MAKALAH
Isnad &
kegiatan dokumentasi hadis
Editor:
Makalah-makalah.com
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya (penyusun) panjatkan kepada
Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa pula kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga
makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga mahasiswa yang
sedang menempuh materi ini.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna, kami sadar
bahwa kesempurnaan hanya milik NYA.
Akhir
kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin
yarabbal ‘alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Hormat
kami,
Tim Makalah
BAB I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Hadis adalah sumber ajaran islam yang kedua setelah al-Qur’an. Pada
zaman Nabi sesungguhnya sudah ada yang menulis Hadis ini, tetapi jumlahnya
sangat terbatas mengingat larangan dari Nabi sendiri dan perhatian shahabat
lebih tertuju pada al-Qur’an. Setelah sepeninggal Nabi, Hadis-hadis mulai
dibukukan dengan alasan keterbatasan para ulama’ yang menghafal Hadis. Dalam
masa yang cukup panjang ini telah terjadi banyak pemalsuan Hadis, sehingga
untuk menjaga keaslian Hadis tersebut sesuai apa yang disampaikan Nabi, perlu
perhatian khusus dari siapa Hadis diterima, mengingat Hadis sebagai Hujjah kedua
dalam Islam.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Apa yang dinamakan Sanad?
2. Bagaimana Pendapat Ahli mengenai pentingnya Sanad Hadis?
3. Bagaimana fungsi Sanad terhadap dokumentasi
Hadis?
4. Bagaimana nilai Hadis dari fungsi sanad?
C. Tujuan
Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Sanad.
2. Untuk mengetahui pendapat ahli mengenai pentingnya Sanad Hadis.
3. Untuk mengetahui fungsi Sanad terhadap terhadap
dokumentasi Hadis.
4. Untuk
mengetahui nilai Hadis dari fungsi sanad
BAB II
FUNGSI SANAD DALAM DOKUMENTASI HADITS
A. Pengertian
Sanad
Kata sanad atau al-Sanad menurut
bahasa berasal dari kata sana, yasnudu yang berarti mu’tamad (sandaran/tempat
bersandar, tempat berpegangan, yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan
demikian karena hadis itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenarannya.[1] Sedangkan
secara terminology definisi sanad jalan yang dapat
menghubungkan matnu al-Hadits kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.[2]Ada
juga yang mengatakan sanad ialah:
سلسلة
الرجال الموصلة للمتن[3]
“Silsilah orang-orang yang
menghubungkan kepada matan hadits”
Silsilah
orang-orang maksudnya, ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang menyampaikan
materi hadits tersebut, sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasulullah
SAW. Dengan pengertian di atas, maka sebutan sanad hanya
berlaku pada serangkaian prang-orang, bukan dilihat dari sudut pribadi secara
perorangan. Sedang sebutan pribadi, yang menyampaikan hadis dilihat dari sudut
orang perorangannya, disebut dengan Rawi.
Al-Badru Ibn Jama’ah dan
ath-Thibi, sebagaimana disebutkan oleh al-Suyuthi, mengemukakan definisi yang
hampir sama, yaitu:
الإخبار عن طريق المتن[4]
“Berita-berita tentang jalan matan”
Yang
dimaksud dengan jalan matan (thariq al-Matn) pada
definisi di atas, ialah serangkaian orang-orang yang menyampaikan atau
meriwayatkan matan hadis, mulai perawi pertama sampai yang
terakhir.
Dari
definisi-definisi di atas bisa dipertegas dengan definisi sebagai berikiut:
طريق المتن أو سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن مصدره
الأول
“Jalan
matan hadits atau sisilsilah para perawi yang menukilkan matan hadits dari
sumbernya yang pertama (Rasul SAW)”
Misalnya seperti kata Al-Bukhari:
حدّثنا
محمد بنُ المُثَنَّى قال: حدثنا عبد الوهاب الثَّقَفِيُّ قال: حدثنا أيُّوب عن أبي
قِلاَبَةَ عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم (ثلاث من كنّ فيه وجد حلاوة
الإيمان: ان يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وان يحب المرأَ لايحبه إلا
للهن وان يكره ان يعود في الكفر كما يكره ان يقذف في النار) –رواه
البخاري–
“Telah memberitakan
kepadaku Muhammad Ibn al-Mutsanna, ia berkata: Telah membertakan
kepadaku‘Abdul Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata: Telah membertakan
kepadakuAyyub atas pemberitaan Abi Qilabah, dari Anas dari Nabi
Muhammad SAW, besabda: (Tiga perkara yang barang siapa yang
mengmlkannya niscaya memperoleh keledzatan iman, yakni: (pertama) lebih
mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada yang lain; (kedua) kecintaannya
kepada seseorang tak lain karena Allah semata, dan ; (ketiga) keengganannya
kembali kepada kekufuran sebagaimana keengganannya dicampakkan ke neraka) (HR
Bukhari).
Matan hadits “Tsalatsatun…” diterima oleh Imam al-Bukhari
sebagai Rawi terakhir melalui:
sanad pertama Muhammad Ibn al-Mutsanna (Rawikelima)
sanad kedua ‘AbdulWahhab al-Tsaqafy (Rawikeempat)
sanad ketiga Ayyub (Rawiketiga)
sanad keempat Abi QIlabah (Rawikedua)
sanad terakhir Anas r.a. (Rawipertama)
Dalam
bidang ilmu hadits, Sanad itu merupakan neraca untuk menimbang
shahih atau dla’ifnya suatu hadits. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad
itu ada yang fasiq atau tertuduh dusta, maka dla’iflah hadits itu,
sehingga tak dapat dijadikanhujjah untuk menetapkan suatu hokum.
B. Pendapat Ahli Tentang Pentingnya Sanad Hadis
Persanadan
merupakan satu-satunya ilmu pengetahuan untuk mencari sumber berita, yang tidak
didapatkan pada agama lain selain agama Islam. Sistem sanad secara sistematis
muncul semenjak terjadinya fitnah di kalangan umat Islam, sebagai akibat
konflik. Sebelumnya, persanadan belum berkembang. Namun demikian, dalam
persyaratan hadis secara tidak langsung telah terjadi sistem sanad. Maka,
tidaklah mengherankan jika sebagian ulama ada yang memasukkan isnad ke
dalam bagian agama. Seperti dikutip Imam Muslim (Juz I, hlm. 9), Ibnu Mubarak
berkata:
الإسناد
من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
Artinya: “Isnad adalah
sebagian dari agama. Seandainya tidak ada isnad, sungguh seseorang
akan mengatakan apa saja yang ia ingin katakan.”
An-Nawawi
dalam kitab al-Tahdzîb mengatakan bahwa ilmu (hadis) ini
senantiasa dipelihara oleh orang-orang yang adil dan pada setiap masa akan ada
segolongan orang yang adil yang mendukung hadis dan menolak segala
perubahan-perubahan yang disisipkan orang ke dalamnya. Bahkan ats-Tsauri
menganggap isnâdmerupakan alat yang paling menentukan dalam
menunjukkan kemurnian hadis. Beliau berkata:
الإسناد
سلاح المؤمن فإذا لم يكن معه سلاح فبأي سلاح يقاتل
Artinya : “Isnâd dapat
diumpamakan dengan pedangnya orang beriman. Apabila tidak memiliki pedang,
dengan senjata apakah ia akan membunuh”.
Oleh
karena itu, kurang lengkaplah apabila seseorang yang mempelajari hadis tanpa
mempelajari sanadnya. Asy-Syafi’i mengatakan bahwa mempelajari isnâd adalah
sangat penting. Karena itu, seorang yang mempelajari hadis tanpa
mempelajari isnâddiibaratkan seperti seorang pencari kayu bakar
pada malam hari(مثل
الذي يطلب الحديث بلا حديث كمثل حطب ليل)[5]
Di
samping itu, tidak dapat dipungkiri bahwa sanad telah memperkokoh dan
mempertahankan Islam dan ajarannya. Seandainya tidak ada ulama yang memberikan
perhatian dan menghapal sanad dengan sungguh-sungguh niscaya akan pudarlah
agama Islam, minimal keaslian ajarannya akan hilang. Hal itu karena hadis bisa
menjadi lahan mudah bagi masuknya pemalsuan demi menghancurkan bangunan Islam.
Ibn Shaleh, seperti dikutip Hasbi (1958: 37)[6] pernah
berkata:
لولا
توفر طائفة من المحدثين على حفظ الإسناد لدرس منار الإسلام
Artinya : “Jika
sekiranya tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh dari sebagian muhadditsin
dalam menjaga isnâd tentu sudah lenyaplah kejayaan Islam itu”.
Pendapat
para ulama tersebut membuktikan betapa pentingnya sanad dalam pencarian sumber
asli suatu berita (hadis). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengalihan
berita dari seseorang yang dapat dipercaya kepada orang yang dapat dipercaya
hingga sampai kepada Nabi Muhammad saw. dengan sanad yang
bersambungan merupakan pemberian dari Allah saw. kepada umat Islam dan tidak
diberikan kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan perkataan Abu Hatim ar-Razi[7],
“Tidak ada suatu umat pun semenjak Adam yang mempunyai orang-orang kepercayaan
(yang dapat dipertanggungjawabkan) yang dapat memelihara atsâr para
rasul (perkataan nabinya) selain umat ini (Islam).”
C. Dokumentasi
Sanad Hadits
Sebagai
salah satu data sejarah yang cukup lama, kitab-kitab hadits merupakan salah
satu dokumen sejarah yang cukup tua. Perjalanan sejarahnya sudah melewati waktu
yang sangat panjang, sejak 14 abad yang lalu. Kitab-kitab tersebut isinya
terpelihara secara murni dan terpelihara secara murni dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya secara berkesinambungan sampai sekarang.
Salah
satu keistimewaan atau keunikan Hadits dan dokumen sejarah lainnya di dunia,
ialah tertulisnya data orang-orang yang menerima dan meriwayatkan Hadis-hadis
tersebut, yang disebut sanad. Dengan ketelitian, semangat
kerja yang tinggi dan profesional khususnya para penulis kitab Hadis, sanad Hadis
satu persatu terdokumentasikan secara urut. Hal ini misalnya dapat dilihat pada
kitab-kitab al-Jami’ ash-Shahih karya al-Bukhari dan Muslim.
Kedua
ulama’ di atas, menuliskan nama-nama sanad Hadis
masing-masing, meskipun untuk Hadis-hadis yang memiliki banyak jalan sanad, seperti
pada Hadis-hadis Mutawatir dan Masyhur. Begitu
juga halnya para ulama lainnya seperti Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu
Majah, Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, ad-Darimi, ad-Daruquthni dan al-Hakim.
Mereka tidak menulis satu hadis pun yang tidak memiliki sanadnya secara
lengkap, termasuk untuk Hadis-hadis yang memiliki jalansanad yang
berbilang.
Pada
perkembangan selanjutnya, para ulama generasi pasca mudawwin, berusaha
menyusun nama-nama sanad itu pada kitab-kitab secara khusus,
yang dilengkapi dengan biografi masing-masing. Pada kitab-kitab tersebut
tertulis secara terperinci dan lengkap yang berkaitan dengan riwayat hidup,
kualitas, dan kepribadiannya, mulai sanadpertama sampai yang
terakhir. Selain itu, dituliskan pula bagaimana penilaian para ulama sejaman
atau sesudahnya terhadap kualitas mereka, baik yang menyangkut ke-adil-an
maupun ke-dlabit-annya. Di antara kitab yang secara khusus memuat
data-data mereka itu ialah Usud al-Gabah fi Asma’ ash-Shahabah karya
Ibn al-Atsir dan al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah karya Ibn Hajar
al-‘Asqalani (kitab yang khusus memuat biografi shahabat); Mizan
al-I’tidal karya Muhammad bin Ahmad bin Usman adz-Dzahabi danTahdzib
al-Tahdzib karya Ibn Hajar al-Asqalani (kitab-kitab yang memuat
biografi parasanad Hadis pada semua Thabaqah atau
tingkatannya).[8]
D. Fungsi
Sanad Dalam Dokumentasi Hadits
Fungsi sanad pada
dasarnya terbagi pada dua aspek. Pertama, Untuk pengamanan atau
pemeliharaan matan Hadis. Kedua, Untuk penelitian kualitas
Hadis satu persatu secara terperinci.
1. Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan Hadis.
Sanad Hadis
dilihat dari sudut rangkaian atau silsilahnya terbagi kepada beberapa thabaqah atau
tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut menunjukkan urutan generasi demi
generasi yang antara satu dengan yang lainnya bertautan atau bersambung.
Hadis-hadis Rasulullah SAW yang berada sepenuhnya ditangan mereka
diterima dan disampaikan (secara umum) melalui dua cara, yaitu lisan dan
tulisan. Cara yang pertama merupakan cara yang utama ditempuh oleh para ulama
ahli Hadis dalam kapasitasnya sebagai sanad Hadis. Hal ini
karena dalam tradisi sastra pra-Islam, masyarakat Arab telah terbiasa dengan
budaya hafal, yang dilakukannya sejak nenek moyang mereka. Dengan kegiatan ini
maka tradisi lama yang cukup positif itu menjadi tetap terpelihara dan
dimanfaatkan untuk kepentingan pemeliharaan ajaran Islam.
Upaya mengembangkan daya hafal ini semakin efektif dengan
ditunjang oleh dua potensi, yaitu kuatnya daya hafal yang mereka miliki dan
semangat kerja yang termotivasi oleh keimanan, ketaqwaan dan tanggung jawab
terhadap terpeliharanya syari’at Islam.
Cara yang kedua (cara tulisan), pada awal-awal Islam kurang
berkembang jika dibanding dengan masa-masa tabi’ al-Tabi’in, atba’
al-Tabi’in dan masa sesudahnya. Hal ini karena ada beberapa faktor
yang berkaitan dengan terbatasnya fasilitas penunjang, di samping adanya
prioritas untuk lebih mengefektifkan penyebaran al-Qur’an. Namun demikian
kegiatan tulis menulis berjalan secara baik yang turut mendukung upaya
pemeliharaan Hadis. Ini terbukti pada catatan mereka baik yang ditulis oleh
para shahabat maupun tabi’in. Di kalangan shahabat ialah Abdullah bin Amr bin
Ash, Jabir bin Abdillah, Abu Hurairah, Abu Syah, Abu Bakar as-Shiddiq, Ibn
Abbas, Abu Ayyub al-Anshari, Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Di
kalangan tabi’in besar tercatat nama-nama antara lain Ikrimah, Umar bin Abdul
Aziz, Amrah binti Abd ar-Rahman, al-Qasi, bin Muhammad bin Abi Bakar, Muhammad
bin Ali bin Abi Thalib dan Muhammad bin Abi Kabsyah al-Anshari. Kemudian pada
kalangan tabi’in kecil tercatat nama-nama antara lain Ibrahim bin Jarir, Ismail
bin Abi Khalid al-Ahmasi, Ayyub bin Abi Tamimah as-Sakhtayani, Tsabit bin
Aslam, al-Bannani, al-Hasan bin Yasar al-Bashri, Hushain bin Abdirrahman
as-Sulami, Hammad bin Abi Sulaiman, Zaid bin Aslam dan Zaid bin Rafi’.[9]
Tulisan-tulisan mereka ada yang berbentuk surat yang dikirimkan
kepada orang lain yang di dalamnya berisi nasihat atau pesan-pesan Rasul SAW,
seperti yang dilakukan Asid bi Hudlair al-Anshari kepada Marwan tentang
peradilan terhadap pencuri. Atau yang dilakukan oleh Jarir bin Abdillah kepada
Mu’awiyah tentang sebuah Hadis yang berbunyi[10]مَنْ لَمْ يَرْحَمْ النَّاسَ لَمْ يَرْحَمْهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (siapa yang tidak menyayang sesama manusia niscaya Allah tidak
akan menyayanginya) dan ada yang berupa catatatan pribadi semata, yang pada
saatnya akan diriwayatkan kepada orang lain atau murid-muridnya baik
melalui qira’ahatau imla’ (dibacakan atau
didektekan di depan muridnya), Ijazah (memberikan izain kepada
muridnya untuk meriwayatkan Hadis kepada orang lain), al-Mukatabah (menulis
Hadis yang diberikan kepada muridnya) dan beberapa cara lainnya.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa sanad memegang
peranan yang menentukan terhadap kelangsungan dan terpeliharanya Hadis, yang
berarti merupakan kontribusi besar bagi kelangsungan Islam dan umat. Tanpa
usaha mereka, umat Islam akan menghadapi kesulitan dalam mempelajari sumber
ajaran yang kedua (Hadis) ini.
2. Untuk penelitian kualitas Hadis
Bersambung atau tidaknya sanad sangat berpengaruh
pada tingkat kualitas Hadis sehingga ke-hujjah-an Hadis adakalanya bisa
diterima (Maqbul) dan adakalanya ditolak (Mardud).
Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya rawi yang
menjadi sumber berita, Hadis terbagi menjadi dua macam, yaitu Mutawatir dan Ahad.
1) Hadis Mutawatir
Adalah;
ما
رواه جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثلهم من أول السند إلى منتهاه[11]
“Hadis
yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat untuk berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad”
Menurut
definisi lain menyebutkan:
الذي
رواه جمع كثير لا يمكن تواطؤهم على الكذب عن مثلهم إلى انتهاء السند وكان مستندهم
الحس[12]
“Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang tidak
mungkin mereka bersepakat untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad.
Hadis yang diriwayatkan itu didasarkan pada pengamatan panca indra”
Menurut definisi yang lebih singkat disebutkan:
“Hadis yang diriwayatkan banyak orang dan diterima dari banyak
orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta”
Berdasarkan ketiga definisi di atas diketahui adanya empat hal
yang harus terpenuhi pada pada suatu Hadis yang dikategorikan Mutawatir,
yaitu:
1. Diriwayatkan oleh banyak perawi
2. Adanya keyakinan bahwa mereka
tidak mungkin sepakat untuk berdusta.
3. Adanya kesamaan atau
keseimbangan jumlah sanad pada tiap-tiapthabaqahnya.
4. Berdasarkan tanggapan
pancaindra
Contoh Hadis Mutawatir:
قال رسول الله صلى الله عليه
وسل: …. مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ
النَّارِ.[14]
عبد الله بن الزبير أبو
هريرة أنس
بن مالك علي
بن ربيعة
عمير بن عبد الله بن الزبير أبو
صالح عبد
العزيز سعيد
بن عبيد
جامع بن شدّاد عبد
الوارث أبو
حصين إسماعيل عبد
الله بن نمير
شعبة أبو
معمر أبو
عَوانة زهير
بن حرب محمد
بن عبد الله
أبو الوليد موسى محمد
بن عبيد
الـــــبخـــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــاري مســــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــلــــــــــــــــم
Menurut Abu Bakar al-Bazzar, Hadis tersebut diriwayatkan oleh 40
orang shahabah, dan sebagian ulama’ mangatakan bahwa Hadis tersebut
diriwayatkan oleh 62 orang shahabat dengan susunan redaksi yang sama.
Inilah Hadis mutawatir yang mempunyai
faidah yaqin bi al-Qath’i, artinya Hadismutawatir harus
diyakini sepositif-positifnya, karena Rasul SAW mengeluarkan Hadis di hadapan
para sahabat dengan sumber yang sangat banyak sekali yang mustahil mereka
bersama-sama mengadakan kesepakatan untuk berbohong. Oleh karena itu, tidak
perlu mengadakan penelitian secara mendalam tentang Hadis mutawatir dengan
menyelidiki identitas para perawinya. Sedangkan yang perlu lebih jauh dan
mendalam diteliti adalah Hadis Ahad.
2) Hadis Ahad
Yang dimaksud hadis Ahad adalah:
ما لم يجمع شروط المتواتر
“Hadis yang tidak memenuhi
syarat-syarat Mutawatir”
Ulama lain mendefinisikan dengan “Hadis yang sanad-nya shahih dan
bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi SAW), tetapi kandungannya
memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada qath’i atau yakin.[15]
Dari pengertian di atas ada dua hal yang harus digaris bawahi,
pertama, dari sudut kuantitas perawinya Hadis Ahad berada di
bawah Hadais Mutawatir . Kedua, dari sudut isinya Hadis Ahad memberikan faedah zhanni bukan qath’i. Kedua
hal inilah yanh membedakannya dengan Hadis Mutawatir.
Para Muhadditsin memberikan nama-nama tertentu
bagi Hadis Ahad mengingat banyak sedikitnya rawi-rawi yang
berada pada tiap-tiap thabaqah dengan Haids Masyhur,
Hadis ‘Aziz dan Hadis Gharib.
a) Hadis Masyhur, ialah
ما رواه الثلاثة فأكثر ولم يصل
درجة التواتر
“Hadis
yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat
mutawatir”
Misalnya Hadis Masyhur yang
ditakhrijkan oleh Bukhari-Muslim dari shahabat Ibnu Umar ra.:
قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم: إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
عمر بن الخطاب (الطبقة
الأولى)
علقمة بن وقاص (الطبقة
الثانية)
محمد بن إبراهيم التيمي (الطبقة
الثالثة) غريب
يحي بن سعيد الأنصاري (الطبقة
الرابعة)
|
|
|
|
عبد الوهاب مالك الليث حماد سفيان
ابن المثنى ابن
مسلمة محمد
بن رمح أبو
الربيع مسدّد أبو
النعمان الحميدي مشهور
مـــــــــــســــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــلــــم البــــــخــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــاري
Pada Hadis di atas pada
thabaqah pertama sampai thabaqah keempat diriwayatkan oleh satu rowi, yaitu
dari shahabat Umar ke ‘Alqamah ke Muhammad bin Ibrahim ke Yahya. Sedangkan dari
Yahya sampai ke al-Bukari dan Muslim diriwayatkan oleh banyak perawi. Maka
Hadis Umar tersebut dapat dikatakan Gharib di awal dan Masyhur di akhir.
b) Hadis ‘Aziz
Hadis Aziz ialah:
ما رواه اثنان ولو كان في طبقة
واحدة، ثم رواه بعد ذلك جماعة.
“Hadis
yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun hanya terdapat pada satu thabaqah
saja, kemudian pada setelahnya diriwayatkan oleh orang banyak”[16]
Sedangkan Ibn Hajar al-‘Asqalani
mendefinisikan Hadis aziz sebagai berikut:
ما لايرويه أقل من اثنين عن
اثنين
قال
رسول الله عليه وسلم:لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ
مِنْ نَفْسِهِ وَوَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
أنس
بن مالك
عبد العزيز بن صهيب قتادة
عبد الوارث اسماعيل
بن عَلِية شعبة حسين
المعلّم
شيبان زهير
بن حرب محمد
بن جعفر آدم يحيى
بن سعيد
ابن أبي شيبة ابن
المثنى ابن
بشّار مسدّد
مــــــــــــــــــــــــســــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــلــــــــــــــــــم
البــــخـــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــاري
Hadis tersebut diterima oleh shahabat Anas bin Malik. Beliau
memberikannya kepada dua orang, yaitu Qtadah dan ‘Abdul Aziz dan seterusnya.
Dengan memperhatikan jumlah
poerawinya bisa dilihat:
Thabaqah I : 1 orang (Anas bin Malik)
Thabaqah II : 2 orang (Qtadah dan ‘Abdul
Aziz)
Thabaqah III : 4 orang (Abdul Warits,
Isma’il bin Ulaiyyah, Syu’bah dan Husain al-Mu’allim
Thabaqah IV : 5 orang (Syaiban, Zuhair bin
Harb, Muhammad bin Ja’far, Adam dan Yahya bin Sa’id)
Dan seterusnya sampai Imam
al-Bukhari dan Imam Muslim.
c) Hadis Gharib
Yang dinamakan Hadis Gharib ialah:
ما يتفرد بروايته شخص واحد في أي
مَوضِعٍ وقعَ التفردُ به من السند
“Hadis
yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan di mana
saja dalam penyendirian itu terjadi “[18]
Contoh hadis Gharib:
قال النبي صل الله عليه وسلم:
الايمان بِضْع وسبعون شُعبةً. والحياءُ شعبةٌ من الإيمان.
أبو هريرة
أبو صالح
عبد الله بن دينار
سليمان بن بلال
أبو عامر
عبد الله بن حميد عبد
الله بن سعيد عبد
الله بن محمد
مــــســــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــلـــــــم الــــــــبـــخـــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــاري
Hadis tersebut mulai thabaqah pertama sampai thabaqah kelima diriwayatkan oleh satu
orang perawi. Sedangkan Abu ‘Amir menyampaikan Hadis kepada tiga orang perawi
hingga diterima oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Itulah tiga macam Hadis Ahad
jika ditinjau dari perspektif sedikit-banyaknya sanad.
Sedangkan ditinjau dari
perspektif diterima atau tidaknya, Hadis ahad dibagi menjadi tiga, Shahih,
Hasan dan Dha’if.
1. Hadis Shahih
Shahih merupakan kalimat
musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatanartiya
sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar.[19] Sedangkan secara istilah yaitu :
مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ
العَدْلِ الضَابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلىَ مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ
عِلَّةٍ.
“Hadis
yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki
hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak
pula cacat”.[20]
Dalam definisi tersebut
dikatakan bahwa hadits dikatakan shahih jika memiliki syarat-syarat[21] yaitu sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung, maksudya adalah
setiap rawi dari suatu riwayat hadits berajar atau bertemu langsung dari mulai
awal sanad sampai akhir.
b. Rawinya adil,
maksudnya adalah setiap rawi dari suatu riwayat hadits disifati sebagai muslim,
baligh, berakal (sehat), bukan orang fasiq dan bukan pula Makhrumul
Muruah (Menodai muru’ah).
c. Rawinya dhobit,
maksudnya adalah setiap rawi dari suatu periwayatan hadits itu memiliki hafalan
yang kuat, baik dalam hafalan berupa penalaran dan tulisan, tidak pelupa, tidak
ragu dan tidak terslah, sehingga ia dapat mengingat Hadis-hadis yang diterima.
d. Tidak Syadz,
maksudnya adalah suatu hadits yang tsiqat menyelisihi hadits
yang lebih tsiqat darinya.
e. Tidak ada ‘Illat (cacat),
maksudnya adalah suatu hadits yang samar yang meyebutkan cacat terhadap
keshahihan hadits tersebut bersamaan secara dzohir itu bebas dari cacat.
Adapun contoh hadits yang
shahih adalah sebagai berikut;
حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ
يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ(رواه البخاري)[22]
“Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan
kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari
ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat
maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari).
Analisis terhadap hadits
tersebut:
a. Sanadnya bersambung karena
semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
b. Semua rawi pada hadits
tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut
menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil sebagai berikut :
1) Abdullah bin yusuf : tsiqat muttaqin.
2) Malik bin Annas : imam hafidz
3) Ibnu Syihab Aj-Juhri : Ahli fiqih dan Hafidz
4) Muhammad bin Jubair : Tsiqat.
5) Jubair bin muth’imi : Shahabat.
c. Tidak syadz karena
tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.
Hadits Shahih pula terdapat dua
bagian:
a. Hadits
Shahih Lidzatihi
Hadits shahih lidzatihi adalah
hadits yang memiliki semua syarat hadits shahih diatas yang sah karena dzatnya,
yakni shahih dengan tidak bantuan keterangan lain.[23] Contoh Hadis shahih li dzatihi ialah sebagaimana contoh di
atas.
b. Hadits
Shahih Lighoirihi
Hadits Shahih Lighoirihi adalah
Hadits Hasan Lidzatihi[24] yang diriwayatkan dari jalur lain yang sama atau yang lebih
kuat darinya,
Pengertian lain dari
Hadis shahih li ghairihi adalah:
ما كان رواته متأخرا عن درجة
الحافظ الضابط مع كونه مشهورا بالصدق حتى يكون حديثه حسنا ثم وُجِد فيه من طريقٍ
آخر مساوٍ لطريقه أو أرجَحُ ما يَجْبرُ ذلك القصُورَ الواقِعَ فيه[25]
“Hadis
yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh dan dlabith, tetapi mereka masih
terkenal orang yang jujur, hingga karenanya berderajat Hasan, lalu di dapati
padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat hal-hal yang dapat menutupi
kekurangan yang menimpanya itu”
contohnya hadits yang
derajatnya shahih lighoirihi sebagai berikut;
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ
بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ[26]
“telah
bercerita kepadaku Abu Kuraib, bercerita kepadaku ‘Abdah bin Sulaiman dari
Muhammad bin amr dari abi salamah dari abu hurairah sesungguhnya rasulullah saw
bersabda: Kalaulah tidak memberatkan atas umatku pasti akanku perintahkan
kepada mereka bersiwak ketika setiap shalat”(HR. Tirmidzi).
Keterangan:
1. Sanad Hadis ini bila
digambarkan menjadi:
a. Turmudzi
b. Abu Kuraib
c. ‘Abdah bin Sulaiman
d. Muhammad bin ‘Amr
e. Abi Salamah
f. Abi Hurairah
g. Rasulullah
2. Kalau diperiksa sanad ini
dari Turmudzi sampai kepada Nabi, diterima dengan bersambung.
3. Rawi-rawi dari no.1 sampai no.
6 semua ‘adil dan dlabith, kecuali Muhammad
bin ‘Amr, seorang yang ‘adil tapi kedlabitannya kurang
karena hafalannya lemah.[27]
4. Hadis tersebut tidak ada syudzudz dan ‘illahnya.
Maka Hadis ini disebut
Hadis Hasan li Dzatihi.
Akan tetapi ada Hadis dari
al-Bukhari yang menshahihkan Hadis ini.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ[28]
Hadis ini diriwayatkan oleh
shahabat Abu Hurairah, yang diterima Abdur Rahman, kemudian disampaikan kepada
Ja’far bin Rabi’ah, diterima al-Laits, diriwayatkan Yahya bin Bukair dan diterima
sekaligus dibukukan oleh Imam Bukhari.
Ketika digabungkan dari
berbagai hadits yang diriwayatkan dari jalur lain hadits ini menjadi Shahih
Lighoirihi.
2. Hadits
Hasan
Hasan secara bahasa adalah
sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan
tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar
Al-Atsqalani yaitu:
مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدَلِ الَّذِيْ خَفَّ ضَبْطُهُ
عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ “.
“Hadis yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,
hafalannya yang kurang, dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan
tidak pula cacat”[12]
Contoh hadits hasan adalah
sebagai berikut:
حدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ
عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ :
سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ
أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ….. الحديث “
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan
kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi
musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh
datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah
bayangan pedang…..”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).
Derajat hadits tersebut adalah hasan, karena semua perawi dalam
hadits tersebut tsiqoh kecuali ja’far bin sulaiman adh-dhuba’i.
Hadits Hasan pula terdapat dua bagian:
a. Hadits Hasan Lidzatihi
Hadits Hasan lidzatihi adalah hadits hasan itu sendiri sebagaimana
yang telah kita bahas mengenai hadits hasan.
b. Hadits Hasan
Lighoirihi
Hadits Hasan Lighoirihi adalah Hadits dhoif yang mempunyai jalur
periwayatan yang banyak akan tetapi sebab kedhoifannya itu bukan karena fasiq
ataupun pembohong, contohnya hadits yang derajatnya hasan lighoirihi sebagai
berikut;
(الحاكم) حدثناه أبو علي الحافظ أنبأ محمدُ
بن إسحاقَ وأحمدُ بن جعفرِ بنِ الرَّازي في آخرين قالوا ثَنَا يوسفُ بن موسى ثنا
عبد الله بن الهَجْمِ الرَّازيُّ ثنا عبد الله العلاءِ بنِ هَيْبَةَ ثنا شعبةُ عن
أبي ليلى عن أخيه عن ابْنِ أبي ليلى عن أبي أيوبَ قال قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ(الحاكم 114 : 4)
“(Kata Hakim) Telah menceritakannya kepada kami, Abu ‘Ali
al-Hafizh, telah mengkhabarkan muhammad bi Ishaq dan Ahmad bin Ja’far bin Nashr
ar-Razi digolongan orang-orang yang terakhir, mereka berkata: telah
menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa, telah menceritakan kepada kami,
‘Abdullah bin Jahm ar-Razi, telah menceritakan kepada kami, ‘Abdullah bin ‘Ala
bin Haibah, telah menceritakan kepada kami, Syu’bah dari Abi Laila, dari
saudaranya, darti Ibni Abi Laila, dari Abu Ayyub, ia berkata telah bersabda
Rasulullah SAW: “Sembelihan bagi anak binatang yang di dalam perut itu,
(cukup) dengan menyembelih ibunya (saja)”
Keterangan:
1. Susunan sanad hadis ini ialah:
1) Imam Hakim
2) Abu ‘Ali al-Hafizh
3) Muhammad bin ishaq dan Ahmad bin Ja’far bin Nashr
4) Yusuf bin Musa
5) ‘Abdullah bin Jahm ar-razi
6) ‘Abdullah bin ‘Ala bin Haibah
7) Syu’bah
11) Abi
Ayyub
12) Rasulullah
SAW
2. Yang tercela dalam isnad ini adalah Abi Laila. Asalnya ia seorangQadli di Kufah, lalu hafalannya rusak.[32] Oleh
sebab itu Hadis tersebut menjadi lemah, tetapi dibantu oleh beberapa jalan , di
antaranya dari jalan Abu Dawud, yaitu:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
يَحْيَى بْنِ فَارِسٍ حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ رَاهَوَيْهِ
حَدَّثَنَا عَتَّابُ بْنُ بَشِيرٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ
الْقَدَّاحُ الْمَكِّيُّ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِعَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَكَاةُ
الْجَنِينِ ذَكَاةُ أُمِّهِ(سنن أبي داود: 2445)
(ABU DAUD – 2445) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Yahya bin Faris, telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih,
telah menceritakan kepada kami ‘Attab bin Basyir, telah menceritakan kepada
kami ‘Ubaidullah bin Abu Al Qaddah Al Makki, dari Abu Az Zubair, dari Jabir bin
Abdullah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata:
“Penyembelihan janin adalah dengan menyembelih induknya.”
Susunan sanadnya:
1) Abu Daud
2) Muhammad bin Yahya bin Faris
3) Ishaq
4) ‘Ittab bin Basyir
5) ‘Ubaidullah bin Abi Ziyad
6) Abi al-Zubair
7) Jabir
8) Rasulullah saw
3. Rawi yang dianggap lemah dalamisnad ini adalah ‘Ubaidullah bin Abi Ziyad al-Makki, seorang yang tidak
begitu kuat hafalannya.
4. Selain dari itu Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Imam-imam:
Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, Daruquthni, Baihaqi, Thabarani, dan Ibnu Hibban,
dari jalan sahabat-sahabat: Ali, Ibnu Mas’ud, al-Bara’, Ibnu ‘Umar, Ibnu
‘Abbas, Ka’ab bin Malik, Abu Umamah, Abi Darda’ dan Abu Hurairah.
5. Oleh karena Hadis riwayat imam Hakim ini dikuatkan dengan jalan
periwayatan yang banyak, maka ia disebut Hadis Hasan Li Ghairihi
3. Hadits Dhoif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah,
sedangkan secara istilah yaitu;
ما فقِد شرطا من شروط الحديث
المقبول
“Hadis yang hilang salah satu dari persyaratan Hadis Maqbul (Hadis
Shahih dan Hadis Hasan)”[33]
Sedangkan definisi Hadis dla’if menurut an-Nawawi ialah:
ما لم يوجد فيه شروط الصحة
ولاشروط الحسن
“Hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadis Shahih
dan syarat-syarat Hadis Hasan”[34]
Dari kedua definisi di atas bisa disimpulkan bahwa Hadis yang
tidak memenuhi persyaratan Hadis Shahih dan Hadis Hasan disebut Hadis Dla’if.
Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;
مَاأَخْرَجَهُ
التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ “حَكِيْمِ الأَثْرَمِ”عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ
الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : ” مَنْ أَتَي
حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا
أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ “[35]
Hadis yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami
“dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata :
barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya
atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah
diturunkan kepada nabi Muhammad saw”
Imam Tirmidzi berkata setelah mengeluarkan (takhrij) hadits
ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim
al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena
didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para
ulama hadits”
Ibnu hajar berkarta mengenai hadits ini di dalam kitab “Taqribut
Tahdzib” : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang
bermuka dua.
Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:
a. Al-Mursal, ialah Hadis yang dari permulaan sanadnya gugur seorang
rawi atau lebih dengan berturut-turut.
b. Al-Mu’dlal, ialah Hadis yang di tengah sanadnya gugur dua rawi
atau lebih dengan berturut-turut.
c. Al-Munqathi’, ialah Hadis yang di tengah sanadnya gugur seorang
rawi atau lebih tetapi tidak bertururt-turut.
d. Al-Mudallas, ialah Hadis yang dalam sanadnya disembunyikan atau
disamarkan. Mudallas ada 2,
a) Mudallas Isnad, adalah Hadis diriwayatkan oleh seorang rawi dari
seorang semasanya yang tidak pernah temui atau pernah bertemu tetapi yang
diriwayatkan itu tidak didengar dari orang tersebut dengan cara yang
menimbulkan dugaan mendengar langsung.[37]
b) Mudallas Syuyukh, ialah Hadis yang dalam sanadnya si rawi menyebut
syaikh yang ia dengar dengan sifat yang tidak terkenal.
e. Al-Mursal, ialah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang tabi’i langsung dari Nabi Muhammad
SAW tanpa menyebut nama orang yang menceritakan kepadanya.
Ada berbagai macam bentuk hadis ini, yaitu:
1) Al-Maudlu’
2) Al-Matruk
3) Al-Munkar
4) Al-Ma’ruf
5) Al-Ma’lul
6) Al-Mudraj
7) Al-Maqlub
8) Al-Munqalib
9) Al-Masruq
10) Al-Mudl-tharib
11) Al-Mubham
12) Al-Maj-hul
13) Al-Syadz
14) Al-Mushahhaf
15) Al-Muharraf
16) Al-Muhmal
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari makalah yang singkat ini adalah:
1. Definisi Sanad secara terminologi adalah:
طريق
المتن أو سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن مصدره الأول
“Jalan matan hadits atau
sisilsilah para perawi yang menukilkan matan hadits dari sumbernya yang pertama
(Rasul SAW)”
2. Di antara pendapat ahli tentang pentingnya sanad ,
antara lain:
a. Ibnu al-Mubarak berkata:
الإسناد
من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
Artinya: “Isnad adalah
sebagian dari agama. Seandainya tidak ada isnad, sungguh seseorang
akan mengatakan apa saja yang ia ingin katakan.
b. Imam al-Tsauri berkata:
الإسناد
سلاح المؤمن فإذا لم يكن معه سلاح فبأي سلاح يقاتل
Artinya : “Isnâd dapat
diumpamakan dengan pedangnya orang beriman. Apabila tidak memiliki pedang,
dengan senjata apakah ia akan membunuh”.
c. Imam Syafi’i berkata:
مثل
الذي يطلب الحديث بلا حديث كمثل حطب ليل
Artinya: “Seorang yang
mempelajari hadis tanpa mempelajari isnâd diibaratkan seperti seorang pencari
kayu bakar pada malam hari”.
d. Ibnu Shaleh berkata:
لولا
توفر طائفة م المحدثين على حفظ الإسناد لدرس منار الإسلام
Artinya : “Jika
sekiranya tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh dari sebagian muhadditsin
dalam menjaga isnâd tentu sudah lenyaplah kejayaan Islam itu”.
3. Fungsi Sanad dalam dokumentasi Hadis adalah:
a. Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan Hadis.
b. Untuk penelitian kualitas Hadis satu persatu secara terperinci.
4. Nilai Hadis dari Fungsi Sanad menjadi beberapa
bagian
a. Dari kuantitas sanad Hadis terbagi menjadi Mutawatir
dan Ahad.
b. Dari maqbul atau mardudnya Hadis
terbagi menjadi Shahih, Hasan dan Dla’if.
Daftar
Pustaka
1. Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya
Media Pratama, 1996
2. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung,
PT Al-Ma’arif Bandung, 1991
3. Mahmud at-Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadits, Dar
ats-Tsaqafah al-Islamiyyah, Bairut
4. Jalal al-Din Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuthi, Tadrib
al-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi Jilid 1, Bairut, Dar al-Fikr, 1988
5. Hasbi Ash-Shiddiqie, 1965. Sejarah dan Pengantar Hadis.
Jakarta: Bulan Bintang
6. Musnad Ahmad bin Hanbal no. 81370
7. محمد عجاج الخطيب. أصول
الحديث، علومه ومصطلحه. بيروت: دار الفكر. 1981. ص 301
8. نور الدين عطر، منهج
النقد في علوم الحديث، بيروت: دار الفكر. 1979. ص 70
9. محمود الطهان، أصول
التخريج ودراسة الأسانيد. رياض، مكتبة الرشد. 1983. ص 18
10.صحيح البخاري. رقم الحديث 107 /
صحيح المسلم، رقم الحديث 4
11. Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi, mabahaits al-Kitab wa
wa-Sunnah min ‘Ilmi al-Ushul, Damsyik.
12. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung,
PT Al-Ma’arif Bandung, 1991
13. Ibn
Hajar al-‘Asqalani, Syarh Nuhbah al-Fikr fi Mushthalahah Ahli
al-Atsar. Dar al-Kutub al-Ilmiah, Bairut.1934
14. A.W.Munawir, Kamus
al-munawir arab-indonesia,Yogyakarta:Pustaka Progresif.
15. A,
Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung, Penerbit
Diponegoro. 2007. Hlm 29
16. Hasbi
Ash-Shiddiqie. Ulumul Hadts
17. Sunan
Tirmidzi. No : 22
18. Tahdzibut
al-Tahdzib 9:375
19. Shahih
Bukhari. No. 6699
20. Khulashah
Tahdzibul al-Kamal 287
21. Nur
ad-Din ‘Atar, Manhaj an-Naqdi fi fi ‘Ulumi al-hadits. Dar
al-Kutub al-Ilmiah. Bairut.1979
22. Muhammad
Jamal ad-Din al-Qasimi, Qawa’id al-Tahdits min Funun Mushthakah
al-Hadits. Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut. 1979.
23. Sunan Tirmidzi, no 125
24. Muhammad
‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits. Jakarta. Gaya Media
Pratama, 2007
[4]Jalal
al-Din Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh
Taqrib an-Nawawi Jilid 1, Bairut, Dar al-Fikr, 1988 hlm 41
[15] Muhammad
Sa’id Ramadlan al-Buthi, mabahaits al-Kitab wa wa-Sunnah min ‘Ilmi
al-Ushul, Damsyik. Hlm17
[17] Ibn
Hajar al-‘Asqalani, Syarh Nuhbah al-Fikr fi Mushthalahah Ahli
al-Atsar. Dar al-Kutub al-Ilmiah, Bairut.1934 hlm. 32
[24]Hadits Hasan Lidzatihi adalah hadits yang mempunyai semua syarat
hadits shahih akan tetapi memiliki hafalan yang kurang. Akan dibahas pada
penjelasan selanjutnya.
[33] Nur ad-Din ‘Atar, Manhaj
an-Naqdi fi fi ‘Ulumi al-hadits. Dar al-Kutub
al-Ilmiah. Bairut.1979 hlm 286
[34] Muhammad Jamal ad-Din
al-Qasimi, Qawa’id al-Tahdits min Funun Mushthakah al-Hadits. Dar
al-Kutub al-Ilmiah, Beirut. 1979. Hlm108
Sumber:
https://shoddloth2005.wordpress.com/2013/12/04/fungsi-sanad-dalam-dokumentasi-hadis/
Tag #Isnad dan dokumentasi hadits.pdf .doc
0 komentar:
Posting Komentar