bertindaklah mereka
membuat hadits-hadits palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.
Mulai saat itu terdapatlah riwayat-riwayat yang palsu di antara riwayat
yang shahih. Mula-mula mereka memalsukan hadits mengenai orang yang mereka
agung-agungkan. Dan yang mula-mula melakukan melakukan pekerjaan sesaat ini
ialah golongan Syi’ah sebagai yang diakui sendiri oleh ibn Abil Hadid, seorang
ulama Syiah dalam kitabnya Nahyul Balaghah, dia menulis, “ Ketahuilah bahwa
asal mula timbul hadits yang menerangkan keutamaan pribadi-pribadi adalah dari
golongan syiah sendiri.”
Perbuatan mereka ini didatangi oleh golongan sunnah (jumhur) yang
bodoh-bodoh. Mereka juga membuat hadits untuk mengimbangi hadits-hadits yang
dibuat oleh golongan Syi’ah itu.[4]Maka dengan keterangan-keterangan ini
nyatalah bahwa kota yang mula-mula mengembangkan hadits-hadits palsu (maudlu)
ialah Baghdad (kaum syiah berpusat di sana).
4.2. Sebab-Sebab Pemalsuan Hadits
- Pertentangan Politik
Sebelum munculnya berbagai aliran dalam
Islam, persoalan yang pertama kali muncul adalah perebutan kekuasaan, yang
menyebabkan terbunuhnya Usman bin Affan dan Ali ibn Abu Thalib. Perang Jamal di
masa Ali r.a memegang jabatan khalifaf juga tidak lepas dari persoalan politik.
Untuk pembelaan eksistensi masing-masing kelompok yang berebut kekuasaan
ternyata diperlukan pemalsuan hadits.
Untuk menarik simpati golongannya, kaum
syi’ah menciptakaanhadits tentang kelebihan Ali, karena dalam doktrin Syi’ah,
Ali ra adalah orang yang paling pantas menggantikan Rasulullah saw. Sebagai
pemimpin, baik agama maupun pemerintahan.
Sebagai berikut contoh hadits
palsu :
1.“Mencintai ‘Ali,adalah seuah
kebaikan yang tidak akan tenoda oleh keburukan, membencinya adalah keurukan
yang tidak apat di tebus oleh kebaikan”[5]
2.“Hai Ali, sesungguhnya Allah
mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuamu, ahlimu, kelompokmu, dan
orang-orang yang mencintaimu.”[6]
-
Perbedaan Mazhab
Seperti halnya persoalan politik yang dapat menyulu minat pemalsuan
hadits, pertikaian pendapat mazhab kalam
dan fiqh uga sama. Misalnya hadits yang dicipta untuk menghantam Mu’tazilah:
“Semua yang dilangit dan di bumi dan yang diantaranya adalah makhluk, kecuali
AlQur’an… akan dating kaum dari umatku yang berkata bahwa Al-Qur’an itu
makhluk. Barang siapa berkata begitu bearti kafir kepada Allah dan cerai dengan
isterinya ketika itu juga,”[7]
Dalam mazhab Fiqh, kaum yang membenci Imam Syafi’i menciptakan hadits
yang artinya :”Akan lahir di kalangan umatku kelak seorang pria yang bernama
Muhamad ibn Idris, ia lebih berbahaya ketimbang iblis.” Dan seterusnya.”[8]
-
Cinta kebaikan serta bodoh
agama
Ada ulama yang membolehkan “rekayasa”
hadits untuk menganjurkan orang mengamalkan beberapa fadhilah dan anjuran
ibadah serta melarang maksiat,tetapi tidak sampai menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal.
Sebagian orang shahih dan ahli zuhud
melihat bahwa banyak orang terlalu sibuk mengurus kesenangan dunia dn
mengabaikan kebahagiaan akhirat. Untuk mengatasinya, mereka membuat hadits
“ancaman dan khabar gembira”. Mereka sadar bahwa menjatuhkan martabat nabi itu
di larang. Tetapi menurut mereka bohong memalingkan orang dari kesenangan dunia
tidak dipandang sebagai menjatuhkan martabat nabi, tetapi justru membantu missi
Nabi.[9]
- Zandaqah
Zandaqah adalah rasa dendam yang
bergelimangan dalam hati sanubari golongan yang tidak menyukai kebangunan Islam
dan kejayaan pemerintahnnya. Oleh umat yang merasa Islam memberinya kemerdekaan
berfikir, berusaha dan diperoleh kehormatan aqidah, hal itulah yang membuat
para umat berbondong-bondong untuk masuk dalam agama Islam. Keadaan seperti
inilah yang membuat sakit hati orang yang menaruh dendam terhadap islam dan
kekuasaanya, maka karena mereka tidak mendapatkan jalan dalam merobohkan
kedaulatan Islam, mereka berupaya mengeruhkan Islam dan menghilangkan
kejernihannya dengan cara membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan memperkeruh
keadaan hadits , berangsur-angsur rusaklah kepercayaan dan terpecah belahlah
pengikut-pengikutnya.
Mereka mengusahakan tipu muslihatnya
dengan berbagai jalan antara lain menyisipkan hadits tasyayyu’(hadits yang
membangkitkan fanatik kepada seseorang), hadits-hadits tashauwuf (benci kepada
dunia) dan dengan jalan falsafah. Semua itu mereka maksudkan untuk menimbulkan
kecederaan dan kerusakan dalam perumahan Islam.
contoh hadits yang berhasil mereka
maksudkan, antara lain :
1.“Bahwasanya Allah di kala
menjadikan huruf, bersujudlah ba, dan tegak berdirilah alif”
2.“melihat (memandang) kepada muka
yang indah,adalah ibadah”
3.“Buah terong itu, penawar segala
penyakit”
Golongan-golongan yang memalsukan
hadits :
1.
Zanadiqah (orang-orang zindiq)
2.
Penganut-penganut bid’ah
3.
Orang-orang yang dipengaruhi fanatic kepartaian
4.
Orang-orang yang ta’ashshub kepada kebangsaan, kenegrian, dan keimanan.
5.
Orang-orang yang dipengaruhi ta’ashshub madzhab
6.
Para qushshash (ahli riwayat dongeng)
7.
Para ahli tashauwuf zuhhad yang keliru
8.
Orang-orang yang mencari penghargaan pembesar negeri
9.
Orang-orang yang inginmemegahkan dirinya dengan dapat meriwayatkan hadits
hadits yang tidak diperoleh orang lain.[10]
5. Tanda-Tanda Hadits Palsu
Sebagai telah dijelaskan dimuka bahwa
hadits itu terdiri atas mata rantai periwayatan (sanad) dn matan, maka
kepalsuan sebuah hadits dapat diketahui dari segi sanad dan dari segi matan.
5.1. Kepalsuan pada sanad
1) Bila disebuah hadits terdapat periwayatan
yang dikenal sebagai seorang pembohong tanpa ada orang mau mengambil hadits
darinya. Sifatnya sebagai pembohong itu dapat diketahui dari biodatanya.
2) Pemalsuan hadits mengaku sendiri,
seperti, pengakuan Abdul Karim ibnal-Awja’ yang di dalam berbagai kitab Ulum
al-Hadits diterangkan bahwa dirinya telah membuat hadits palsu tidak kurang
dari 4000hadits.
3) Terdapat indikasi yang menunjukan bahwa
seorang periwayat adalah pembohong. Misalnya, periwayatan mengaku menerima
hadits dari seorang guru, padahal mereka tidak pernah bertemu dengan guru
tersebut atau guru yang dimaksud telah wafat.indikasi lain adalah, seorang
periwayat mengaku menerima hadits dari ulama di sebuah negeri, padahal ia tidak
pernah pergi ke negeri yang dimaksud.[11]
5.2. Kepalsuan pada Matan
1) Kelemahan lafaz yang terdapat dalam
matan.
2) Kelemahan kandungan hadits. Artinya,
kandungan hadits bertentangan temuan rasional, tanpa ada kemungkinan takwil.
Misalnya dalam hadits yang mendorong syahwat “Melihat wajah cantik termasuk
ibadah.” Dan contoh hadits yang
bertentangan dengan ilmu kedokteran “Terong adalah obat semua penyakit.”[12]
3) Bertentangan dengan nas Al-Qur’an atau
hadits Mutawatir. Hadits yang mengatakan “Anak hasil zina tidak akan masuk
surge hingga tujuh turunan” bertentangan dengan ayat “seseorang tidak akan
menanggung dosa orang lain”.
5.3. Upaya Penyelamatan Hadits
- Kewaspadaan terhadap Pemalsuan Hadits
Dimasa sahabat telah muncul kritik
terhadap hadits yang dibawa oleh sesame sahabat.
Dimaksudkan untuk menjaga agar
haditsyang berasal dari nabi itu tidak dipalsukan. Misalnya sikap aisyah r.a
Ummul Mukmin, ketika mendengar hadits yang menyatakan bahwa orang mati itu
diazab Tuhan karena ditangisi keluarganya. Hadits itu berbunyi “… Sesungguhnya
mati itu diazab karena tangis keluarganya…”)
Ia menolak hadits ini dan menjelaskan
persoalan tersebut dengan nada Tanya, “Adakah kalian lupa firman Allah,
‘tidakkah seseorang menanggung dosa orang lain “…Seseorang tidak akan menanggung/memikul
dosa orang lain).
Dalam hal itu hadits diluruskan
dengn ungkapan, “seorang mati sedang disiksa, bersama itu keluarganya
meratapinya.” Artinya, tidak ada hubngan kausa antara tangis keluarga dengan
azab atas mati. Sebaliknya, Siti Aisyah mengakui bahwa Rasulullah pernah
mengatakan bahwa Allah akan menambah siksaan atas orang kafir karena tangis
keluarganya. Menurut Muhammad al-Ghazali,[13]penambahan siksa ini sejalan
dengan firman yang artinya “…agar mereka memikul dosa-dosa mereka dengan sepenuhnya,
pada hari kiyamat,dan sebagian dosa orang-orang yang mereka sesatkan yang tidak
mengetahui sedikitpun (bahwa mereka telah disesatkan). Sungguh amat buruk dosa
yang mereka pikul itu. (Al-Nahl:25).
Al-Baihaqi mengutip riwayat al-Barra,
seorang sahabat “Tidak semua kami mendengar hadits langsung dari Rasulullah
saw. Kami mempunyai pekerjaan dan kesibukan. Tetapi tidak ada yang bohong.
Siapa yang hadir di majlis Nabi akan menyampaikan (apa yang dikatakan oleh
nabi) kepada yang tidak hadir di majlis itu.” Sementara, Qatadah menuturkan
periwayatan anas yang menuturkan hadits kepada teman-temannya. Maka seseorang
bertanya “Apakah engkau mendengar sendiri hadits itu dari Rasulullah saw?” Ia
menjawab “Ya”, atau hadits itu dituturkan kepadaku oleh orang yang tidak dusta.
Demi Allah kami tidak pernah bohong, dan kami tidak mengenal bohong.”[14] Sebuah hadits “Telah bersabda Rasulullah…”
tetapi Ibn Abbas tidak memperdulikannya dan tidak melihatnya pula. Basyir bertanya,
“Hai Ibn abbas, mengapa engkau tidak mendengar hadits yang saya bawa, pada hal,
saya mengatakan kedapa engkau tentang Rasul?” Ibn Abbas menjawab,”Dahulu kami
mendengar ada orang berkata-kata Rasulullah saw.’mata kita cepat-cepat tertuju
kepadanya, dan telinga kita mendengarkannya. Tetapi setelah orang merasa ringan
berbohong, maka kami tidak mengambil dari mereka kecuali yang kami
ketahui.”[15]
Kalau kita mengamati masa pembukuan
hadits hingga lahirnya kitab hadits tertua yang dapat kita dapati
(Al-Muwattha’) dimana Imam Malik, penulisnya sempat menyaksikan akhir masa Bani
Umayyah dan awal Bani Abbas, maka kita dapat mengerti bahwa ketika itu
pembuatan hadits palsu masih cukup gencar.
- Upaya Pembendungan Hadits Palsu
Dengan merebaknya hadits palsu maka ulama hadits bekerja keras untuk
menemukan cara memisahkan hadits yang palsu dari hadits yang asli. Secara
sederhana, persoalannya adalah apakah sebuah informasi yang terkandung di dalam
hadits itu benar-benar berasal dari Nabi, mengingat telah banyaknya hadits
pallsu yng beredar. Terhadap materi informasi (matan), para ulama
menginformasikan kandungan matan tersebut dengan dalil lain yang lebh kuat,
Al-qur’anatau hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang lebih berotoritas. Di samping itu,
mereka juga melihat, apakah redaksi hadits layak di ucapkan oleh Nabi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Mulanya, al-hadits adalah apa saja perkataan, perbuatan, pembicaraan
yang hanya
disandarkan kepada Nabi. Sepeninggal
Nabi, apa yang datang dari sahabat dimasukkan sebagai hadits karena sahabat
adalah orang yang selalu bergaul dengan Nabi, mendengar sabdanya dan
menyaksikan perbuatanya.
Kemudian, fatwa yang dikeluarkan oleh ulama generasi sesudah sahabatpun
disebut Tabi’in. alasanya juga sama, mereka adalah orang yang paling mengetahui
ajaran yang dibawa oleh para sahabat rasulullah. Karenanya, didalam Ilmu
Hadits, ada dibedakan antara berita yang bersumber dari Nabi dengan yang
bersumber dari sahabat, atau yang bersumber dari Tabi’in.
B. SARAN
Dalam pembahasan kali ini penulis menyarankan kepada semua mahasiswa /
mahasiswi yang membaca makalah ini untuk bisa memahami apa itu “ Sejarah
Pembinaan Dan Penghimpuan Hadits “. Mahasiswa juga diharapkan bisa berperan
aktif dalam melakukan pembahasan masalah / tugas yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi As,
Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Semarang : Pustaka Riski Putra; 1999.
Solahudin M., DKK, Ulumul Hadis,
Bandung : Pustaka Setia; 2009
Zuhri Muh., hadits nabi telaah
historis dan metodologis, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya; 2003.
[1] Muh.Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan
Metodologis ( Semarang : Pustaka Rizki putra, 1999 ), 27-32.
[2]
Ibid Muh.Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodologiz, 287.
[3] Ibid Muh.Zuhri, Hadits Nabi
Telaah Historis dan Metodologis, 34.
[4] Teungku Muhamad Hasbi Ash
Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang : Pustaka Rizky Putra, 1999), 134.
[5] Ibid Teungku Muhamad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits, 80.
[6] Ibid Teungku Muhamad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits,384.
[7]
Ibid Teungku Muhamad Hasbi Ash
Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, 134.
[8]
Ibid Teungku Muhamad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, 423.
[9] Ibid Teungku Muhamad Hasbi Ash
Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, 86.
[10] Ibid Teungku Muhamad Hasbi Ash
Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits : Pokok-pokok ilmu Dirayah Hadits”
dan pautkan satu sama lainnya.
[11] Ibid Muh Zuhri, Hadits Nabi
Telaah Historis dan Metodologisi ,190-191.
[12] Ibid Muh Zuhri, Hadits Nabi
Telaah Historis dan Metodologis, 19-21.
[13] Ibid Muh Zuhri, Hadits Nabi
Telaah Historis dan Metodologis, 31.
[14] Ibid Muh Zuhri, Hadits Nabi
Telaah Historis dan Metodologis, 39.
[15] Ibid Muh Zuhri, Hadits Nabi
Telaah Historis dan Metodologis, Ahamad Amin loc.cit
Sumber:
http://sekumpulanmakalah.blogspot.co.id/2015/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Tag #Sejarah pembinaan dan
perhimpunan hadits.pdf .doc
0 komentar:
Posting Komentar