MAKALAH
Penyusun:
Akbar
Hardiyanto - STMIK
AMIKOM YOGYAKARTA
Editor: Tim Makalah-makalah.com
ABSTRAK
Pancasila
merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan
pemersatu bangsa
Indonesia yang
majemuk. Begitu
besar
pengaruh
Pancasila terhadap
bangsa dan negara Indonesia, Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan
kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya yang berbeda satu sama lain
tetapi mutlak
harus dipersatukan.
Langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-
nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan
gerakan
penyadaran agar
berbagai
aspek
kehidupan khususnya
ilmu ekonomi yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan ini dikembangkan ke
arah ekonomi yang humanistik, bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan dan
mendorong persaingan yang saling mematikan
untuk memuaskan kepentingan
sendiri, sehingga dapat
mengurangi jumlah
kemiskinan di Indonesia.
DAFTAR ISI
Abstrak ............................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan
Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................2
D. Pendekatan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Reformasi ........................................ 3
B. Pelaksanaan Pancasila Dalam Bidang Ekonomi
....................................
4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 7
Referensi ............................................................................................................ 8
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila
merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan
pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh
Pancasila
terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi
karena
perjalanan sejarah dan
kompleksitas keberadaan
bangsa Indonesia
seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama
lain tetapi
mutlak harus
dipersatukan.
Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua
manusia Indonesia harus ber-ketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua
wujud dan sifat dari alam semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia-manusia lain di
sekitarnya, dirinya
dengan alam, dan dirinya dengan Tuhan. Keselarasan ini menjadi tanda dari mausia yang telah meningkat kesadarannya dari kesadaran rendah menjadi
kesadaran
manusia yang manusiawi.
Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang luas,
harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang
menjadi kerangka
berpikir (the
main of idea), kerangka bertindak (the main of
action),
dan
dasar hukum (basic law) bagi segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak dinafikan dan dihalangi hidupnya
ideologi kelompok yang sifatnya lebih
terbatas selama tidak bertentangan dengan
nilai-nilai
Pancasila. Sebagai contoh,
ideologi kelompok
keagamaan (ormas),
partai politik, dan
etnonasionalisme kesukuan tetap dibiarkan
hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung
ideologi besar Pancasila. Hal ini,
dimaksudkan untuk
menghindari
pemaksaan dan
monopoli ideologi serta
penafsiran tunggal. Pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka
pada pemikiran
ideologi lainnya. Kecuali terhadap ideologi Komunisme yang
nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila harus tetap dilarang
dan
tidak boleh hidup di bumi Indonesia.
Artinya Pancasila menjadi
ajimat
yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala bentuk
keputusan, rakyat diharuskan
tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian
waktu menjadi permasalahan yang rumit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Pancasila pada masa era
reformasi?
2. Bagaimana pelaksanaan Pancasila dalam bidang
ekonomi?
3. Bagaimana pelaksanaan Pancasila dalam bidang politik
dan hukum?
C. Tujuan
Makalah ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai Pancasila
diterapkan
dalam
kehidupan sehari-hari
dalam bidang
ekonomi,
politik,
dan
hukum
pada masa era reformasi saat
ini.
D. Pendekatan
BPUPKI terbentuk pada tanggal 29 April 1945. Adanya Badan ini memungkinkan
bangsa Indonesia dapat mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan
syarat-syarat apa yang harus
dipenuhi sebagai negara yang
merdeka. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada
tanggal 28 Mei
1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala
tentara Jepang di
Jawa).
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Pada sidang pertama M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar negara, sedangkan Soepomo mengenai paham negara
integralistik. Tindak lanjut untuk membahas mengenai dasar negara
dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan yang
pada tanggal 22 Juni
1945 berhasil
merumuskan Rancangan mukaddimah
(pembukaan) Hukum Dasar, yang
oleh
Mr. Muhammad
Yamin
dinamakan Jakarta Charter atau
Piagam
Jakarta.
Sidang kedua BPUPKI menentukan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai
hasil kesepakatan bersama. Anggota
BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI
pada
tanggal 10 Juli 1945 menerima
hasil panitia kecil atau panitia sembilan yang
disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitia-panitia
Hukum Dasar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1) Panitia
Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang 3)
Panitia ekonomi dan keuangan dengan ketua
Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota.
Sidang pertama PPKI tanggal 18
Agustus 1945
berhasil mengesahkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan: menyusun Rancangan Hukum Dasar.
Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI
mengesahkan naskah rumusan panitia sembilan yang dinamakan
Piagam Jakarta
sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar,
dan
pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh
Rancangan
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap
pengusulan
sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat
hubungannya dengan Proklamasi
Kemerdekaan.
3. Beberapa
rumusan dalam perubahan
ketatanegaraan Indonesia selama
belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945.
Bab II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pancasila
Pada
Masa Reformasi
Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan
bangsa Indonesia
ini harus dibayar mahal, terutama yang
berkaitan dengan dampak politik,
ekonomi, sosial, dan terutama
kemanusiaan. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna
meraih kekuasaan
sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan
akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Banyaknya korban jiwa dari anak- anak bangsa dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan
kepentingan politik. Tragedi “amuk masa”
di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Irian Jaya,
serta daerah-daerah
lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi
moral dan ancaman disintegrasi.
Kondisi
sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi
yang tidak
berpihak kepada kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya
sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang
tinggi terus bertambah seiring
dengan PHK sejumlah tenaga
kerja potensial. Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga
bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta
harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya pemerintah untuk
mengurangi beban
masyarakat dengan
menyediakan
dana sosial
belum dapat dikatakan efektif
karena masih banyak terjadi
penyimpangan dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik seakan tidak peduli den bergaming
akan jeritan kemanusiaan tersebut.
Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia
masih memiliki suatu keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan
masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada
beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam
memperbaiki kehidupannya, seperti:
(1) adanya nilai-nilai luhur yang
berakar pada
pandangan
hidup
bangsa Indonesia;
(2)
adanya
kekayaan yang belum dikelola secara optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi,
kolusi, dan nepotisme
(KKN).
B. Pelaksanaan Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki
kesadaran akan
pentingnya
moralitas kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya, mereka
tidak mampu meyakinkan pemerintah
akan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Bahkan
tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti pendapat atau pandangan
pakar Barat (pakar IMF) tentang pembangunan ekonomi Indonesia.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila meliputi: (1) ekonomika etik dan ekonomika humanistik (dasar), (2) nasional ekonomi dan demokrasi (cara/metode operasionalisasi), dan (3) ekonomi
berkeadilan sosial (tujuan). Kontekstualisasi dan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi cukup dikaitkan dengan pilar- pilar di atas dan juga dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus
dipecahkan oleh sistem ekonomi
apapun. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah: (a) Barang
dan
jasa apa yang akan dihasilkan dan berapa jumlahnya; (b) Bagaimana
pola atau cara memproduksi barang
dan jasa itu, dan (c) Untuk siapa barang tersebut dihasilkan, dan bagaimana
mendistribusikan barang tersebut ke
masyarakat.
Langkah yang perlu
dilakukan adalah
perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila
melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan gerakan penyadaran agar ilmu ekonomi ini dikembangkan ke arah ekonomi yang
humanistik, bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan dan
mendorong persaingan yang saling mematikan
untuk memuaskan kepentingan
sendiri. Ini dilakukan guna
mengimbangi ajaran yang mengedepankan kepentingan pribadi,
yang melahirkan manusia sebagai manusia
ekonomi (homo
ekonomikus), telah melepaskan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk
sosial
(homo socius), dan
makhluk beretika (homo ethicus).
Relevankah
Ekonomi
Pancasila dalam
memperkuat
peranan
ekonomi rakyat dan ekonomi
negara di era global (isme) kontemporer? Mereka skeptis,
bukankah sistem ekonomi kita
sudah mapan, makro-ekonomi
sudah stabil dengan
indikator rendahnya
inflasi (di bawah 5%), stabilnya rupiah (Rp 8.500,-),
menurunnya suku bunga (di bawah 10%). Lalu, apakah tidak mengada-ada bicara sistem ekonomi dari ideologi yang
pernah “tercoreng”, dan tidak nampak
wujudnya, tidak realistis, dan utopis? Mereka ini begitu yakin bahwa
masalah ekonomi (krisis 97) adalah
karena “salah
urus” dan bukannya “salah
sistem”, apalagi dikait-kaitkan dengan “salah ideologi” atau “salah teori”
ekonomi. Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut
memberi sumbangan besar bagi keterpurukan
ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di Indonesia juga
tidak terlepas dari
berkembangnya paham kapitalisme
disertai penerapan
liberalisme
ekonomi yang “kebablasan”. Akibatnya,
kebijakan, program, dan kegiatan ekonomi banyak dipengaruhi
paham (ideologi),
moral, dan teori-teori kapitalisme-liberal.
Di sinilah relevansi Ekonomi Pancasila, sebagai “media”
untuk mengenali
(detector) bekerjanya paham
dan moral ekonomi
yang
berciri neo-liberal Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD
1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pembangunan
politik memiliki
dimensi yang
strategis
karena hampir semua
kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari
keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang
dikeluarkan pemerintah mengecewakan sebagian
besar
masyarakat. Beberapa penyebab kekecewaan masyarakat,
antara lain:
(1) kebijakan hanya
dibangun atas dasar kepentingan politik tertentu,
(2) kepentingan masyarakat kurang
mendapat perhatian, (3) pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat, (4) adanya tujuan tertentu
untuk melanggengkan
kekuasaan elite politik.
Keberhasilan pembangunan politik bukan hanya dilihat atau diukur dar
terlaksananya pemilihan umum (pemilu) dan terbentuknya lembaga-lembaga demokratis seperti MPR, Presiden, DPR, dan DPRD, melainkan harus diukur dari
kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Persoalan terakhirlah yang
harus menjadi prioritas
pembangunan bidang
politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif
bahwa manusia adalah subjek negara dan karena itu pembangunan politik harus
dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Namun, cita-cita ini sulit diwujudkan
karena
tidak ada
kemauan dari elite politik
sebagai pemegang
kebijakan publik dan kegagalan pembangunan bidang politik selama ini.
Pembangunan
politik semakin tidak
jelas arahnya, manakala
pembangunan bidang
hukum mengalami kegagalan.
Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Hukum yang
berlaku hanya sebagai simbol tanpa memiliki makna yang berarti bagi kepentingan rakyat banyak. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan
politik juga
belum dapat direalisasikan sebagaimana yang
dicita-citakan. Oleh karena itu, perlu analisis ulang untuk menentukan paradigma yang benar-benar sesuai dan dapat dilaksanakan secara tegas
dan konsekuen.
Pancasila sebagai paradigma pambangunan
politik
dan hukum kiranya
tidak
perlu dipertentangkan lagi. Bagaimanakah
melaksanakan
paradigma
tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang
perlu mendapat perhatian dalam pembangunan politik dan hukum di
masa-masa mendatang.
Apabila dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa persoalan seperti:
1.
Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak adanya blue
print.
2. Penggunaan Pancasila
sebagai paradigma
pembangunan masih bersifat parsial.
3. Kurang berpihak
pada
hakikat pembangunan
politik dan hukum.
Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang
sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila telah membawa implikasi yang
luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan
bidang ini
boleh dikatakan telah
gagal mendidik masyarakat agar mampu berpolitik secara
cantik dan etis karena lebih
menekankan pada upaya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Implikasi yang
paling nyata dapat dilihat dalam pembangunan bidang hukum serta
pertahanan
dan keamanan.
Pembangunan bidang
hukum
yang didasarkan pada nilai-nilai moral
(kemanusiaan) baru sebatas pada tataran
filosofis dan konseptual. Hukum nasional
yang telah dikembangkan secara rasional
dan realistis tidak pernah dapat
direalisasikan karena
setiap upaya
penegakan hukum selalu dipengaruhi oleh keputusan politik. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila pembangunan bidang
hukum dikatakan telah mengalami kegagalan. Sementara, pembangunan bidang pertahanan dan keamanan juga telah menyimpang dari hakikat sistem pertahanan yang
ingin dikembangkan
seperti yang
dicita-citakan
oleh para pendiri
republik tercinta ini. Pembangunan pertahanan dan keamanan lebih diarahkan untuk
kepentingan
politik, terutama guna mempertahankan
kekuasaan.
Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sebagai warisan bangsa
dapat digolongkan sebagai budaya
sebab kompleksitas masyarakat Indonesia
pada dasarnya dibangun selaras paham-paham
dalam Pancasila. Dalam budaya Pancasila, dianut dan dikembangkan sikap kekeluargaan yang dilandasi oleh semangat kebersamaan, kesediaan untuk saling
mengingatkan, saling
mengerti dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
Budaya ini sudah terbukti mampu membawa
bangsa Indonesia meraih
kemerdekaan, menggalang persatuan dan
kesatuan,
dan mendorong pembangunan. Keberhasilantersebut dapat terwujud
sebab potensi konflik akibat perbedaan
budaya tidak bisa
hidup dalam Pancasila. Sebaliknya,
budaya Pancasila itu terus menerus diperbaharui lewat pengalaman hidup bernegara dan
bermasyarakat sehingga ia bisa mempertahankan
dan memperkuat nilai-nilai mosaik
budaya etnis yang
ada di bumi Nusantara. Sungguh suatu interaksi budaya yang dua arah dan
dinamis.
Memahami peranan Pancasila di era
reformasi, khususnya
dalam konteks sebagai dasar negara
dan
ideologi nasional,
merupakan tuntutan hakiki agar setiap
warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang
sama, dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi manakala
dikaji perkembangannya secara
konstitusional selama lebih dari 55 tahun
terakhir ini
dihadapkan pada situasi yang tidak kondusifsehingga kredibilitasnya menjadi
diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis. Hal ini
diperparah oleh minimal dua hal, ialah: pertama, penerapan Pancasila yang
dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar filosofinya sebagai dasar negara; dan kedua,
krisis multi dimensional
yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 yang diikuti
oleh fenomena disintegrasi bangsa.
REFERENSI
Noor Ms
Bakry.
Pancasila Yuridis
Kenegaraan. Penerbit: Liberty, Yogyakarta.
Drs. Kaelan, M.S.
Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaran. Penerbit:
Paradigma,
Yogyakarta.
Dahlan
Thaib,
SH. Msi. Pncasila Yuridis Ketatanegaran.
www.google.com
0 komentar:
Posting Komentar